Ternak sapi merupakan ternak yang cukup populer di Indonesia dan salah satu komoditas potensial dalam pengembangan usaha peternakan. Terlihat dari pertumbuhan populasi pada tahun 2017 sebesar 2.7% dan tahun 2018 sebesar 3.8% dengan populasi total sapi potong di Indonesia sebanyak 17 juta ekor di tahun 2018. Beternak sapi memang menarik dan siapapun bisa menekuni bisnis tersebut. Beternak sapi telah mendapat dukungan dari pemerintah untuk menekan angka impor daging. Pemerintah terus berupaya keras mewujudkan ketahanan pangan untuk komoditas daging sapi melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB). Program tersebut ditujukan untuk optimalisasi reproduksi ternak sapi sehingga bisa mempercepat peningkatan populasi.

Salah satu kendala yang dapat mempengaruhi percepatan pengembangan peternakan sapi adalah penyakit. Penyakit tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi karena dapat menurunkan produktivitas ternak namun juga dapat mengakibatkan kematian. Dampak negatif lain yang dapat muncul yaitu menurunnya minat peternak untuk mengembangkan usahanya. Salah satu penyakit yang banyak menyerang ternak sapi adalah cacingan.

Cacingan pada Sapi

Sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional yakni dengan membiarkan ternaknya mencari pakan sendiri akan memudahkan ternak terinfestasi cacing dibandingkan sapi yang dipelihara secara modern. Jenis cacing yang banyak menginfeksi sapi secara berurutan yaitu cacing gilig, cacing daun dan cacing pita.

Cacing gilig paling banyak ditemui kasusnya karena sesuai kondisi cuaca Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembapan tinggi yang sangat kondusif untuk cacing gilig berkembang. Toxocara vitulorum merupakan cacing gilig yang banyak dijumpai pada anak sapi. Penyakit ini menyebabkan produktivitas sapi menurun bahkan hingga menyebabkan kematian. Cacing ini menular secara vertikal atau ditularkan dari induk ke anak melalui larva yang ada di uterus masuk ke tubuh fetus dan ditularkan secara horisontal yaitu dari sapi sakit ke sapi sehat melalui pakan, air minum, maupun kolostrum yang terkontaminasi larva cacing. Pada infeksi yang parah, sapi dapat muncul gejala diare, hilang nafsu makan, kurus, gejala penapasan akibat radang paru-paru.

Jenis cacing yang banyak ditemui berikutnya adalah cacing daun. Dengan kasus yang banyak merugikan peternak adalah cacing hati yang sering disebut Fasciolasis. Penyakit ini disebabkan F. hepatica di daerah beriklim sedang dan F. gigantica di daerah yang beriklim tropis basah seperti Indonesia. Cacing hati dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar, sehingga disebut sebagai penyakit ekonomi. Fascioliasis secara ekonomi merugikan para peternak karena menurunkan harga jual sapi, tingkat produktivitas, bobot sapih pedet, dan laju pertumbuhan. Fasciolasis juga akan memacu peningkatan ternak untuk di culling. Fasciola sp memerlukan inang perantara siput dari famili Lymnaeidae untuk perkembangan siklus hidupnya. Kemudian menular ke sapi sehat melalui rumput yang tercemar larva (metaserkaria) cacing. Pada kasus yang sudah berlangsung lama, sapi dapat terjadi gangguan pencernaan berupa kesulitan mengeluarkan feses, atau pada kasus yang berat dapat terjadi diare. Sapi akan menunjukkan gejala lemas, dan pertumbuhan terhambat.

Jenis cacing pita yang paling banyak ditemukan pada sapi yaitu Taenia saginata. Telur cacing yang termakan bersama rumput akan berkembang menjadi fase larva pada tubuh sapi. Larva cacing tersebut berada dalam usus sapi selanjutnya bersama aliran darah menuju ke otot yang disebut dengan Cysticercus bovis. Larva yang termakan dari daging sapi mentah atau yang dimasak kurang matang dapat berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus halus manusia. Pada kasus yang ringan gejala tidak terlihat jelas sedangkan pada kasus yang berat terdapat benjolan di bawah jaringan kulit atau otot.

Bagaimana Mengetahui Ternak Cacingan

Untuk mengetahui ternak terkena cacingan atau tidak, dapat dilakukan beberapa pengamatan seperti berikut :

  • Gejala klinis Cacingan pada awal serangan memang jarang menunjukkan gejala atau perubahan pada ternak. Perubahan hanya bisa dilihat pada kasus yang sudah parah.
  • Uji laboratorium Dapat dilakukan pada kasus ringan maupun parah dengan melihat keberadaan telur cacing pada feses. Uji laboratorium dirasa paling efektif karena dapat mengetahui keberadaan telur atau larva cacing secara kualitatif dan kuantitatif.
  • Temuan pada organ dalam Hanya dapat dilihat pada ternak yang sudah mati atau dipotong yakni dengan menemukan cacing dewasa pada organ Jika salah satu atau beberapa sapi ditemukan sapi terinfeksi cacingan, hal ini dapat diartikan dalam satu kelompok ternak tersebut terkena cacingan. Hal ini tentu akan berkaitan dengan penanganan yang perlu dilakukan untuk kelompok ternak tersebut.

Penanganan dan Pencegahan

Pengendalian dan penanganan kasus cacingan pada ternak dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu memutus siklus hidup parasit cacing tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait upaya pengendalian dan penanganan kasus cacingan di antaranya:

  1. Pemberian pakan berkualitas dengan kandungan nutrisi dan jumlah yang cukup. Kualitas pakan, baik rumput maupun konsentrat, yang baik dapat membantu meningkatkan daya tahan ternak karena nutrisi yang diperlukan tercukupi. Jika perlu tambahkan Mineral Feed Suplement S untuk mencegah defisiensi mineral dan membuat sapi potong menjadi lebih gemuk.
  2. Memperhatikan sanitasi kandang dan kebersihan lingkungan dengan tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk dan membersihkan sisa pakan secara rutin, menjaga drainase kandang dan lingkungan di sekitarnya sehingga tidak lembap dan becek, serta menghindari adanya genangan air pada tanah. Selain itu, tanaman dan rumput-rumput liar di sekitar kandang dibersihkan serta melakukan desinfeksi kandang secara rutin menggunakan Antisep, Neo Antisep atau Formadesuntuk kandang kosong.
  3. Ternak sapi sebaiknya tidak digembalakan terlalu pagi karena pada waktu tersebut larva cacing biasanya dominan berada di permukaan rumput yang masih basah. Guna memutus siklus hidup cacing, sebaiknya sistem penggembalaan dilakukan secara bergilir. Artinya sapi tidak terus-menerus digembalakan di tempat yang sama. Pemberian rumput hijauan segar sangat tidak dianjurkan pada ternak sapi yang dipelihara secara intensif. Sebaiknya rumput dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan pada sapi guna menghindari termakannya larva cacing yang menempel pada rumput.
  4. Membasmi populasi inang antara perlu dilakukan dengan menjaga kelembapan dan sekitar kandang tidak basah untuk mencegah kelangsungan hidup siput air tawar tersebut. Berkembang biaknya populasi siput air tawar sebagai inang cacing dapat pula dikurangi dengan cara memelihara itik atau bebek yang berperan sebagai predator alami inang antara tersebut.
  5. Melakukan pemeriksaan kesehatan dan program pemberian obat cacing secara teratur. Pemberian obat cacing merupakan langkah utama dalam upaya pengendalian dan penanganan cacingan baik pada pedet maupun sapi dewasa. Program pemberian anthelmintika/ obat cacing sebaiknya dilakukan sejak masih muda (umur 7 hari) dan diulang secara berkala setiap 2-3 bulan sekali guna membasmi cacing secara tuntas dan memutus siklus hidup parasit tersebut. Produk anthelmintika Medion yang dapat digunakan untuk memberantas cacing gilig, cacing daun dan cacing pita pada sapi yaitu Wormectin Plus dan Wormzol-B.
  6. Pemberian multivitamin secara rutin setiap 2-3 bulan sekali yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak, sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit (termasuk cacingan).
  7. Monitoring telur dan larva cacing perlu dilakukan secara rutin (2-3 bulan sekali) melalui uji feses. Uji feses ini bertujuan untuk menemukan telur cacing baik secara kualitatif (jenis telur cacing) dan secara kuantitatif (jumlah telur cacing tiap 1 gram feses). Hal ini tentu akan berkaitan dengan waktu pengulangan pemberian obat cacing dan penentuan obat cacing yang akan diberikan sesuai dengan jenis cacing yang mengifeksi. Saat ini Medion telah memiliki laboratorium yang dapat melayani uji tersebut, yaitu MediLab yang telah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Pengendalian Cacingan pada Ternak Sapi

2 thoughts on “Pengendalian Cacingan pada Ternak Sapi

  • January 6, 2020 at 3:30 am
    Permalink

    Wormeksin hanya bisa di suntikkan,peternak belum bisa menyuntik,bagaimana alternatip oban lainya

    • January 6, 2020 at 2:58 pm
      Permalink

      Selamat siang, silakan hubungi tim konsultasi teknis kami di alamat email info@medion.co.id. Terima kasih.

Comments are closed.

Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin