Mengawali tahun 2022, sudah sepatutnya kita melakukan evaluasi terhadap kinerja usaha peternakan yang telah dilewati di tahun 2021. Ada beberapa catatan penting yang perlu digaris bawahi terutama menyangkut masalah kesehatan unggas selama satu tahun kemarin. Catatan analisa tersebut diharapkan bisa menjadi bahan pembelajaran dan evaluasi agar gagasan usaha pemeliharaan di tahun berikutnya lebih baik serta produktivitas dan profit yang didapatkan lebih maksimal.

Ulasan Kasus Penyakit Unggas Tahun 2021

Perkembangan penyakit selama tahun 2021 pada ayam pedaging dan petelur telah dirangkum oleh tim Technical Education and Consultation Medion pada Grafik 1-4. Penyakit unggas yang terjadi pada tahun 2021 masih relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada tahun 2021 tidak ada penemuan kasus penyakit yang baru. Jenis penyakit yang ada relatif masih sama dengan tahun sebelumnya. CRD menjadi penyakit yang paling sering terjadi pada ayam pedaging dan ayam petelur sama seperti tahun sebelumnya. Dimana predisposisi penyakit ini karena adanya kesalahan manajemen seperti kebutuhan udara yang tidak terpenuhi dengan baik, kandang yang terlalu padat, kadar amonia tinggi, suhu dan kelembapan saat brooding tidak sesuai kebutuhan, dll.

  • Penyakit ayam pedaging

Di tahun 2021, kasus pada ayam pedaging banyak didominasi dari penyakit bakterial seperti CRD, Colibacillosis, dan CRD kompleks. Penyakit bakterial ini didominasi oleh penyakit yang menyerang sistem pernapasan dan pencernaan. Penyakit koksidiosis yang disebabkan protozoa cenderung tinggi hampir mirip tahun-tahun sebelumnya. Untuk penyakit viral yang masih tinggi menyerang ayam pedaging yaitu Gumboro, disusul ND kemudian IBH. Yang mencolok di farm ayam pedaging ialah meningkatnya kasus mikotoksikosis dari tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan karena kurangnya perhatian pada manajemen penyimpanan pakan dan pengendalian pencemaran jamur. Kasus NE juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

  • Penyakit ayam petelur

Pada ayam petelur ketiga penyakit teratas mengalami peningkatan cukup signifikan. Penyakit bakterial seperti CRD, Coryza, CRD kompleks, Colibacillosis dan kolera masih sering terjadi. Selain itu, penyakit cacingan menempati peringkat 4 pada penyakit ayam petelur. Untuk kasus viral di ayam petelur, penyakit ND, AI, IB dan ILT yang paling sering menyerang pada tahun 2021. Apabila dikerucutkan lebih detil pada dari fase pemeliharaannya, pada ayam petelur periode pullet atau sebelum produksi (0-18 minggu) kasus CRD dan Coryza mendominasi. Penyakit viral yang menduduki peringkat atas yaitu Gumboro dan ND. Pada ayam petelur periode produksi (lebih dari 18 minggu) peringkat pertama diduduki oleh penyakit bakterial yang dominan adalah Coryza. Kemudian penyakit parasit cacingan di posisi kedua serta penyakit bakterial lainnya seperti colibacillosis dan CRD. Sedangkan untuk penyakit viral didominasi oleh AI, ND dan IB.

Gangguan Pernapasan Berulah

Struktur anatomi ayam yang tidak mempunyai sekat pembatas hidung dengan rongga mulut dan meningkatnya amonia menyebabkan iritasi saluran pernapasan pada ayam sehingga mudah terserang penyakit pernapasan. Beberapa penyakit yang sering menyerang terlebih saat musim hujan diantaranya seperti CRD, Coryza, ND, IB, dan AI.

Hal tersebut didukung karena faktor kondisi cuaca di Indonesia yang tidak menentu, menyebabkan kondisi tubuh ayam mudah stres sehingga memicu munculnya kasus pernapasan. Selain itu, diduga akibat kondisi lingkungan kandang yang lembap sehingga virus maupun bakteri cukup stabil dan mudah berkembang.

Penyakit seperti AI dengan virus yang mudah bermutasi mengharuskan kita melakukan perhatian khusus. Sejak 2016 hingga 2021 virus AI H5N1 hanya ditemukan clade 2.3.2. dan terdapat perubahan karakter pada clade tersebut (berbeda pada susunan asam amino) di akhir tahun 2019. Sedangkan Low Pathogenic Avian Influenza (HPAI) masih ditemukan dan menyebabkan penurunan produksi telur yang cukup besar. Meski telah merebaknya juga Low Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang berdampak pada kemerosotan produksi telur, namun peternak tetap perlu waspada terhadap penyakit AI tipe apapun yang bisa menyerang ayam.

