Cabai merupakan komoditas sayuran penting yang banyak dibudidayakan karena memiliki daya adaptasi luas dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Sebagian besar cabai digunakan untuk keperluan rumah tangga yang dikonsumsi dalam bentuk segar, kering, atau olahan. Tanaman cabai berasal dari genus Capsicum. Terdapat banyak spesies dari genus capsicum, namun yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Capsicum annuum (cabai merah besar, cabai merah keriting, dan paprika)dan Capsicum frutescens (cabai rawit).
- Cabai merah besar
Cabai besar dapat tumbuh di berbagai ketinggian, baik di lahan darat, lahan sawah maupun pantai.
- Cabai merah keriting
Cabai merah keriting lebih tahan disimpan. Cabai keriting dapat tumbuh di berbagai ketinggian, baik dilahan darat, maupun lahan sawah.
- Paprika
Buah dipanen saat masih muda, yaitu ketika masih berwarna hijau atau kuning. Paprika cocok tumbuh di dataran tinggi.
- Cabai rawit
Umur panennya berkisar 90-100 hst (hari setelah tanam). Tanaman cabai rawit berumur tahunan dan dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat dan berbagai tipe tanah seperti tanah darat, tanah sawah, dan pantai.
Produksi cabai di Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 2.77 juta ton yang terdiri cabai merah dan cabai rawit (BPS, 2020). Produksi cabai di Indonesia pada tahun 2017-2020 selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada Grafik 1. Pada tahun 2020 produksi cabai tertinggi terjadi pada bulan Agustus yang mencapai 280.78 ribu ton dengan luas panen 73.77 ribu ha (Grafik 2).
Tingginya produksi karena meningkatnya luas panen yang terjadi di musim kemarau. Penanaman cabai yang dilakukan pada musim kemarau dapat mengurangi risiko terserangnya tanaman cabai dari penyakit yang disebabkan jamur atau bakteri. Namun penanaman cabai yang dilakukan pada musim kemarau memiliki kendala karena serangan hama yang akan lebih banyak pada musim kemarau.
Tanaman cabai merah dapat dibudidayakan di dataran rendah hingga dataran tinggi sampai ketinggian 1,400 mdpl. Namun pertumbuhan di dataran tinggi akan menjadi lebih lambat dibandingkan di dataran rendah. Cahaya matahari sangat dibutuhkan selama pertumbuhan dan perkembangan tanamana cabai. Rata-rata suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 21-28°C. Tanaman cabai dapat tumbuh di berbagai jenis tanah dengan drainase yang baik dan ketersediaan air cukup selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Produktivitas yang dicapai petani pada umumnya masih berada pada tingkat di bawah potensi hasil. Salah satu penyebab masih belum dicapainya potensi hasil tersebut adalah gangguan hama dan penyakit tanaman yang tidak dapat dikendalikan. Serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan tanaman mengalami kerusakan parah dan berakibat gagal panen.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sangat penting dilakukan untuk menjaga agar tanaman cabai dapat berproduksi dengan optimal. OPT yang menyerang tanaman cabai sangat beragam dari kelompok hama maupun penyakit. Hama yang umumnya menyerang tanaman cabai adalah ulat grayak, thrips, kutu kebul, dan kutu daun. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman cabai adalah antraknosa, bercak daun, layu fusarium, layu bakteri, dan virus kuning.
Salah satu hama yang menyerang cabai adalah kutu daun (Myzus persicae). Kutu daun memiliki ukuran tubuh yang kecil (1-2 mm) dan siklus hidupnya berkisar 10-20 hari. Populasi hama ini dapat meningkat pada musim kemarau, namun sebaliknya akan menurun pada musim hujan. Tanaman inang kutu daun lebih dari 400 jenis, antara lain adalah cabai, kentang, kubis, wortel, seledri, mentimun, terung, bayam, tembakau, tomat, dan petsai.
Serangan kutu daun banyak terjadi pada musim kemarau. Hama ini biasanya menetap pada bagian bawah daun, pucuk tanaman, bunga, batang, dan dalam lipatan daun yang keriting. Bagian tanaman yang banyak diserang adalah pucuk tanaman dan daun muda.
Kutu daun merusak tanaman dengan cara menghisap cairan sel pada bagian daun, terutama pada daun muda atau bagian pucuk. Serangan kutu daun menyebabkan daun menjadi keriput, keriting, dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil). Serangan yang tinggi dapat menyebabkan daun menjadi gugur, buah kecil, tanaman menjadi layu, dan mati.
Selain itu kutu daun juga menyebabkan kerugian secara tidak langsung. Kutu daun menjadi vektor (pembawa atau perantara) dari virus, antara lain virus menggulung daun kentang (PLRV), virus kentang Y (PVY), Cucumber Mosaik Virus (CMV) dan lain-lain. Kutu daun menghasilkan cairan manis seperti madu. Cairan tersebut dapat menjadi tempat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga yang berwarna kehitaman pada permukaan daun sehingga dapat menghambat proses fotosintesis.
Pengendalian hama pada tanaman cabai maupun tanaman lainnya dapat dilakukan secara terpadu. Pengendalian hama dilakukan dengan memadukan berbagai cara untuk menurunkan intensitas serangan hama sehingga tidak merugikan secara ekonomis dan aman bagi lingkungan. Pengendalian dilakukan secara kultur teknis, mekanis, hayati, dan kimiawi.
1. Kultur Teknis
Melakukan budidaya tanaman dengan teknik tertentu sehingga kondisi pertanaman tidak atau kurang sesuai untuk tempat hidup atau berkembangnya hama.
- Pengolahan lahan dan sanitasi dengan membersihkan semua gulma dan sisa tanaman di area pertanaman cabai.
- Penggunaan mulsa plastik hitam-perak dapat mengurangi serangan dari hama kutu daun dan thrips. Mulsa plastik pada cabai juga dapat menekan pertumbuhan gulma di sekitar tanaman cabai.
- Pola tanam tumpang sari cabai dengan bawang daun, dapat menekan intensitas serangan hama karena bawang daun memiliki sifat sebagai pengusir hama.
2. Mekanis
Pengendalian yang dilakukan dengan cara mamatikan langsung, menghalangi (barier), atau mengumpulkan hama.
- Menggunakan perangkap likat kuning sebanyak 40 buah per ha. Perangkap dipasang setelah tanaman berumur 2 minggu.
- Menggunakan naungan (netting hous) untuk menekan masuknya hama ke pertanaman cabai.
3. Hayati
Pengendalian hama menggunakan musuh alaminya dengan melindungi dan mendorong kehidupan musuh alaminya. Menjaga keseimbangan ekosistem musuh alami dari hama penting dilakukan untuk menekan populasi hama di lapangan. Terdapat beberapa musuh alami yang berperan sebagai predator, parasitoid, dan patogen bagi hama kutu daun.
- Predator
Kepik Cocclinella transversalis, kepik Harmonia octomaculata, kumbang Menochillus sexmaculatus, serangga Chrysopa sp, larva lalat bunga syrphida.
- Parasitoid
Tawon parasitoid Diaeretiella rapae, Aphidius sp.
- Patogen
Entomophthora sp, Verticillium sp sebagai cendawan entomopatogen (organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga).
4. Kimiawi
Pengendalian hama menggunakan bahan kimia beracun atau bahan lainnya (pestisida) yang dapat melindungi tanaman dari hama. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan telah mendapatkan perijinan atau registrasi. Insektisida yang digunakan misalnya dengan Abamax yang efektif untuk membasmi hama termasuk kutu yang menyerang tanaman cabai. Jika terlihat ada gejala atau ditemukan kutu pada tanaman segera gunakan Abamax.
Abamax merupakan insektisida yang memiliki bahan aktif abamectin. Pemberian Abamax dapat menggunakan konsentrasi 0.5-1 ml/l. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari. Dalam penggunaan insektisida tetap perlu memperhatikan 6T, yaitu tepat sasaran, tepat jenis, tepat mutu, tepat waktu, tepat dosis, dan tepat cara aplikasi.