Semenjak tahun lalu dikeluarkannya larangan Antibiotic Growth Promoter (AGP) pada pakan ayam, berbagai upaya dilakukan peternak dengan mulai mencari bahan atau substansi lain yang dapat digunakan dalam program kesehatan ayam. Bahan yang tidak menimbulkan efek negatif terutama tidak memicu resistensi, tidak menimbulkan residu pada ayam namun mampu menjaga kesehatan ayam serta meningkatkan produktivitas.
Salah satu pilihan peternak yaitu herbal. Penggunaan tumbuhan herbal baik sebagai feed additive atau sebagai pengobatan cenderung meningkat. Terlebih lagi, masyarakat memang telah mengenal pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sejak lama, namun hanya sebatas pengetahuan turun temurun sebagai bentuk interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya. Setiap wilayah di Indonesia memiliki keberagaman tumbuhan yang khas dan berbeda dengan daerah satu dan lainnya. Pemanfaatan sumber daya tumbuhan ini bisa menjadi upaya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan usaha domestikasi tumbuhan obat (Kandari dkk., 2012).
Mengenal Herbal
Herbal adalah bahan zat aditif yang berasal dari tumbuhan, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang mengandung metabolit sekunder. Herbal secara umum dapat diartikan juga semua jenis tumbuhan yang mengandung senyawa kimia alami yang memiliki efek farmakologis (efek penyembuhan) terhadap penyakit akut hingga kronis (Suryanto dan Setiawan, 2013). Perkembangan selanjutnya fitobiotik yang berupa campuran dari tumbuh-tumbuhan herbal terbagi menjadi tiga klasifikasi yaitu :
- Jamu Obat herbal yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tumbuh-tumbuhan yang menjadi penyusun jamu tersebut. Biasanya jamu dibuat dengan mengacu resep peninggalan leluhur atau turun temurun. Jamu dibuat dengan tidak melakukan pembuktian ilmiah hingga klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris (pengalaman) dan pengamatan fisik.
- Obat Herbal Terstandar (OHT) Obat herbal terstandar dibuat dari ekstrak tumbuh-tumbuhan dengan dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis serta uji toksisitas akut dan kronis. Dalam proses pembuatannya, OHT sudah memakai peralatan yang kompleks.
- Fitofarmaka Herbal terstandar mengalami pengembangan lebih lanjut menjadi fitofarmaka ketika dalam proses pembuatannya dilakukan uji klinis pada manusia.
Berbagai Jenis Tanaman Herbal untuk Ayam
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati. Di Indonesia terdapat ± 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan. Dimana sekitar 7.500 jenis diantaranya termasuk tumbuhan yang berkhasiat untuk dijadikan sebagai obat. Jumlah tumbuhan obat yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 1.000-1.200 jenis, yang rutin digunakan oleh industri obat tradisional baru sekitar 300 jenis (BPOM RI, 2016).
Pada umumnya, bahan aktif dari tumbuhan herbal ditemukan dalam bentuk metabolit sekunder yang perannya penting bagi kelangsungan hidup spesies tumbuhan tersebut. Satu tumbuhan biasanya menghasilkan lebih dari satu jenis metabolit sekunder (asam organik, minyak atsiri, dan lain-lain) sehingga memungkinkan dalam satu tumbuhan memiliki lebih dari satu efek farmakologis. Sebagian besar herbal memiliki sifat antibakteri, koksidiostat, anthelmintik, antioksidan, antiinflamasi atau bahkan antivirus. Obat herbal sudah digunakan sejak ratusan tahun lalu dan menunjukkan khasiatnya untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan mempercepat pemulihan penyakit.
Komposisi dalam produk herbal ayam bervariasi dari berbagai kombinasi jenis tumbuh-tumbuhan. Di kalangan budidaya unggas, beberapa contoh tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat ramuan herbal diantaranya :
- Kunyit (Curcuma) Komponen utama pada rimpang kunyit (Curcuma) yang berkhasiat yaitu minyak atsiri dan zat warna kuning (kurkuminoid). Zat aktif dalam ekstrak kunyit dapat mempercepat proses metabolisme (pencernaan) nutrisi melalui rangsangan kerja enzim pencernaan, serta peningkatan sekresi kelenjar empedu untuk mempercepat pemecahan nutrisi (terutama lemak, red). Efeknya, lambung lebih cepat kosong dan nafsu makan ayam meningkat (Handayani dan Maryani, 2002). Kandungan zat aktif dalam ekstrak Curcuma mampu menghambat pertumbuhan bakteri merugikan (patogen) dengan cara mengganggu permeabilitas membran selnya (Oomah, 2000). Menurut Kusuma Wardhani (1988) dalam Agustiana (1996), pemberian kunyit dalam ransum dapat meningkatkan bobot badan, mengoptimalkan konversi pakan, serta menurunkan lemak.