Sedangkan pada penyakit Coryza, tim Research and Development Medion telah melakukan mapping bakteri penyebab coryza di Indonesia. Berdasarkan data hasil isolat yang dikumpulkan oleh Medion, saat ini bakteri Av. paragallinarum yang ditemukan di Indonesia, termasuk dalam serotipe A1, C1 dan C4. Terutama serotipe C4 yang dominan ditemukan pada tahun 2015-2021 dan sudah banyak tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Bandung, Banjarmasin, Jambi, Kendal, Samarinda, Semarang, dan Sukabumi.

Persen mortalitas dan morbiditas penyakit pernapasan cukup variatif tergantung keganasan agen infeksi yang menyerang, tingkat keparahan, kondisi imunitas ayam maupun adanya penyakit lain yang mengikuti. Pada penyakit yang disebabkan oleh ND dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas hingga 100%, AI dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas 50-100%, IB dengan morbiditas hingga 100% & mortalitas hingga 82%, sedangkan ILT dengan morbiditas 50-100% dan mortalitas 5-70% pada umumnya 10-20%. Pada penyakit bakterial Coryza morbiditas mencapai 20-50% dan mortalitas 5-20% (Sumber: Disease of Poultry). Hasil analisa di lapangan ini akan berbeda-beda tergantung dari status kekebalan atau program vaksinasi yang sudah dilakukan sebelumnya.

Kejadian IBH Masih Ada

Berdasarkan hasil pemantauan laporan analisa kasus yang dilakukan tim Technical Education and Consultation Medion (2021), penyakit IBH termasuk ke dalam 5 besar kasus penyakit viral pada ayam pedaging di periode Januari-Juni 2021. Kasusnya meningkat di bulan Maret dan menurun di bulan Juni. Sedangkan pada ayam petelur, kasus IBH sangat jarang terjadi, namun masih masuk dalam 10 besar rangking penyakit viral pada 3 tahun terakhir sehingga tetap perlu diwaspadai.

Penyakit IBH banyak dilaporkan merebak terutama pada peternakan ayam pedaging pada umur 3-4 minggu. Ayam petelur dan pembibit (breeder) pun juga dapat terserang. Infeksi IBH pada ayam breeder yang bersifat subklinis perlu mendapat perhatian khusus mengingat dampaknya yang merugikan khususnya pada transmisi virus secara vertikal (dari induk ke anak ayam).

Kemungkinan munculnya IBH bisa juga dipicu dari faktor imunosupresi seperti adanya infeksi Gumboro atau meningkatnya mikotoksin dalam pakan yang menyebabkan imunitas menurun. Didukung juga dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman hingga membuat kondisi stres pada ayam (lingkungan tidak bersih, kandang terlalu padat, kondisi cuaca ekstrem, dan tantangan agen penyakit banyak). Masih adanya kasus IBH bisa dikaitkan juga dengan kemungkinan belum meratanya penerapan program vaksinasi untuk dapat mencegah kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit ini. Sehingga masih perlu disesuaikan dengan program atau pemilihan vaksin yang sesuai kondisi IBH di lapangan.

Stop Siklus Gumboro

Jika melihat dari rangking penyakit selama 2019 hingga Juni 2021, penyakit Gumboro pada ayam pedaging menempati rangking pertama untuk penyakit viral kemudian diikuti oleh ND di rangking ke 2 (Grafik 1). Pada ayam petelur sebelum produksi, Gumboro masih konsisten menempati rangking pertama kasus penyakit viral (Grafik 3), sehingga hal ini tentunya perlu menjadi kewaspadaan kita bersama.

Virus Gumboro yang ditemukan di lapangan adalah very virulent Gumboro (vvIBD) virus/virus Gumboro yang sangat ganas. Tingkat keganasan terlihat pada kemampuan virus yang dapat menyebabkan kematian yang tinggi. Gejala klinis dan perubahan patologi pada penyakit Gumboro yang disebabkan virus vvIBD mirip dengan virus Gumboro klasik strain virulen. Namun gejala dan perubahan yang ditimbulkan oleh serangan virus vvIBD akan lebih parah dengan hemoragi bursa Fabricius dan jaringan otot serta berlangsung secara akut.

