Penggunaan antibiotik di dunia perunggasan sudah tidak asing lagi. Tujuan utama penggunaan antibiotik adalah untuk mengatasi penyakit akibat infeksi bakteri atau mengobati ayam dari organisme patogen penyebab penyakit. Dalam praktiknya, pemberian antibiotik terkadang masih diluar kendali karena pengawasan dan pengetahuan dalam penggunaan antibiotik yang masih terbatas. Penggunaan antibiotik harus sesuai dengan aturan pakai agar dapat membasmi mikroba penyebab penyakit dengan tuntas dan menekan terjadinya resistensi.
Antibiotik merupakan zat kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Berdasarkan daya kerjanya, ada antibiotik yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik dan ada antibiotik yang bersifat membunuh bakteri atau bakterisid. Berdasarkan spektrum kerjanya, antibiotik terbagi atas antibiotik spektrum luas (broad-spectrum) dan spektrum sempit (narrow spectrum). Spektrum luas, bekerja terhadap lebih banyak bakteri, baik Gram negatif, Gram positif, maupun Mycoplasma. Antibiotik spektrum sempit bekerja terhadap beberapa jenis bakteri saja. Contohnya: penisilin hanya bekerja terhadap bakteri Gram positif.
Penggunaan Antibiotik di Peternakan
Tidak bisa dipungkiri, banyak penyakit yang dapat menyerang ayam yang mengakibatkan kerugian seperti penurunan produksi hingga kematian. Upaya yang biasanya dilakukan peternak untuk mencegah dan mengendalikan penyakit antara lain dengan penerapan biosekuriti yang baik, melakukan vaksinasi, serta pemberian antibiotik. Sebelum adanya peraturan penggunaan antibiotik, antibiotik tidak hanya digunakan untuk pengobatan namun juga untuk pencegahan infeksi bakteri, memacu pertumbuhan serta meningkatkan efisiensi pakan. Penggunaan antibiotik dosis kecil dalam pakan untuk memacu pertumbuhan ayam memang dapat mempercepat pertumbuhan. Namun seperti yang diketahui bersama dapat juga berisiko adanya residu dari produk hasil peternakan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada peternakan ayam petelur sebelum adanya peraturan penggunaan antibiotik menunjukkan bahwa 83,3% untuk pengobatan penyakit, 36,7% untuk pencegahan penyakit, 26,7% untuk pencegahan dan pengobatan dan 10% untuk peningkatan produksi (Civas, 2016). Pada publikasi Kementan dari hasil survei pada peternak ayam pedaging di Kalimantan Barat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan pemberian antibiotik pada ayam dikarenakan untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan sebesar 75%, karena ayam tidak mau makan 65%, mencegah ayam terjangkit penyakit 65%, peningkatan tingkat kematian 50% dan karena adanya gejala penyakit 45% (Sumambang, dkk., 2019).
Banyak sekali jenis antibiotik yang beredar di lapangan. Banyak peternak yang sudah menyadari pentingnya pemberian antibiotik dengan bijak sesuai anjuran serta penerapan rolling atau rotasi antibiotik. Namun masih ada pula yang memberikan secara berlebihan dari dosis yang dianjurkan atau kurang dari dosis hingga bahkan ada yang diberikan secara terus menerus. Sebagian orang beranggapan bahwa antibiotik dapat digunakan untuk menyembuhkan semua jenis penyakit ayam sehingga setiap ayam sakit langsung diberikan antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang kurang memperhatikan aturan penggunaannya dapat mengakibatkan adanya residu antibiotik pada produk peternakan dan berkembangnya mikroba resisten dalam tubuh ternak.
Permasalahan AMR (Resistensi Antimikrobia)
Penyebab munculnya antimicrobial resistance (AMR) adalah penggunaan antimikroba yang tidak tepat dosis, (berlebihan atau kurang dari dosis), berkepanjangan dan pengobatan tidak tuntas yang dapat berpengaruh pada kemampuan untuk mengobati penyakit ternak dan berefek pada kesehatan masyarakat. AMR yaitu kemampuan mikroorganisme bertahan terhadap pengobatan antimikroba (antibiotik). Atau mikroorganisme mampu untuk tetap bertahan dan berkembang walaupun terdapat kehadiran agen antimikroba, normalnya mikroorganisme tersebut akan terhambat perkembangannya atau mati.
