Berdasarkan prediksi dari BMKG awal musim penghujan di Indonesia bervariasi, dimulai dari wilayah barat Sumatera yang memasuki musim hujan lebih awal pada Agustus 2024. Sedangkan untuk wilayah Indonesia timur pada bulan Januari hingga Februari 2025. Sehingga secara umum, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim hujan pada periode Oktober hingga November 2024. Peralihan musim penghujan menjadi tantangan bagi peternak terhadap monitoring kualitas bahan pakan dan pakan yang digunakan, terutama pada bahan pakan sumber nabati yang berasal dari tanaman. Disisi lain, risiko terjadinya kontaminasi jamur dan mikotoksin dapat meningkat, karena lingkungan lebih lembap menjadi kondisi yang nyaman bagi jamur dan mikotoksin untuk mudah tumbuh.
Deteksi Mikotoksin di Lapangan
Di lapangan, kontaminasi jamur pada pakan atau bahan pakan dapat mudah terlihat secara langsung, namun untuk mikotoksin (racun jamur) tidak dapat terlihat secara langsung. Hal ini yang menjadikan mikotoksin dikenal sebagai musuh tersembunyi bagi peternak. Untuk mendeteksi adanya kontaminasi mikotoksin dalam bahan pakan dan pakan, perlu didukung dengan pengujian sampel, baik melalui metode kualitatif ataupun kuantitatif. Pengambilan sampel uji juga harus dilakukan dengan metode yang tepat yaitu homogen dan representatif. Hal ini terkait dengan sifat mikotoksin yang menyebar di titik-titik tertentu pada pakan atau bahan pakan yang terkontaminasi. Metode pengambilan sampel yang tepat dapat menentukan jumlah mikotoksin yang dapat terdeteksi.
Dalam metode kualitatif, untuk mendeteksi ada tidaknya mikotoksin jenis aflatoksin di dalam bahan pakan seperti jagung, peternak bisa mengujinya menggunakan UV Box Mycotoxin Detector. Caranya, sampel jagung digiling kasar terlebih dahulu, kemudian diletakkan dalam kotak hitam dan sorot dengan lampu/senter ultra violet (UV). Jagung yang terlihat berpendar (berwarna hijau keunguan) menandakan sudah terkontaminasi aflatoksin.
Secara metode kuantitatif, peternak bisa mengujikan sampel bahan pakan atau pakan tersebut ke Laboratorium Medion untuk mengetahui berapa kadar (ppb) aflatoksin yang ada di dalamnya. Berikut data monitoring kadar aflatoksin di lapangan yang dilakukan uji di Laboratorium Medion (Grafik 1).
Saat musim hujan tiba, peternak sulit menemukan bahan pakan terutama jagung dengan kadar air yang rendah. Kadar air menentukan waktu simpan di dalam gudang pakan, dimana idealnya kurang dari 14%. Terlebih saat intensitas hujan tinggi, penanganan jagung pascapanen terutama pada petani yang masih memanfaatkan panas matahari sulit untuk menurunkan kadar airnya. Selain itu, faktor manajemen penyimpanan pakan yang kurang baik juga menjadi pemicu pertumbuhan jamur dan mikotoksin. Meningkatnya kelembapan dan adanya tampias air hujan di kandang juga menjadi kondisi yang nyaman bagi jamur untuk mudah tumbuh.
Dampak Kontaminasi Jamur dan Mikotoksin
1. Menurunkan kualitas pakan
Kontaminasi jamur dan mikotoksin dapat menimbulkan penurunan kualitas pakan. Seperti halnya pada jagung yang berjamur kandungan nutrisinya mengalami penurunan, jumlah penurunannya dipengaruhi banyaknya kontaminasi jamur pada bahan pakan atau pakannya. Semakin banyak kontaminasi jamur maka penurunan nutrisi semakin banyak. Hal ini berkaitan bahwa jamur membutuhkan asupan nutrisi untuk berkembang sehingga menggunakan kandungan nutrisi dari bahan pakan atau pakan yang dikontaminasinya. Berikut contoh penurunan kandungan nutrisi jagung yang standar dibandingkan jagung yang berjamur (Tabel 1).
Selain itu, bahan pakan atau pakan yang sudah berjamur akan menghasilkan racun jamur (mikotoksin). Sifat mikotoksin dalam bahan pakan dan pakan relatif stabil dibandingkan jamur, dimana jamur dapat berkurang jika terpapar suhu tinggi (pemanasan). Level kontaminasi mikotoksin perlu diperhatikan terutama pada ternak yang paling sensitif seperti unggas dan babi. Terdapat 5 jenis mikotoksin yang umum dijumpai pada bahan pakan atau pakan ternak yaitu aflatoksin, okratoksin, trikotesena, zearalenon, dan fumonisin. Kontaminasi mikotoksin sebagian besar terjadi secara kombinasi atau lebih dari satu jenis mikotoksin di dalamnya. Sehingga penting memperhatikan jenis toxin binder yang akan digunakan untuk dapat mengikat mikotoksin tersebut.
2. Menurunkan produktivitas ternak
Kontaminasi mikotoksin pada ternak menyebabkan penurunan konsumsi pakan sehingga kebutuhan nutrisi tidak dapat tercukupi. Selain itu, mikotoksin juga dapat menyebabkan peradangan pada saluran pencernaan dan menghambat pertumbuhan vili-vili usus (Anas et al., 2020), akibatnya dapat mengganggu penyerapan nutrisi. Mikotoksin yang terkonsumsi oleh ternak akan terakumulasi, kemudian menyebar pada organ-organ dalam tubuh ternak dan menimbulkan dampak negatif baik pada performa produksi maupun kualitas telur. Selain itu, kombinasi beberapa jenis mikotoksin juga dapat menimbulkan efek yang lebih parah dibandingkan kontaminasi tunggal. Berikut contoh dampak kombinasi kontaminasi mikotoksin terhadap produksi telur pada ayam petelur (Grafik 2).
Mikotoksin mengganggu dalam proses absorbsi usus dan produksi enzim, sehingga menyebabkan vitamin D₃ dan kalsium tidak terserap secara optimal yang mengakibatkan menurunnya kualitas kerabang seperti tipis, pucat, dan mudah retak (pecah).
3. Mengganggu kesehatan ternak
Level kontaminasi mikotoksin yang terus meningkat dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan ternak. Dampak yang ditimbulkan pada ternak antara lain carcinogenic, teratogenic, neurotoxic, hepatotoxic, atau immunotoxic. Jika dilakukan nekropsi ditemukan beberapa patalogi anatomi yang khas tergantung jenis mikotoksin yang menyerang seperti hati rapuh dan pucat, adanya gizzard erosion, pembengkakan ginjal, perdarahan pada lemak pangkal paha, dll. Tingkat keparahan yang ditimbulkan dapat dipengaruhi oleh kondisi ternak, durasi, jumlah kontaminasi mikotoksin di dalam tubuh ternak. Dampak penting yang perlu diperhatikan bahwa mikotoksin bersifat immunosuppressive (menekan sistem kekebalan), sehingga dapat memengaruhi keberhasilan program vaksinasi dan menjadi gerbang pembuka penyakit lainnya mudah masuk. Bahkan jika sudah parah dapat mengakibatkan kematian pada ternak.
Pencegahan dan Penanganan Kontaminasi Mikotoksin di Lapangan
a. Pencegahan kontaminasi mikotoksin
Pencegahan kontaminasi mikotoksin pada bahan pakan atau pakan dilakukan melalui pendeketan dari berbagai aspek mulai dari penanganan pascapanen, disiplin kontrol kualitas, penyimpanan dalam gudang pakan, sampai manajemen pemberian pakan. Bila perlu gunakan feed additive dalam pakan untuk mengatasi jamur dan mikotoksin di dalamnya.
• Penanganan pascapanen
Kelembapan yang meningkat saat musim penghujan menjadi kendala dalam penanganan pascapanen jagung untuk menghasilkan kadar air yang rendah. Terlebih jika proses pengeringan hanya mengandalkan kondisi lapang (sinar matahari) saja. Sehingga perlu langkah yang bijak dalam perlakuan tambahan seperti dikeringkan menggunakan oven (drying) serta mempertimbangkan efisiensi biaya untuk pengeringannya.
• Disiplin kontrol kualitas
Memilih bahan baku yang terbaik menjadi tujuan utama dalam kontrol kualitas, namun kendala di lapangan kondisi bahan baku bervariasi dan tidak stabil terutama saat musim penghujan tiba. Disiplin dalam kontrol kualitas dapat meminimalisir risiko yang ditimbulkan dan tindakan untuk mengatasinya. Tahapan kontrol kualitas dimulai dari uji organoleptik (fisik), kadar air, bila perlu uji kandungan nutrisi dan mikotoksin terutama menjumpai kadar air bahan baku saat musim penghujan relatif lebih tinggi.
• Manajemen penyimpanan yang tepat
Saat musim penghujan, kelembapan lingkungan dalam gudang pakan meningkat menyebabkan penyimpanan bahan baku atau pakan mudah ditumbuhi jamur. Namun hal tersebut, dapat diminimalisir dengan manajemen penyimpanan yang tepat antara lain adalah penyimpanan dalam bentuk kemasan menggunakan pallet sebagai alas untuk menghindari kelembapan secara langsung, perhatikan jarak antar tumpukan dan berikan celah antar tumpukan agar terdapat sirkulasi udara, terapkan prinsip FIFO (first in, first out) sedangkan ketika menjumpai jagung dengan kadar air lebih tinggi dapat menerapkan prinsip FEFO (first expired, first out) untuk digunakan terlebih dahulu. Jika bahan pakan sudah ditumbuhi jamur dan mikotoksin, pisahkan dan terapkan prinsip FCFO (first contamination, first out) dan gunakan mold inhibitor seperti Fungitox untuk menghambat pertumbuhan jamur. Sedangkan penyimpanan dalam bentuk curah perhatikan kebersihan alas, ketinggian curah dan durasi penyimpanan tidak bisa terlalu lama dibandingkan dengan penyimpanan dalam kemasan dan dialasi oleh pallet. Karena penyimpanan dalam bentuk curah bersentuhan langsung dengan lapisan alasnya.
• Penggunaan toxin binder berkualitas
Meminimalisir dampak mikotoksin pada ternak dapat dicegah dengan penambahan toxin binder yang berkualitas. Penambahan toxin binder dalam pakan mampu mengikat mikotoksin sehingga tidak diserap oleh tubuh. Mekanisme kerja toxin binder yaitu aktif dalam saluran cerna untuk mengikat mikotoksin sebelum beredar melalui peredaran darah menuju organ-organ target terutama hati yang berfungsi sebagai detoksifikasi racun. Kemudian akan dikeluarkan bersama dengan feses. Pencegahan dengan penggunaan toxin binder secara tidak langsung dapat mengoptimalkan proses pencernaan dan metabolisme nutrien tetap berlangsung optimal. Nutrien yang tercukupi dan metabolisme yang optimal akan meningkatkan produktivitas ternak. Oleh sebab itu, penggunaan toxin binder dalam pakan berperan penting dalam pemeliharaan ternak. Terutama saat musim penghujan tingkat kontaminasi mikotoksin berpotensi lebih tinggi. Jenis mikotoksin dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia dan fisiknya, termasuk polaritas, kelarutan, ukuran dan bentuk molekul. Terutama terkait polaritas dan ukuran, dapat memengaruhi daya ikat terhadap toxin binder yang digunakan. Berikut jenis mikotoksin berdasarkan sifat polaritasnya (Tabel 2).
Oleh karena itu, tidak semua mikotoksin sama untuk mudah diikat, perlu memperhatikan jenis toxin binder tertentu agar efektif mengikatnya. Jenis-jenis toxin binder di lapangan yang umum digunakan berasal dari anorganik seperti clay beserta turunannya dan organik seperti yeast. Keduanya memiliki kemampuan yang berbeda dan spesifik dalam mengikat mikotoksin. Freetox-G merupakan kombinasi mineral silikat dan yeast cell wall yang berperan dalam mengikat mikotoksin (racun jamur), terutama aflatoksin secara kuat. Sedangkan yeast cell wall memiliki kemampuan mengikat mikotoksin melalui berbagai mekanisme, termasuk ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Oleh karena itu, toxin binder dengan kombinasi mineral silikat dan yeast cell wall dapat memungkinkan mengikat jenis mikotoksin polar dan non polar dengan spektrum luas. Selain itu, yeast cell wall juga dapat membantu dalam melindungi membran usus dan meningkatkan daya tahan tubuh. Freetox-G juga mengandung hepatoprotektor yang mampu melindungi dan memperbaiki sel hati dari kerusakan.
b. Penanganan kontaminasi mikotoksin
Penanganan kasus mikotoksikosis (penyakit disebabkan oleh mikotoksin) berbeda dengan penyakit jamur pada ternak yang dapat diberikan obat antijamur dengan kandungan tertentu. Mikotoksin tidak memiliki obat khusus, penggunaan toxin binder dapat mengurangi akumulatif mikotoksin yang terkonsumsi. Selain itu, pemberian suplemen multivitamin dan suplemen hati melalui air minum seperti Fortevit, Solvit, Strong n Fit, dan Heprofit atau suplemen campur pakan seperti Mix Plus dan Top Mix HC untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Perketat biosecurity dan pantau titer antibodi karena mikotoksin bersifat imunosupresif.
Demikian sekilas informasi terkait waspada bahaya mikotoksin saat musim penghujan serta tindakan pencegahan dan penanganan yang tepat. Upaya pencegahan kontaminasi jamur tersebut harus diterapkan bersama mulai dari petani, pembuat/ pengolah pakan, serta peternak untuk menghindari bahaya kontaminasi jamur dan mikotoksin. Sehingga pakan berkualitas dan hasil produksi serta kualitas telur tetap optimal. Semoga dapat menambah wawasan kita semua. Sukses selalu.