Mengapa kasus Gumboro masih berulang? Timbulnya outbreak Gumboro di lapangan dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya:

  • Challenge atau tantangan virus Gumboro di lingkungan sekitar kandang tinggi seperti tantangan outbreak vvIBD.
  • Karakter virus mampu bertahan di lingkungan dalam waktu lama
  • Manajemen brooding yang kurang optimal
  • Sanitasi dan biosekuriti kandang yang tidak maksimal
  • Waktu istirahat kandang yang terlalu singkat
  • Jadwal vaksinasi Gumboro yang tidak tepat
  • Aplikasi vaksinasi Gumboro yang kurang tepat.

Mikotoksikosis mengintai Ayam Petelur

Kasus mikotoksikosis inilah yang mulai merebak terjadi kembali di peternakan terutama ayam pedaging sepanjang tahun 2021. Mikotoksin, ancaman nyata yang tidak bisa disepelekan. Jamur berkembang dengan mudah kapan saja pada penyimpanan bahan baku atau ransum itu sendiri, bahkan pada musim penghujan seperti sekarang ini. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan teknik manajemen penyimpanan ransum yang baik, maka jamur akan tumbuh dan mikotoksin akan dihasilkan. Daya simpan ransum ayam yang baik umumnya berlangsung selama 21-30 hari sejak tanggal produksi (batch). Sedangkan penyimpanan ransum dalam gudang yang lembap dipastikan akan menyebabkan ransum rusak dalam waktu 2-3 hari saja. Semakin lama penyimpanan bahan baku ransum dapat meningkatkan intensitas cemaran jamur. Jamur sendiri mudah terlihat, namun mikotoksin/racunnya tidak kasat mata. Jika terus-menerus dikonsumsi, maka pengobatan pun sulit diupayakan.

Peternak ayam pedaging pun yang biasa menggunakan ransum jadi perlu ikut hati-hati. Alasannya karena ternyata banyak pula ransum jadi yang akibat disimpan dengan kondisi “seadanya” bisa menjadi media yang ideal bagi jamur tumbuh dan menghasilkan racun. Serangan mikotoksikosis juga bersifat imunosupresif (menurunkan kekebalan tubuh), sehingga bisa menyebabkan gagalnya vaksinasi dan ayam mudah terserang penyakit infeksi lainnya.

Masalah Pencernaan di Era Non AGP

Peternak yang ingin mendapatkan produktivitas optimal dihadapkan pada kejadian penyakit bakterial maupun protozoa yang masih cukup tinggi. Dengan pelarangan AGP maka akan berpengaruh terhadap kesehatan saluran cerna untuk mencegah penyakit di saluran pencernaan. Dampak yang dirasakan dari pelarangan AGP ini adalah masih tingginya penyakit saluran cerna akibat bakteri seperti Necrotic Enteritis dan Colibacillosis, serta akibat protozoa yaitu koksidiosis. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan performa ayam pedaging maupun ayam petelur.

Berdasarkan data yang dirangkum oleh tim Technical Education and Consultation Medion, setelah pelarangan AGP di tahun 2018 terjadi peningkatan kasus penyakit pada saluran pencernaan seperti Colibalicollis, koksidiosis, dan Necrotic Enteritis. Peningkatan kasus ini terjadi sampai tahun 2020 pada ayam petelur (Grafik 2), sedangkan pada ayam pedaging kasus Colibacillosis mengalami penurunan di tahun 2020 (Grafik 1). Pada tahun 2021, penyakit Colibacillosis dan koksidiosis cenderung mengalami penurunan, namun kejadian penyakit Necrotic Enteritis masih mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Masih cukup tingginya kasus penyakit pencernaan ini menandakan bahwa pelarangan AGP berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyakit di sistem pencernaan. Hal ini menandakan solusi alternatif pengganti AGP sangat diperlukan untuk menurunkan tingkat kejadian penyakit. Seperti program herbal yang bisa dijadikan penunjang program kesehatan. Penyusunan dan pelaksanaan program herbal bertujuan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan mempercepat pemulihan apabila ternak terserang penyakit. Tabel contoh panduan umum program kesehatan herbal dapat diunduh dalam website Medion pada link sebagai berikut www.medion.co.id/program-pemeliharaan/.

Proyeksi Kesehatan Unggas 2022

Dari seluruh data yang telah dirangkum, diperkirakan penyakit ayam di tahun 2022 tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2021.

