Memasuki musim penghujan, menjadikan kita lebih waspada terhadap tingginya insidensi penyakit di peternakan. Curah hujan dan kelembapan yang tinggi membuat suasana yang nyaman untuk perkembangan bibit penyakit. Salah satu penyakit yang kerap meningkat insidensi nya di musim penghujan adalah Avian Influenza (AI) atau yang lebih familiar kita sebut dengan Flu Burung.
Kejadian Avian Influenza di Peternakan
Berdasarkan rangking penyakit viral yang telah dikumpulkan oleh tim Technical Education and Consultation Medion, pada tahun 2021 penyakit ini memasuki 5 besar baik pada ayam layer maupun broiler. Berdasarkan Grafik 1 di bawah ini, pergerakan kasus positif dari sampel hasil uji PCR menunjukkan tingginya kasus tiap kali memasuki musim penghujan.
Berdasarkan data tersebut kita lihat kenaikan kasus AI baik H5N1 (HPAI) maupun H9N2 (LPAI) pada saat memasuki musim penghujan yakni bulan Oktober-Maret. Hal ini menjadikan kita perlu memberikan perhatian lebih untuk melaksanakan program pencegahan AI di kandang.
Avian Influenza merupakan penyakit yang menyerang hampir di semua sistem organ ayam. Disebabkan oleh virus dari golongan Orthomyxoviridae. Penyakit ini menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi peternak, dikarenakan angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan (morbiditas) mencapai yang tinggi sehingga menyebabkan angka culling pun meningkat. Angka kematian ini tentu bergantung dari program vaksinasi, kondisi dan challenge di masing-masing farm. Dari segi kualitas dan kuantitas telur juga mengalami penurunan. Ayam yang terkena AI menunjukkan perubahan warna kerabang menjadi lebih pucat. Selain itu yang tidak kalah penting dari ayam yang terinfeksi AI adalah efek imunosupresan yang menyebabkan penyakit lain menjadi mudah menginfeksi.
Saat ini di Indonesia dikenal ada dua jenis virus AI, yakni HPAI (High Patogenic Avian Influenza) (HPAI) H5N1 yang bersifat ganas karena menimbulkan kematian yang tinggi dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) H9N2 yang bersifat tidak ganas. Meskipun LPAI dikatakan tidak seganas HPAI namun kerugian yang ditimbulkannya cukup serius karena berdampak pada penurunan produksi telur yang sangat signifikan pada serangan tunggal.
Virus LPAI ini bersifat imunosupresan sehingga sering kali pada kasus di lapangan ditemukan bersamaan dengan penyakit lain seperti infeksi bakterial CRD, Colibacillosis, Coryza atau bahkan penyakit viral seperti ND, IB, dan AI H5N1 (HPAI). Dalam kondisi tersebut selain penurunan produksi yang signifikan, LPAI juga memberikan dampak kematian yang cukup tinggi.
Avian Influenza menyerang berbagai jenis unggas, baik layer, broiler, itik, puyuh dan ayam kampung. Umur serangannya juga bervariasi, pada ayam broiler serangan AI dominan terjadi pada umur 3-4 minggu. Sedangkan pada ayam layer seperti terlihat pada Grafik 2 berdasarkan data yang dihimpun oleh tim Technical Education and Consultation Medion dominan terjadi pada umur produksi >18 sampai 35 minggu.
Karakter Virus AI
Virus penyebab AI memiliki amplop sehingga dapat dimatikan menggunakan semua jenis desinfektan. Virus ini juga tidak tahan terhadap panas, virus pada karkas ayam akan mati dengan pemanasan 80°C selama 1 menit. Meskipun virus ini mudah mati, kita tetap harus waspada karena dalam kondisi terdapat material organik ternyata virus ini dapat bertahan lama. Dalam sekam tanpa adanya perlakuan, virus ini dapat bertahan sampai 105 hari, 15 hari pada baju operator kandang yang tidak diganti, serta 35 hari pada feses dan air minum. Selain itu virus penyebab AI termasuk dalam ssRNA yang tidak memiliki proof reading. Sehingga jika terjadi kesalahan pada susunan asam amino dalam proses perbanyakan diri menjadi tidak bisa diperbaiki dan munculah virus AI yang berbeda dengan induknya atau kita kenal istilah tersebut dengan mutasi.
Virus AI memiliki protein permukaan yang penting sebagai penentu subtipe dan faktor infeksi virus. Beberapa protein penting tersebut antara lain adalah Hemaglutinin (HA) yang berfungsi untuk virus masuk ke dalam sel, serta Neuraminidase (NA) untuk keluar dari sel setelah memperbanyak diri. Sampai saat ini diketahui ada 16 jenis HA (H1-H16) dan 9 jenis NA (N1-N9) pada ayam. Sampai saat ini kasus AI yang kami temukan di lapangan di Indonesia disebabkan oleh AI subtipe H5N1 clade 2.3.2.1c (HPAI) dan subtipe H9N2 clade h9.4.5 (LPAI).
Perubahan Gejala Klinis dan Patologi Anatomi Infeksi Avian Influenza di Lapangan
Pada pembahasan sebelumnya kita mengenal dua jenis subtipe AI yakni HPAI (H5N1) dan LPAI (H9N2), yang pada dasarnya kedua subtipe ini memiliki ciri khas yang berbeda saat menginfeksi unggas. AI H5N1 dominan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi sedangkan AI H9N2 menyebabkan penurunan produksi yang signifikan pada serangan tunggalnya. Dahulu kita mengamati adanya perubahan gejala klinis pada AI H5N1 yang lebih parah dibandingkan dengan AI H9N2. Namun akhir-akhir ini mulai ditemukan perubahan yang variatif sehingga untuk membedakan serangan kedua jenis AI ini tidak bisa jika hanya melihat dari penampakan gejala klinis dan patologi anatominya saja.
Infeksi AI H5N1 pada ayam yang sudah divaksin memberikan gambaran yang lebih ringan dibandingkan dengan ayam yang tidak divaksin. Sebaliknya untuk kasus AI H9N2 kombinasi dengan penyakit lain baik viral maupun bakterial kita temukan perubahan yang cukup parah menyerupai AI H5N1.
Berdasarkan gejala klinis yang muncul akibat infeksi AI pada ayam masih sama dengan perubahan sebelumnya, yakni adanya gangguan pernapasan, kemerahan pada jengger, pial, dan bagian kulit kaki. Diare berwarna hijau juga masih sering mucul, disertai dengan penurunan kualitas dan kuantitas produksi telur, serta terkadang muncul tortikolis.
Sedangkan pada itik, gejala klinis yang khas kita kenal dengan sebutan mata biru. Perubahan ini sedikit lebih ringan dibandingkan dengan pertama kali ditemukan kasus AI pada itik sebelumnya yang menampakkan perubahan adanya selaput putih seperti bentukan katarak. Perubahan gejala klinis pada puyuh juga tampak pada kualitas telurnya. Dimana telur dari puyuh yang terinfeksi AI kehilangan pigmentansinya dan berwarna pucat.
Sedangkan untuk perubahan patologi anatomi dari unggas antara lain ditemukan perdarahan pada lemak tubuh dengan derajat keparahan yang bervariasi. Lokasi perdarahan tersebut bisa terdapat pada lemak abdominal, lemak paha, lemak dada, serta lemak dan otot jantung.
Selain itu perubahan yg patognomonis pada kasus AI adalah dilatasi pembuluh darah pada otak, kemudian muncul juga perubahan yang menyerupai kasus IB yakni kista oviduk, namun sangat variatif.
Perubahan patologi anatomi pada kasus AI H9N2 sering ditemukan bersamaan dengan infeksi sekunder yang menyerang akibat dari faktor imunosupresan yang muncul. Pada bagian ovarium ditemukan folikel yang radang, lembek atau pecah, sehingga hal ini mengundang bakteri E.Coli turut menginfeksi dan muncul tanda perkejuan dibagian rongga abdomen.
Beragamnya variasi perubahan gejala klinis dan patologi anatomi yang muncul saat unggas terinfeksi AI ini membutuhkan ketelitian yang lebih saat melakukan nekropsi dan pengumpulan data agar mendapatkan diagnosa yang tepat, mengingat banyak penyakit lain yang secara perubahan mirip dengan AI, misalnya ND, kolera, dan IB.
Upaya Pengendalian Avian Influenza
Melihat beberapa kerugian yang ditimbulkan serta karakter virus AI yang bermutasi dan dari pemantauan kami perubahan tersebut terjadi secara periodik sekitar 2-3 tahun. Sehingga perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan AI. Upaya yang bisa kita lakukan salah satunya adalah kombinasi sinergis antara vaksinasi dan pelaksanaan biosekuriti yang ditunjang dengan manajemen pemeliharaan yang baik. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya :
- Penerapan biosekuriti yang ketat
Penerapan biosekuriti bertujuan untuk mengurangi jumlah bibit penyakit di kandang. Model 3 zona (bersih, transisi, kotor) bisa diterapkan untuk mengamankan peternakan dari bibit penyakit dari luar. Program desinfeksi ketat dan disiplin di lingkungan farm/kandang. Pembatasan lalu-lintas bagi transportasi ataupun personel yang akan masuk ke area peternakan juga penting untuk menghindari masuknya agen infeksi dari tempat lain yang rawan. Perlu melakukan pembersihan feses secara rutin guna menghindari feses menumpuk dan lembap. Hal ini karena kotoran/feses merupakan media ideal yang bisa membawa bibit penyakit. Batasi kontak antara unggas komersial dengan ayam kampung, unggas air atau hewan liar. Karena seperti yang kita ketahui AI pada unggas liar biasanya bersifat subklinis, tidak menampakkan gejala namun mampu menularkan pada unggas yang kita pelihara. Berikutnya, lakukan kosong kandang minimal 2 minggu dihitung saat kandang siap isi supaya memutus rantai penyakit. Hal yang tidak kalah penting adalah lakukan sanitasi pada air minum menggunakan Desinsep, karena virus AI dapat menular melalui air minum dan dapat bertahan hingga 35 hari.
- Tata laksana vaksinasi yang tepat
Dalam pengendalian penyakit viral, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah pencegahan dengan vaksinasi. Vaksinasi ini bertujuan untuk menggertak pembentukan kekebalan pada ayam, sehingga saat ada infeksi AI masuk, tubuh telah memilihi pertahanan. Untuk menunjang keberhasilan vaksinasi maka perlu memperhatikan kualitas vaksin, ketepatan penentuan jadwal vaksinasi, teknik dan aplikasi vaksinasi yang sesuai, serta kondisi unggas saat divaksin. Pemilihan vaksin yang tepat menentukan seberapa optimal pembentukan titer antibodi di dalam tubuh ayam. Penggunaan vaksin yang homolog dengan virus lapang sangat dianjurkan karena akan memberikan perlindungan optimal. Guna mengatasi serangan AI bisa diberikan vaksin AI seperti Medivac AI H5N1 & H9N2 yang merupakan vaksin inaktif berbentuk emulsi mengandung virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 clade 2.3 dan H9N2 yang homolog dengan isolat lapang terkini untuk mencegah AI pada unggas. Sebagai pilihan bisa juga menggunakan vaksin tunggal Medivac AI subtipe H5N1 2.3 atau Medivac AI subtipe H9N2.
Selain tepat pemilihan vaksin, waktu pelaksanaan vaksinasi menjadi salah satu titik kritis yang harus kita perhatikan. Program vaksinasi AI sebaiknya disusun berdasarkan tinggi atau rendahnya challenge (tantangan) virus AI di lapangan dan baseline titer di masing-masing peternakan. Berdasarkan data lapangan, AI biasa menginfeksi ayam pedaging umur di atas 3 minggu. Maka, pelaksanaan vaksinasi AI ayam pedaging cukup dilakukan 1 kali yaitu pada umur 4 hari bersamaan dengan vaksinasi ND aktif, atau pada umur 10 hari. Sedangkan ayam petelur dianjurkan vaksinasi AI 3 kali sebelum masuk masa produksi dan 2 kali setelah puncak produksi dengan vaksin AI yang homolog. Pengulangan vaksinasi AI pada masa produksi bisa dilakukan dengan melihat hasil monitoring titer antibodi.
- Monitoring titer antibodi
Kondisi status kekebalan ayam perlu dipantau sebagai early warning melalui monitoring titer antibodi yang rutin dilakukan minimal sebulan sekali. Hasil daridata ini dapat digunakan untuk menentukan baseline titer (titer standar) di suatu lokasi peternakan. Baseline titer dapat diketahui dengan mengumpulkan data-data hasil uji serologi sebelumnya yang di cek secara rutin minimal 3 periode pemeliharaan dengan program vaksinasi yang sama dan diambil dari ayam dalam kondisi sehat. Sehingga akan terbentuk pola gambaran titer pada suatu peternakan. Agar hasil analisa yang dilakukan representative sesuai dengan kondisi lapangan, pengambilan sampel harus dilakukan acak yang mewakili semua lokasi ayam di dalam kandang dengan jumlah 15-20 sampel/kandang atau 0,5-1% dari total populasi di kandang. Pada ayam layer fase produksi monitoring titer antibodi dilakukan untuk menentukan jadwal revaksinasi yang tepat. Dalam me-monitoring titer antibodi ayam, analisa yang dilakukan bukan hanya melihat nilai Geometric Mean Titer (GMT) dengan standar protektif saja, namun juga dilihat persentase kebal dan keseragamannya yang dibandingkan dengan baseline titer. Baseline ini akan berbeda antar satu farm dengan farm yang lain di lokasi yang berbeda, karena program vaksinasi dan challenge serta kondisi lingkungan yang berbeda juga. Berikut tertampil contoh penerapan baseline titer di suatu farm. Berdasarkan hasil monitoring tersebut, Terlihat adanya penurunan titer AI lebih cepat jika dibandingkan dengan baseline titer sehingga dapat menjadi peringatan dini bagi peternak terkait kondisi ayamnya.
- Menekan imunosupresan dan pemberian suplemen
Pada dasarnya menciptakan kondisi yang nyaman untuk ayam membantu agar ayam tidak mudah terserang penyakit. Untuk itu, perlunya penerapan manajemen yang optimal seperti sirkulasi udara, suhu, dan kelembapan yang sesuai. Manajemen ventilasi yang kurang baik dapat meningkatkan terjadinya penyakit saluran pernapasan. Terlebih lagi pada peternakan dengan sistem kandang terbuka yang sangat bergantung pada kondisi eksternal, peternak harus menyesuaikan dengan lingkungan supaya ayam tetap dalam kondisi yang nyaman dan terhindar dari penyakit. Selain itu perlunya menekan kondisi imunosupresan seperti, adanya kontaminasi mikotoksin, stres dan penyakit imunosupresan lainnya perlu dilakukan karena kondisi ini dapat mempengaruhi antibodi yang terbentuk di dalam tubuh ayam menjadi tidak optimal sehingga jika tantangan AI di lapangan tinggi, ayam akan mudah terserang AI. Pemberian multivitamin (Solvit, Aminovit, atau Fortevit) dan premiks (Mix Plus) sebagai suplemen ransum akan meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Dengan suplementasi vitamin, kondisi selaput lendir unggas akan semakin baik sehingga virus AI yang akan masuk ke selaput lendir bisa optimal dihalau. Selain vitamin, penambahan premiks juga penting untuk melengkapi kebutuhan nutrisi ransum, sehingga proses metabolisme pertahanan tubuh unggas bisa berjalan maksimal.
Dengan penerapan langkah-langkah di atas, diharapkan peternak mendapat informasi tentang AI terkini, dan upaya pencegahannya sehingga kasus kejadian AI di peternakan tidak kembali terulang.