- Jahe (Zingiber officinale) Jahe mengandung minyak atsiri yang bersifat antiinflamasi (anti peradangan), menambah nafsu makan, memperbaiki kesehatan pencernaan, serta sebagai antioksidan.
- Daun Sirih (Piper betle Linn.) Tepung daun sirih (Piper betle Linn.) mengandung zat antibakteri dan dapat menurunkan kadar kolesterol daging. Fraksi air dari daun sirih mengandung senyawa flavonoid yang dapat membantu menurunkan akumulasi lemak tubuh serta menurunkan kadar kolesterol darah dengan cara meningkatkan ekskresi asam empedu dan mengurangi kekentalan darah. Sehingga mengurangi terjadinya pengendapan lemak pada pembuluh darah (Carvajall-Zarrabak dkk., 2005).
- Sambiloto (Andrographis paniculata) Pada umumnya sambiloto digunakan sebagai obat infeksi saluran pencernaan (Sindermsuk, 1993), diare (Duke dan Ayensu, 1985), infeksi saluran pernafasan, menghambat pertumbuhan jamur (Cahyadi, 1996). Selain itu, penggunaan sambiloto efektif sebagai imunomodulator, peningkatan respon kekebalan dan membantu meningkatkan titer antibodi terhadap hasil vaksinasi.
- Bawang putih (Allium sativum) Bawang putih merupakan salah satu bahan antioksidan yang dapat meminimalisir terjadinya stres oksidatif (kondisi dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas). Stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal ke dalam tubuh. Pemberian ekstrak bawang putih dalam ransum ayam juga dapat mempercepat pertumbuhan, mempertahankan daya tahan tubuh, meningkatkan sistem kerja organ pencernaan sehingga penyerapan makanan lebih optimal (Siti Dharmawati, 2013).
- Oregano (Origanum vulgare) Di peternakan, oregano bermanfaat sebagai pengobatan infeksi pernapasan dan pencernaan karena memiliki sifat antimikroba serta antioksidan.
- Mengkudu (Morinda citrifolia) Ampas buah mengkudu diambil dari limbah perasan sari mengkudu yang masih mengandung senyawa bioaktif polifenol dan saponin. Bioaktif ampas mengkudu tersebut dapat digunakan sebagai imbuhan pakan dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum khususnya pada ayam petelur. Senyawa polifenol pada tanaman yang berhubungan dengan aktivitas metabolisme hewan dapat berupa antrakinon yang bersifat anti bakteri. Manfaat ampas mengkudu yaitu sebagai imbuhan pakan pada ayam dan senyawa bioaktif menggantikan peran antibiotika.
- Tumbuhan Kaki Kuda (Tussilago) Mucilage (polisakarida larut air) dan zat felonik (flavonoid, tanin, dan asam felonik) merupakan senyawa aktif utama dalam tumbuhan ini. Beberapa manfaat dari pemberian Tussilago yaitu memiliki sifat antibakteri (Kokoska et al., 2002), antiinflamasi dan antioksidan (Diana Barragan Ferrer, 2016).
- Thymus (Thymee) Daun Thymee mengandung minyal atsiri, asam organik dan dan senyawa fitogen yang memiliki manfaat yaitu menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu seperti Salmonella sp. dan sebagainya.
- Daun Nimba (Azadirachta indica) Daun Nimba telah diteliti memiliki kandungan aktif yang bermanfaat sebagai antibakteri dengan perannya merusak dinding sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhannya (Zhang, 2010). Selain itu, daun Nimba juga memiliki sifat pembasmi radikal bebas atau antioksidan (Manikandan, 2009). Ekstrak daun Nimba juga bisa berperan sebagai hepatoprotektor dalam melindungi hati dari kerusakan (nekrosis hati) (Alzohairy, 2016).
- Yucca (Yucca schidigera) Ekstrak Yucca telah dikenal lama karena kemampuannya dalam mengurangi kadar amonia dari feses di kandang. Glycocomponent dari Yucca dapat mengikat amonia dan gas berbahaya lainnya yang berasal dari feses ternak sehingga dapat mencegah pelepasan gas-gas beracun di area kandang dan sekitarnya.
Obat Herbal Terstandar
Penerapan obat herbal tradisional seperti jamu untuk kesehatan unggas memang sudah lazim, namun masih memiliki kekurangan. Seperti yang sebelumnya telah disebutkan bahwa pembuktian khasiat jamu baru sebatas pengalaman dan belum ada hasil penelitian ilmiah serta belum bisa dipastikan ketepatan jumlah zat aktif dalam tiap dosisnya. Untuk mendapatkan khasiat obat herbal yang terbukti aman dan sudah teruji, maka obat herbal terstandar bisa menjadi rekomendasi dalam program kesehatan unggas.
Untuk mendapatkan obat herbal terstandar yang baik dan aman, seluruh proses produksi hingga distribusinya tidak boleh dilakukan asal-asalan dan perlu memperhatikan beberapa aspek, diantaranya:
- Pemilihan bahan baku tumbuhan terstandarisasi
Pada pembuatan produk herbal diperlukan penyediaan bahan baku tumbuhan yang kontinu dan berkesinambungan agar produksi herbal tersebut tidak terhenti. Selama ini belum banyak tumbuhan obat yang dibudidayakan secara meluas, melainkan hanya ditanam sesuai kebutuhan saja pada lahan kecil atau pekarangan yang hasilnya tidak direncanakan sebagai komoditi utama oleh peternak.
Pada produksi herbal skala kecil, umumnya bahan baku yang digunakan belum terstandarisasi. Sebaliknya standarisasi bahan baku hanya dilakukan di tingkat industri besar saja yang sudah memproduksi produk herbal. Untuk memenuhi standarisasi diperlukan adanya ilmu farmakognosi yaitu ilmu yang mempelajari bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami hingga melewati berbagai macam uji. Terutama di bidang ekstraksi, analisis, dan teknologi proses sehingga dapat membuat bahan baku yang bisa dipertanggungjawabkan kualitas dan keempirisan (data hasil uji coba) kandungan kimianya. Selain itu, kualitas bahan baku juga sangat bervariasi tergantung pada kondisi penanaman, umur dan waktu panen, penanganan saat panen, serta penyimpanan.
- Proses pembuatan
Bukan proses yang mudah untuk membuat ramuan herbal terstandar. Tak jarang kesalahan proses pembuatan justru akan merusak zat kimia yang terkandung di dalam bahan tumbuhan herbal tersebut. Sebagai contoh, proses penjemuran atau pemanasan yang berlebihan bisa menguapkan beberapa minyak esensial dan merusak enzim-enzim tertentu di dalamnya sehingga potensi zat kimianya berkurang.
Meski bahan aktif herbal tidak tahan terhadap suhu panas yang berlebih, bukan berarti tak ada teknologi untuk membuatnya tetap stabil saat proses ekstraksi. Ada beberapa perusahaan obat yang menggunakan teknologi khusus, seperti teknologi ekstraksi dingin, untuk melindungi zat aktif herbal agar tidak rusak oleh pemanasan.
Menurut PP RI No.72 pasal 24 (1998), pengemasan sediaan farmasi atau obat-obatan harus menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan obat. Namun, harus tetap menjamin obat berada dalam kondisi yang baik selama transportasi dan penyimpanan.
Menurut Kementerian Pertanian (keputusan Menteri Pertanian Nomor 453 Tahun 2000 tentang obat alami untuk hewan), peraturan dan standar pembuatan, penyediaan, dan peredaran produk herbal untuk hewan di Indonesia sama dengan produk sintetik, di antaranya yaitu:
- Produk herbal yang diperuntukkan bagi hewan (termasuk unggas) harus aman bagi hewan, manusia, dan lingkungan. Salah satu yang menjadi perhatian ialah faktor kontaminasi tanaman herbal oleh logam berat dan insektisida.
- Produk herbal harus memiliki khasiat sesuai tujuan pengobatan (untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, atau pemacu pertumbuhan) dan berkualitas dengan standar mutu yang sesuai (lolos uji di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan/BBPMSOH).
- Ada pembatasan jumlah jenis bahan herbal/tanaman yang boleh digunakan dalam satu produk. Misalnya, dalam satu produk paling banyak terkandung 10 jenis tanaman. Hal ini dikarenakan proses pengujian yang sulit, lama, dan tidak murah.
- Perlu ditelaah pula kemungkinan terjadinya “drug interaction” dari setiap jenis tanaman herbal jika di dalamnya terkandung lebih dari satu jenis herbal. Apakah sinergis, adisi, atau antagonis.
- Perlu standarisasi ukuran/dosis yang digunakan. Misalnya, ukuran “segenggam” harus distandarkan dengan disebutkan satuan-satuannya, misal (berat = gram, volume = ml).
- Perlu standarisasi dosis untuk berapa takaran/jumlah, waktu, dan frekuensi penggunaannya dalam sehari. Herbal yang digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu bisa berefek negatif bila penggunaannya tidak tepat dosis. Guna dari standarisasi dosis ini karena penetapan cara aplikasi dan dosis produk herbal tradisional seringkali masih menjadi kendala bagi para peternak karena konsistensi dosis dari pemberian ramuan pertama, kedua, dan seterusnya belum optimal (dosis kadang masih berubah-ubah). Hal ini disebabkan data dosis respon dari penelitian/studi klinis masih terbatas, belum semua jenis tanaman herbal telah melalui prosedur standar sampai uji klinis (Kusumaning, 2012).
Sehingga dalam proses pembuatannya perlu melalui beberapa tahapan seperti penelitian, standarisasi hingga sampai pada pengembangan produk. Pengembangan obat herbal terstandar ini sebagai produk herbal yang lebih efektif dan layak karena telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku simplisia dan uji pra klinik (Kementan RI, 2000). Selain itu, proses produksi herbal juga disesuaikan dengan persyaratan dan standar seperti Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Peraturan Badan Pembuatan Obat dan Makanan (BPOM), dan Farmakope Obat Hewan Indonesia (FOHI).
- Memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk
Untuk dapat menjamin mutu dan kualitas obat herbal terstandar, dilakukan standarisasi dan identifikasi dalam keseluruhan proses produksi tersebut. Kontrol kualitas dalam produksi herbal mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan baku, produk setengah jadi, hingga produk jadi (BPOM, 2006).
Terkait penggunaan produk herbal, tidak ada larangan untuk penggunaannya, namun sebaiknya pilih produk herbal yang sudah terstandarisasi. Beberapa perusahaan obat hewan, termasuk Medion, kini telah mengembangkan beberapa produk herbal yang aman dan sudah terstandarisasi, baik kualitas bahan baku maupun produk jadinya.
Mediherba merupakan umbrella brand untuk produk-produk herbal berkualitas yang dikembangkan oleh Medion. Produk-produk herbal Medion diklasifikasikan berdasarkan tujuan indikasi. Sebagai antibakteri dan antiprotozoa dapat diberikan Fithera, produk herbal untuk membantu penyembuhan infeksi bakteri (CRD, Korisa dan Colibacillosis) dan koksidiosis pada unggas. Untuk suplemen, peternak dapat menggunakan Gingertol untuk memulihkan energi pada ayam atau Kumavit yang mampu meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, ada pula Imustim sebagai suplemen yang mampu meningkatkan sistem imun, nafsu makan, dan membantu dalam pemulihan kesehatan ternak. Heprofit juga suplemen yang bisa diberikan untuk melindungi sel hati dari kerusakan dan mengoptimalkan performa unggas. Sebagai support saat pengobatan atau perbaikan manajemen pemeliharaan bisa diberikan Ammotrol yang berfungsi mengikat gas amonia dalam kandang, serta Respitoran untuk membantu mengatasi gangguan pernapasan saat infeksi bakterial dan viral serta membantu mengatasi gangguan pernapasan akibat reaksi post vaksinasi vaksin aktif. Semua produk-produk herbal tersebut akan diulas lebih lengkap selanjutnya di rubrik.
Semoga bermanfaat.
banyak tanaman herbal di sekitar kita, tapi jarang yang tahu kegunaan dan manfaatnya… terimakasih min, postingan bagus
Sama-sama. Semoga bermanfaat.
mohon dicantumkan sitasinya
Selamat siang, silakan hubungi tim konsultasi teknis kami di alamat email info@medion.co.id. Terima kasih.