  • Tahun 2022 jenis penyakit mirip dengan tahun-tahun sebelumnya.
  • ND, AI, IB, IBD akan tetap menunjukkan eksistensinya & tetap hati-hati terhadap IBH. Mengingat awal tahun 2022 sebagian wilayah sudah memasuki musim hujan, bukan tidak mungkin kejadian seperti ND dan AI akan meningkat jumlahnya.
  • Perkembangan virus perlu selalu dipantau secara terus-menerus terutama ND, AI dan Gumboro yang mudah mengalami perubahan atau mutasi virus. Serta pemantauan terhadap bakteri H. Paragalinarum penyebab penyakit Coryza dimana kasus penyakit tersebut selalu berulang-ulang di peternakan.
  • Penyakit bakterial pernapasan (CRD, CRD K, dan Coryza) dan pencernaan seperti Koksidiosis masih dominan. Hal ini terkait dengan kondisi cuaca dan lingkungan peternakan yang kualitas udaranya menurun. Terlebih lagi kurangnya perhatian terhadap sanitasi lingkungan kandang yang bisa memudahkan penyebaran bibit penyakit, terutama saat kondisi cuaca tidak menentu.
  • Waspadai juga turunnya kualitas ransum di musim hujan dan kemarau basah untuk mengurangi kasus serangan jamur (Aspergillosis) dan mikotoksin.

Catatan untuk Tahun 2022

Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh peternak yang ayamnya terjangkit penyakit di 2021 supaya tidak terulang di 2022 diantaranya :

  1. Melaksanakan manajemen pemeliharaan dengan benar dan tepat.
  • Kondisi nyaman harus dirasakan ayam dimulai sejak DOC tiba di kandang. Perlu menjaga kebersihan kandang terutama dari feses karena pada kandang yang kotor akan mudah menyebarkan penyakit dan juga akumulasi amonia yang tinggi yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit pernapasan. Sehingga kondisi litter juga perlu dicek secara rutin serta lebih sering mencuci peralatan ternak seperti tempat minum, tempat makanan.
  • Lakukan pembolak-balikan litter secara teratur setiap 3-4 hari sekali. Jika litter basah dan menggumpal dalam jumlah sedikit, segera ambil dan ganti dengan yang baru. Kurangi kadar amonia dalam kandang dengan menyemprotkan Ammotrol pada feses. Bisa juga dilarutkan dalam air minum sebanyak 0,5-1 gram per 2 liter air minum.
  • Pengendalian koksidiosis ialah mengurangi jumlah ookista dan mencegah agar ookista tidak bersporulasi. Saat kosong kandang, taburi lantai dengan kapur atau soda kaustik sebelum ditutup dengan sekam. Selama masa pemeliharaan, peternak juga dapat memberikan kapur/soda kaustik pada permukaan sekam yang lembap dan basah, sebelum ditambah dengan sekam baru.
  • Dari segi kelancaran ventilasi dan pengaturan kepadatan kandang berpengaruh juga terhadap kondisi kesehatan ayam. Kondisi cuaca yang tidak menentu, bahkan terkadang berubah ekstrem, ditambah dengan kualitas udara yang semakin menurun menuntut dilakukan manajemen yang lebih baik. Sesuaikan pula kepadatan kandang untuk menjamin semua ayam mendapat kesempatan yang sama untuk mendapat ransum, air minum, ruang gerak dan oksigen sehingga pertumbuhan dan produktivitas seragam.
  • Sistem closed house hingga saat ini terus berkembang dan menjadi pilihan para peternak dengan keuntungan yang lebih baik yaitu peningkatan kepadatan, lingkungan yang terkontrol (suhu dalam kandang lebih stabil dan bisa diatur sesuai kebutuhan), mortalitas rendah, efisiensi sumber daya manusia (SDM), biosecurity dapat dikontrol dan risiko gangguan kesehatan atau serangan penyakit lebih rendah.
  • Pencatatan (recording) di peternakan penting dilakukan untuk dapat monitoring status kesehatan ternak unggas.

2. Penerapan biosecurity yang ketat Lakukan penerapan biosekuriti model 3 zona (bersih, transisi, kotor) untuk membatasi lalu lintas agar tidak terjadinya penyebaran penyakit. Desinfeksi kendaraan dan orang yang keluar masuk kandang untuk mencegah kontak bibit penyakit masuk ke kandang. Jika memungkinkan untuk tidak memelihara ayam dengan sistem banyak umur pada satu lokasi (one age one site). Namun apabila farm menerapkan beragam umur (multiage), perlu diperhatikan beberapa hal seperti mengatur jalur lalu lintas kandang dari ayam muda ke ayam tua, tempatkan DOC/pullet pada kandang yang berjauhan dengan kandang layer produksi, dan minimalisir kondisi stres pada ayam terutama saat proses pindah kandang.