Agen antimikroba (yang terdiri atas antibiotika, anti-fungal, anti-parasit) secara luas digunakan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit pada manusia dan hewan ternak. AMR terjadi pada saat obat antimikroba menjadi tidak efektif untuk membunuh atau tidak mampu menahan pertumbuhan mikroorganisme target yang digunakan dalam pengobatan. Infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik tertentu akan menyebabkan penyakit semakin sulit ditangani. AMR merupakan ancaman kesehatan secara global, dan penggunaan antibiotika dalam industri peternakan diduga sebagai salah satu penyumbangnya.
Peternakan unggas umumnya dipelihara secara intensif yang menggunakan antibiotika dalam pencegahan dan pengendalian penyakit, serta sebagai penggertak pertumbuhan. Resistensi antibiotik pada produk asal ternak terbentuk akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Resistensi antibiotik terhadap bakteri patogen pada unggas dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan yang menyebabkan kerugian ekonomi dan juga merupakan sumber resistensi bakteri yang membahayakan kesehatan manusia.
Dalam penggunaan antibiotik yang benar akan memberikan keuntungan atau dampak yang positif bagi peternak untuk pengobatan. Namun dalam penggunaannya jika dilakukan secara tidak bijak dan tidak rasional, maka menjadi pemicu terhadap kemunculan bakteri yang tahan atau kebal terhadap efektivitas pengobatan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak bijak pada peternakan unggas khususnya ayam pedaging merupakan salah satu faktor terjadinya resistensi antimikroba atau AMR. Pengetahuan peternak akan AMR masih terbatas.
Pelarangan Penggunaan AGP
Dengan pelarangan pengunaan Antibiotik Growth Promotor (AGP) di usaha peternakan dari tahun 2018 telah berlangsung 3 tahun. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya residu dari antibiotik pada tubuh ayam yang akan turut terkonsumsi oleh manusia. Di satu sisi, peternak mendapat tantangan lebih besar dalam menjaga kesehatan unggas. Baik untuk menjaga produktivitas ayam tetap optimal maupun untuk menjaga kesehatan ayam. Mengingat kebijakan tersebut juga mengakibatkan adanya pengurangan pemakaian antibiotik untuk tujuan pencegahan untuk hewan ternak, termasuk ayam. Dengan pelarangan AGP maka akan berpengaruh terhadap kesehatan saluran cerna untuk mencegah penyakit disaluran pencernaan. Hal yang banyak juga dirasakan adalah masih tingginya penyakit saluran cerna seperti koksidiosis, colibacillosis maupun necrotic enteritis (NE).
Di tahun 2020 hingga Maret 2021 colibacillosis dan koksidiosis merupakan peringkat 3 dan 4 penyakit yang sering menyerang ayam pedaging serta peringkat 5 dan 7 yang menyerang ayam petelur. Hal ini juga selaras dengan data yang ditunjukkan pada Grafik 1 dan 2. Penyakit pencernaan colibacillosis, koksidiosis dan NE baik pada ayam pedaging dan ayam petelur mengalami kenaikan kasus setelah pelarangan/ pembatasan AGP. Jika dibandingkan dengan tahun sebelum 2018 dimana AGP masih boleh digunakan, kasus penyakit pencernaan tersebut mengalami kenaikan setelah tahun 2018. Pada ayam pedaging di tahun 2020 kasus colibacillosis dan NE mengalami penurunan dari tahun 2019. Hal ini seiring dengan semakin banyak produk alternatif pengganti AGP yang tersedia di pasaran. Diharapkan pula hingga akhir tahun 2021 kasus penyakit pencernaan juga semakin menurun dari tahun sebelumnya. Sejumlah upaya dilakukan para pelaku industri peternakan untuk menggunakan produk alternatif pengganti AGP. Namun alternatif tersebut memerlukan beberapa pertimbangan dalam mencari produk yang tepat seperti mampu mengurangi terjangkitnya infeksi, mengurangi jumlah bakteri patogen dan mampu meningkatkan penyerapan nutrisi. Saat ini, banyak tersedia dan beredar alternatif AGP di pasaran seperti asam organik, probiotik, prebiotik, sinbiotik, fitobiotik, enzim, dll. Tujuan utama pemberian alternatif ini sama halnya dengan AGP yaitu memelihara keseimbangan mikroflora usus dan mengoptimalkan proses pencernaan. Medion, sebagai pelaku industri peternakan turut berupaya untuk mengembangkan produk alternatif. Misalnya asam organik (acidifier) yaitu Asortin, fitobiotik (herbal) yakni Optigrin, serta enzim yaitu Betterzyme dan Prozyme.
Pelarangan Penggunaan Colistin
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pelarangan penggunaan colistin pada hewan melalui Peraturan Menteri Nomor 09160/PK.350/F/12/2019 yang dituangkan dalam surat keputusan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tanggal 9 Desember 2019 di Jakarta. Colistin merupakan salah satu antibiotik golongan peptida berfungsi mengobati penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri multidrugs resistence pada manusia yang dalam penggunaan secara luas berpotensi menimbulkan bakteri resisten. Penghilangan colistin sebagai antibiotik ayam tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap kesehatan unggas. Penyakit bakterial pada unggas bisa tetap disembuhkan dengan jenis antibiotik golongan lain yang sama efektivitasnya dengan colistin namun tetap disesuaikan dengan jenis bakterinya. Alternatif antibiotik lain yang bisa digunakan dengan indikasi sejenis.
Selain itu, solusi yang tepat untuk mencegah resistensi suatu antibiotik ialah dengan melakukan rolling antibiotik. Yang dimaksud dengan rolling antibiotik adalah menggunakan atau memberikan antibiotik dari golongan berbeda setiap interval 3-4 kali periode pengobatan atau setelah melakukan uji sensitifitas antibiotik dan hasilnya menunjukkan tidak sensitivitas.
Untuk mengetahui apakah antibiotik yang digunakan masih sensitivitas atau sudah resisten terhadap agen penyakit yang menyerang ayam dapat dilakukan pemeriksaan dengan uji sensitivitas antibiotik. Pengujian tersebut dapat dilakukan di laboratorium Medion yaitu MediLab.
Hal yang perlu ditekankan saat rolling antibiotik adalah berbeda golongan zat aktifnya, bukan hanya berbeda merk produknya. Berikan obat sesuai indikasi penyakit yang menyerang serta dosis dan aturan pakai yang tepat. Begitu juga bisa mencari alternatif pengganti antibiotik lainnya yang bersifat alami, seperti asam organik, probiotik, prebiotik, sinbiotik, fitobiotik, dll. Tujuan utama pemberian alternatif ini sama halnya dengan antibiotik yaitu dapat memelihara keseimbangan mikroflora usus dan mengoptimalkan proses pencernaan. Namun alternatif tersebut memerlukan beberapa pertimbangan seperti mampu mengurangi terjangkitnya infeksi, mengurangi jumlah bakteri patogen dan mampu meningkatkan penyerapan nutrisi. Selain itu juga yang tidak kalah penting memperhatikan manajemen biosekuriti di lingkungan farm secara ketat dan disiplin, menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik, melakukan istirahat kandang selama minimal 14 hari, serta mengupayakan menjaga daya tahan tubuh ayam dengan suplementasi vitamin.
Bijak dalam Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik di farm modern pada awalnya dilakukan untuk mengurangi mortalitas, memperbaiki FCR dan meningkatkan performa pertumbuhan hewan. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa penggunaannya mulai berdampak kurang baik bagi manusia dan hewan. Hal yang ditakutkan dengan adanya penyebaran bakteri yang telah resisten dari hewan kepada manusia melalui sumber pangan. Dalam penggunaan antibiotik perlu menaati peraturan yang telah berlaku sebagai pedoman dalam pemberian antibiotik. Salah satu contohnya melalui penggunaan antibiotik yang hanya diperlukan untuk penanganan infeksi serius dan adanya pembatasan tertentu dalam penggunaannya. Perlu peran, regulasi, dan tanggung jawab dari semua pihak untuk mengatur pemberian antimikrobial pada hewan dan mendapatkan hasil yang optimal.
Banyak hal yang didapatkan dari pembelajaran langsung di farm pasca peraturan penggunaan antibiotik. Seperti pembelajaran dari sisi manajemen operasional, pemberian nutrisi, dan kesehatan hewan. Namun sebenarnya penggunaan antibiotik ini masih bisa digunakan. Di beberapa negara penggunaan antibiotik masih digunakan sebagai treatment untuk mengobati penyakit. dimana harus digalakkan pengobatan secara rasional yang meliputi indikasi, aplikasi, dosis serta lama penggunaan. Dalam pemilihan antibiotik sangat dianjurkan menggunakan antibiotika yang sudah terdaftar di Kementan.
- Tepat indikasi
Indikasi akan mengarahkan pada penyakit yang bisa disembuhkan dengan obat tersebut sehingga perlu diagnosa yang tepat. Untuk arahan diagnosa yang tepat dapat dilakukan dengan mengumpulkan informasi selengkap mungkin dari kasus penyakit yang terjadi. Didukung dengan informasi peternak (anamnesa), gejala klinis, pengamatan perubahan saat bedah bangkai (patologi anatomi), hingga uji laboratorium.
Setelah mendapatkan diagnosa, selanjutnya mencari obat yang sesuai untuk indikasinya. Sebagai contoh, untuk mengobati CRD, perlu dipilih antibiotik yang dapat cocok untuk Mycoplasma. Contoh produk Medion yang bisa digunakan seperti Tinolin, Neo Meditril, Proxan–S, Therapy atau Doxytin.
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan penyebab penyakit, lokasi infeksi (target organ) maupun spektrum kerja antibiotik. Pilih antibiotik yang diberikan melalui air minum untuk kondisi penyakit yang ringan. Sedangkan saat kondisi penyakit yang parah dan perlu diatasi segera gunakan antibiotik yang diberikan melalui injeksi. Perhatikan juga catatan pengobatan yang pernah digunakan. Jika antibiotik dari suatu golongan terlalu sering digunakan, misal 3-4 kali pemakaian, pilih antibiotik dari golongan lain agar tidak resisten.
- Tepat aplikasi
Obat yang diberikan harus mampu mencapai target organ, lokasi kerja atau organ yang sakit sehingga obat bisa bekerja secara tepat dan optimal. Hal ini terkait dengan pemilihan rute pemberian obat seperti oral, parenteral dan topikal. Pemilihan rute pengobatan menjadi hal penting untuk memastikan obat dapat mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan.
Rute oral bisa lewat air minum, pakan, dan cekok. Rute parenteral diantaranya melalui suntikan subkutan (di bawah kulit), intramuskular (lewat otot) dan intravena (langsung ke pembuluh darah).
Jika menginginkan efek pengobatan yang segera dalam mengobati penyakit yang parah, rute parenteral (suntikan atau injeksi) menjadi pilihan utama. Namun bila tidak tersedia sediaan parenteral, maka sediaan oral melalui cekok atau air minum dengan kandungan obat yang memiliki efek sistemik dapat menjadi alternatif pilihan. Agar pengobatan melalui air minum optimal, perlu diperhatikan beberapa faktor berikut:
- Kualitas air minum (pH, logam berat, zak kimia, bakteri)
- Tingkat konsumsi air minum ayam
- Distribusi tempat minum ayam
- Sistem tempat air minum (bell, nipple, saluran terbuka)
- Stabilitas kelarutan obat (homogenitas pencampuran)
- Tepat dosis dan waktu pemberian
Dalam pemberian obat, jumlahnya harus cukup mencapai organ target dan cukup untuk dosis terapi. Jika kurang, bibit penyakit tidak terbasmi tuntas. Jika kelebihan juga dapat beresiko terjadinya overdosis yang dapat berefek negatif bahkan hingga kematian. Hal ini biasanya sudah diperhitungkan oleh produsen obat dalam bentuk dosis untuk setiap pemberian. Inilah alasan mengapa dosis yang akan diberikan harus sesuai aturan pakai yang tertera. Dosis obat akan disesuaikan dengan jumlah air minum ataupun berat badan ayam. Berikut contoh perhitungan dosis obat berdasarkan air minum. Misalnya populasi ayam 1000 ekor dengan berat badan rata-rata ayam 0,8 kg. Maka kebutuhan Tinolin per hari adalah:
= Dosis x BB x Populasi
= 0,4 ml/kg BB x 0,8 kg x 1000 ekor
= 320 ml/hari
Kebutuhan selama 5 hari pengobatan adalah 5 x 320 ml = 1,6 liter
Kebutuhan Tinolin per hari diberikan dalam 2 waktu pemberian yaitu pagi ke siang hari (jam 07.00-13.00) sebanyak 160 ml dilarutkan dalam air minum kebutuhan selama 6 jam, dan 160 ml berikutnya diberikan selama siang ke sore (jam 13.00-19.00). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan kadar obat di dalam tubuh, sehingga obat akan tetap efektif dan agen penyakit dapat dibasmi secara tuntas. Obat tersebut harus diberikan selama minimal 5 hari berturut-turut sesuai aturan pakai yang tertera. Sedangkan jika pemberian obat secara injeksi sebagai contoh Tinolin Injection, maka diberikan sesuai aturan pakai yaitu injeksi melalui intramuskular dengan dosis 0,2 ml tiap kg berat badan. Dalam aturan pakai juga tercantum anjuran “diberikan kepada ayam selama 3 hari berturut-turut”. Kalimat tersebut mengartikan bahwa peternak harus memberikan pengobatan selama 3 hari berturut-turut agar bibit penyakit dapat dibasmi secara tuntas. Dosis yang cukup dan waktu pengobatan yang tepat merupakan prinsip penting dalam pengobatan. Obat perlu berada di dalam darah dalam jangka waktu yang cukup untuk dapat membasmi bibit penyakit. Jika kurang dari itu, dikhawatirkan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Untuk menekan cemaran mikroorganisme termasuk bakteri di lingkungan peternakan maka perlu juga didukung dengan penerapan biosekuriti yang tepat serta tata laksana pemeliharaan yang baik. Dalam era free AGP, dimana penggunaan antibiotika hanya untuk pengobatan, maka perlu mengoptimalkan pelaksanaan biosekuriti secara ketat dan disiplin. Perlu penerapan biosekuriti model 3 zona (bersih, transisi, kotor) di area peternakan, penerapan sanitasi dan desinfeksi kandang, termasuk melakukan istirahat kandang selama minimal 14 hari.
Beberapa tindakan yang perlu dilakukan dalam penerapan biosekuriti di peternakan antara lain:
- Batasi tamu yang berkunjung ke peternakan
- Peralatan, personil dan kendaraan yang memasuki area peternakan harus didesinfeksi
- Operator kandang mengunjungi flok kandang yang umurnya muda dahulu baru kemudian ke flok umur tua
- Menyediakan tempat celup kaki dan semprot badan menggunakan Antisep atau Medisep sebelum memasuki kandang
- Bersihkan sisa pakan sesegera mungkin, cuci tempat ransum dan tempat minum secara rutin serta didesinfeksi dengan merendamnya dalam Medisep, Zaldes atau Neo Antisep.
- Pembersihan dan desinfeksi kandang secara rutin menggunakan Antisep atau Neo Antisep secara rutin. Saat ada wabah, desinfeksi perlu dilakukan setiap hari untuk membunuh agen infeksi penyakit.
- Uji kualitas air (sumber, tandon, kran) terutama saat musim hujan. Saat musim hujan intensitas air tinggi tapi kualitas rendah.
- Lakukan pembersihan saluran air untuk mencegah pertumbuhan biofilm (zat di dalam saluran air yang dapat memicu pertumbuhan bakteri)
- Menerapkan sistem all in all out
- Amankan kandang dari gangguan hewan liar dan berantas vektor penyakit
Upaya penggunaan antibiotik perlu diterapkan secara tepat dan bijak. Agar tujuan efektifitas pengobatan pada ternak dapat optimal dan pencegahan residu produk hasil ternak tetap terkontrol. Semoga bermanfaat