3. Menjaga kualitas ransum

  • Perbaikan mutu pakan (pakan yang diberikan harus sesuai dengan jumlah dan kandungan nutrisi) sesuai kebutuhan ternak untuk mendapatkan performa ayam yang baik. Jika perlu tambahkan mold inhibitor seperti Fungitox untuk menghambat pertumbuhan jamur. Dan yang tak kalah penting saat kondisi lembap, terutama saat musim hujan, sebaiknya gunakan toxin binder untuk mengikat mikotoksin dalam pakan. Selain itu, berikan pula suplementasi multivitamin serta premiks untuk mengoptimalkan produktivitas dan meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Contoh toxin binder produksi Medion adalah Freetox.
  • Menjaga kualitas air minum yang diberikan pada ternak. Air minum yang diberikan bersumber dari air yang bersih dan aman serta perlu dilakukan pengontrolan dan pemeriksaan sumber air minum secara rutin minimal saat pergantian musim.

4. Program vaksinasi yang tepat

Vaksinasi perlu dilakukan untuk membentuk kekebalan di dalam tubuh ayam sehingga munculnya kasus dapat ditekan. Lakukan program vaksinasi secara rutin sesuai sejarah, tantangan penyakit, dan kondisi peternakan setempat terhadap penyakit ND, AI, IB, IBH, Gumboro maupun ILT. Pemilihan vaksin yang tepat dan aplikasi vaksinasi yang sesuai kondisi di masing-masing peternakan menjadi titik kunci keberhasilan perlindungan dari serangan. Hal terpenting adalah bisa menerapkan 4M meliputi Materi (ayam dan vaksin), Metode, Mileu/lingkungan, dan Manusia yang berperan penting dalam mencapai keberhasilan vaksinasi.

5. Meningkatkan daya tahan tubuh ayam dengan suplementasi dan program kesehatan tepat

Terkait program kesehatan herbal sudah banyak diterapkan di lapangan juga saat ini. Ekstrak tanaman diketahui memiliki berbagai nutrisi dan senyawa kimia (zat bioaktif) yang berkhasiat dan mampu berfungsi sebagai suplemen, antibakteri, antiparasit, antiprotozoa hingga antiradang. Medion mengembangkan produk herbal yang mana dan sudah terstandarisasi baik kualitas bahan baku maupun produk jadinya. Contohnya Fithera sebagai antibakteri dan antiprotozoa, imustim untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh, Kumavit untuk meningkatkan nafsu makan, Heprofit sebagai suplemen untuk melindungi hati ayam dari kerusakan (hepatoprotektor) serta Inflagrin untuk membantu mengatasi radang pada unggas. Terdapat juga alternatif berupa asam organik (contohnya Asortin) dan enzim (contohnya Betterzym). Selain itu, ada juga Optigrin yang memiliki sifat antibakteri dan antiprotozoa sehingga efektif menekan pertumbuhan mikroba patogen yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti AGP. Tujuan utama pemberian alternatif ini sama halnya dengan AGP yaitu memelihara keseimbangan mikroflora usus dan mengoptimalkan proses pencernaan.

6. Monitoring kesehatan dengan uji laboratorium

Sulitnya menentukan analisa penyakit seperti AI, ND atau IB merupakan salah satu kendala yang dihadapi banyak peternak di lapangan. Pemanfaatan uji serologis (misalnya HI test dan ELISA), uji biologi molekuler (PCR dan sequencing), serta uji kualitas pakan dan kadar mikotoksin dapat dilakukan sebagai sarana meneguhkan diagnosa penyakit. Uji serologis juga bermanfaat untuk monitoring titer antibodi seperti AI. Medion menghadirkan MediLab (Medion Laboratorium) di beberapa kota besar di Indonesia, dengan begitu peternak diharapkan terbantu dengan adanya jasa uji laboratorium ini.

Tren penyakit unggas yang cenderung sama dari tahun ke tahun sepertinya akan berulang lagi di tahun depan. Evaluasi usaha peternakan perlu dilakukan guna menentukan strategi yang perlu diambil ke depannya. Sukses selalu peternakan unggas Indonesia.

Proyeksi Penyakit Unggas 2022
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin