Curah hujan tinggi, suhu lebih rendah dan kelembapan tinggi merupakan karakteristik umum musim hujan. Ketiganya akan mempengaruhi beberapa komponen peternakan seperti air minum, pakan, kandang, dan bibit penyakit. Dari sekian banyak penyakit yang menyerang di musim hujan, masih tetap didominasi oleh penyakit pernapasan. Penyakit pernapasan ini dipicu kondisi lingkungan yang lebih lembap, maka level amonia akan meningkat sehingga dapat mengiritasi saluran pernapasan dan akibatnya penyakit pun mudah masuk, sebagai contoh penyakit coryza. Perlu adanya antisipasi terhadap cuaca di Indonesia yang tidak menentu saat ini karena bisa menjadi tantangan tersendiri bagi peternak.

Kasus Coryza di Lapangan

Data Tim Technical Education and Consultation (TEC) Medion menunjukkan bahwa coryza di tahun 2016 menempati peringkat kedua temuan penyakit di ayam petelur bahkan selama dua tahun sebelumnya selalu menempati peringkat pertama. Sementara pada ayam pedaging, penyakit ini tidak pernah keluar dari peringkat empat besar. Dua-duanya sama-sama rentan terserang, namun di tahun 2016 jumlah laporan kasus pada ayam petelur lebih tinggi dibanding ayam pedaging. Hal tersebut dikarenakan masa hidup ayam petelur lebih panjang sehingga akan mendapat cekaman lingkungan yang lebih tinggi. Serangan coryza pada ayam pedaging banyak menyerang di umur 15-28 hari, sedangkan pada ayam petelur paling tinggi terjadi di umur > 5-14 minggu (Grafik 1 dan 2). Meski demikian coryza tetap mengancam hampir di semua umur ayam.

Coryza yang Selalu Berulang

Berulangnya kasus coryza di satu peternakan, kemungkinan akibat menurunnya status kekebalan ayam carrier, sehingga agen penyebab coryza menginfeksi kembali. Ada beberapa faktor penting lainnya yang memicu hal ini, antara lain suhu dan kelembapan yang tidak sesuai sehingga berdampak pada gangguan pernapasan. Suhu yang nyaman bagi ayam umur dewasa adalah 25-28°C dengan kelembapan 60-70%. Pada kondisi suhu rendah di bulan-bulan basah, lingkungan kandang lembap sehingga bakteri coryza berkembang cukup pesat. Kondisi lain, misalnya ketika gas amonia di dalam kandang sulit dikeluarkan sehingga mengiritasi saluran pernapasan ayam dan membuka kesempatan bibit penyakit lain untuk menginfeksi dan ikut menurunkan kekebalan tubuh ayam.

Faktor lain menyebabkan tingginya kasus adalah adanya kontaminasi air, pakan, kandang, dan peralatan oleh leleran cairan hidung ayam penderita coryza yang sangat potensial menjadi sumber penularan. Jadi, bukan hanya bakteri E. coli yang umum ditularkan lewat air, melainkan juga bakteri penyebab coryza. Selain cuaca, kondisi yang dapat mempertinggi peluang ayam terkena coryza ialah karena tidak menerapkan sistem pemeliharaan all in all out (sistem pemeliharaan satu umur), yang berada dalam satu lingkungan kandang.

Jika dilihat dari data TEC Medion (2016) pada Grafik 3, tren kasus coryza meningkat di bulan-bulan basah atau musim hujan. Kondisi cuaca yang tidak menentu, bahkan terkadang berubah ekstrim, menuntut dilakukan manajemen yang lebih baik. Kerugian yang ditimbulkan dari infeksi coryza, di antaranya:

  1. Menurunkan konsumsi ransum, air minum dan produksi

    Ayam yang mengalami kebengkakan muka yang parah biasanya mengalami penurunan konsumsi ransum dan air minum. Hal ini akan berefek pada tidak tercapainya keseragaman bobot badan pada ayam pedaging dan kematangan seksual tertunda yang berimbas pada tertundanya siklus produksi telur. Pada fase produksi ayam petelur, turunnya konsumsi ransum berakibat pada kurangnya asupan nutrisi dan turunnya produksi telur. Penurunan produksi akibat infeksi coryza dapat mencapai 10-40% dari produksi standar (Blackall, 2013).

  2. Tingkat kematian dan kesakitan

    Tingkat kematian coryza pada ayam pedaging rata-rata sekitar 1-5%, namun kematian dapat meningkat hingga 8-30% saat berkomplikasi dengan CRD, colibacillosis, gumboro, koksidiosis, atau mikotoksikosis. Sedangkan pada ayam petelur, tingkat kematian lebih rendah yaitu sekitar 1-2%. Tingkat kematian ini dapat meningkat hingga 14% saat coryza berkomplikasi dengan penyakit lain, terutama mikotoksikosis. Dari laporan tenaga teknis lapangan Medion diketahui pada ayam pedaging lebih dari 50% kasus coryza komplikasi dengan colibacillosis, CRD, koksidiosis, dll. Demikian pula pada ayam petelur, meski persentase kasus komplikasinya lebih rendah dibanding ayam pedaging (lihat Grafik 4). Tingkat morbiditas (kesakitan) bisa mencapai 20-50% dan sering terjadi pada ayam umur dewasa.

  3. Resistensi antibiotik

    Resistensi dapat disebabkan karena antibiotik terlalu sering digunakan pada farm tersebut, dosis yang digunakan tidak sesuai anjuran (lebih rendah,red) sehingga akan meningkatkan biaya pengobatan. Salah satu penelitian di beberapa negara melaporkan bahwa bakteri Avian paragallinarum resisten terhadap erythromycin, lincomycin dan neomycin (Chukiatsiri et al, 2011 dan Galaz et al, 2016).

Sekilas tentang Coryza

Coryza atau snot disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum, dengan lokasi predileksi utamanya di sinus infraorbitalis. Telah lama Medion melakukan penelitian dan pemetaan bahwa Av. paragallinarum diidentifikasi di Indonesia terdiri dari 4 serovar bakteri, yaitu serovar A, B, C dan non ABC.

Coryza menyerang ayam melalui media pakan, air minum, dan udara yang terkontaminasi agen penyakit, atau kontak langsung dengan ayam yang lebih dahulu terserang coryza. Bakteri Av. paragallinarum yang masuk melalui mulut atau hidung, kemudian akan masuk dan memperbanyak diri di sinus hidung (sinus infraorbitalis) dengan masa inkubasi antara 1-3 hari yang selanjutnya diikuti dengan munculnya gejala klinis yang cepat. Lebih jelas terkait hal ini dapat dilihat pada Skema 1. Akan tetapi ketika menyerang, lamanya outbreak coryza bisa berlangsung selama 4-12 minggu (pada ayam petelur) atau 6-14 hari (pada ayam pedaging) tergantung dari tingkat keganasan penyakit, jumlah bakteri dalam tubuh ayam atau lingkungan kandang, dan ada tidaknya infeksi sekunder.

Gejala Klinis dan Patologi Anatomi

Gejala klinis dari penyakit ini antara lain, ayam sulit bernapas, keluarnya lendir atau kotoran dari hidung yang mula-mula berwarna kuning dan encer, tetapi lambat laun berubah menjadi kental dan bernanah serta berbau menyengat seperti telur busuk dan amis. Sinus infraorbitalis membengkak, kelopak mata mengalami konjungtivitis (peradangan), keluar air mata hingga mata tertutup. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Jika dilakukan bedah ayam, akan ditemukan sinus hidung, laring dan trakea mengalami peradangan serta berlendir. Terkadang pada bagian sinus juga ditemukan perkejuan. Jika penyakit colibacillosis ikut menyerang bersama coryza hingga ke bagian mata, maka mata akan membengkak berisi perkejuan padat berwarna kekuningan. Beberapa penyakit yang memiliki gejala klinis mirip serangan coryza yaitu SHS, colibacillosis (bentuk panopthalmitis), ILT, cacar basah (wet pox) dan ORT (ornithobacterium rhinotracheale).

Pencegahan Coryza

Pencegahan coryza dengan vaksinasi yang tepat, mengoptimalkan manajemen pemeliharaan, dan menerapkan biosecurity dengan ketat.

  • Vaksinasi

Menyadari sulitnya pengobatan coryza, maka tindakan alternatif yang bisa dilakukan untuk mengendalikan coryza adalah pencegahan dengan vaksinasi. Lakukan vaksinasi dengan Medivac Coryza B/Medivac Coryza T Suspension pada ayam petelur umur 6-8 minggu dan diulangi pada umur 16-18 minggu. Jika di peternakan sangat rawan terjadi coryza, maka vaksinasi ulangan dapat dilakukan 5-6 minggu setelah vaksinasi pertama. Sedangkan pada ayam pedaging/pejantan dilakukan pada umur 4 hari dengan Medivac ND-Coryza atau pada umur 1-2 minggu dengan menggunakan Medivac Coryza B/Medivac Coryza T Suspension. Penentuan jadwal vaksinasi juga bisa ditentukan berdasarkan sejarah kasus serangan pada pemeliharaan sebelumnya yaitu paling lambat 3-4 minggu sebelum umur serangan.

Vaksinasi perlu dilakukan karena dengan vaksinasi akan terbentuk kekebalan di dalam tubuh ayam, sehingga frekuensi munculnya kasus dapat ditekan. Selain itu, jika terjadi outbreak pada ayam yang sudah divaksin, serangannya tidak akan parah. Ketika diobati, ayam akan lebih cepat sembuh dibanding dengan ayam yang tidak divaksin.

  • Manajemen pemeliharaan optimal

Meskipun vaksinasi coryza di lapangan sudah dilakukan, kemungkinan munculnya kasus coryza masih akan terjadi. Karena itu, mengombinasikan tindakan vaksinasi secara tepat, penerapan tata laksana pemeliharaan yang baik dan aplikasi biosekuriti secara ketat menjadi kunci utama pencegahan kasus coryza.

Saat chick in, lakukan seleksi DOC. DOC berkualitas harus sesuai kriteria misalnya seperti bobot badan 37 g/ekor, bulu tidak kusam, lincah, dan tidak cacat. Sehingga diharapkan akan mempunyai kemampuan hidup yang tinggi, lebih tahan terhadap perubahan lingkungan sekitar, dan jumlah ayam yang diafkir selama pemeliharaan juga sedikit. Terapkan sistem pemeliharaan all in all out untuk menghindari penularan dari ayam tua ke ayam muda dan memutus siklus hidup bakteri coryza di lokasi peternakan.

Manajemen masa brooding dan litter juga harus baik seperti tempat makan dan minum cukup, serta litter harus selalu kering dan bebas debu. Tambahkan litter kering apabila sudah lembap dan basah. Upayakan penyediaan udara bersih di dalam kandang dengan mengatur buka tutup tirai dengan baik serta mengatur kepadatan ayam. Berikan antibiotik spektrum luas seperti Proxan-S, Neo Meditril, atau Amoxitin pada ± 1 minggu sebelum umur serangan coryza sebagai langkah cleaning program (pencegahan) terutama saat terjadi perubahan cuaca. Pemberian multivitamin secara rutin, misalnya Fortevit, Vita Stress, atau Kumavit diperlukan untuk menjaga stamina ayam tetap optimal.

  • Biosecurity

Untuk kandang yang sebelumnya terserang coryza, terapkan program pencegahan dengan memperketat biosecurity. Kubur bangkai ayam yang mati akibat coryza tidak jauh dari lokasi kandang. Lakukan istirahat kandang minimal 2 minggu setelah pembersihan dan desinfeksi kandang. Lakukan penyemprotan kandang setiap hari, pencucian dan sanitasi tempat pakan dan tempat minum tiap 3-4 hari sekali serta celup kaki pada bak desinfektan sebelum masuk ke kandang dengan desinfektan golongan QUATS seperti Medisep atau Zaldes. Selain itu, desinfeksi air minum dengan Desinsep untuk mencegah penularan bakteri lewat air minum.

Penerapan isolasi bisa dengan membatasi akses pegawai kandang atau pengunjung dengan sistem zona merah (kotor), kuning (transisi), dan hijau (bersih). Pembersihan dan desinfeksi kendaraan yang keluar masuk untuk mencegah kontak bibit penyakit masuk ke kandang dengan menggunakan Formades atau Sporades.

Penanganan Coryza

Mengenai keberhasilan penanganan coryza dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya:

  • Lakukan seleksi, isolasi dan pengelompokkan

Di sinilah pentingnya dilakukan seleksi, isolasi dan pengelompokkan sejak awal pengobatan. Ada kalanya ayam terlihat sudah sembuh, namun 1 minggu pasca pengobatan kasusnya bisa muncul lagi. Jika dievaluasi kembali, hal ini bisa disebabkan oleh adanya variasi tingkat keparahan namun tidak ada seleksi dan pemisahan sehingga timbul efek pengobatan yang tidak merata (ada ayam yang sudah sembuh, tapi ada juga ayam yang hanya “kelihatan” sembuh atau belum sembuh total). Sehingga saat kondisi sedang tidak optimal, ayam yang “kelihatan” sembuh akan kambuh lagi.

Segera lakukan pemisahan/isolasi terhadap ayam yang sudah terlihat parah untuk meminimalisir penularan, terutama dari lendir yang dikeluarkan oleh ayam sakit.

  • Prinsip pengobatan tepat

Tindakan pengobatan coryza pada dasarnya harus disesuaikan dengan tingkat keparahan serangan. Tingkat keparahan coryza biasanya bervariasi antar ayam, mulai dari ringan, sedang hingga parah/berat.

Ayam dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang (ayam masih bisa makan dan minum), perlu diobati dengan teknik pemberian obat yang tepat. Karena bakteri Av. paragallinarum termasuk bakteri Gram (-), maka hampir semua golongan antibiotik dapat diberikan. Hanya saja karena predileksi (tempat kesukaan) Av. paragallinarum berada di sinus infraorbitalis yang miskin pembuluh darah, maka pilihlah antibiotik yang memiliki daya serap lebih tinggi ke jaringan. Lakukan juga rolling antibiotik untuk mencegah resistensi. Berikut pilihan obat untuk mengobati coryza:

Pengobatan untuk ayam yang kondisi serangannya berat, yaitu muka terlihat bengkak gunakan antibiotik injeksi seperti Gentamin, Vet Strep atau Medoxy-LA. Ayam dengan muka bengkak, konsumsi air minumnya menurun drastis sehingga pemberian obat melalui air minum kurang memberikan hasil yang memuaskan.

  • Terapi supportif

    Berikan multivitamin, seperti Injeksi Vitamin B Kompleks atau Fortevit untuk membantu mengembalikan stamina, memperbaiki membran sinus hidung yang mengalami peradangan, dan merangsang nafsu makan ayam. Ketika ayam terserang coryza, nafsu makannya ikut menurun sehingga menyebabkan produktivitas terganggu.

  • Perbaikan manajemen pemeliharaan

    Sesuaikan struktur kandang dengan kondisi lingkungan. Periksa kembali kelancaran sirkulasi udara dan pengaturan buka tutup tirai lebih rutin dilakukan. Jika litter basah dan lembap bisa menambahkan litter yang baru dan kering.

  • Sanitasi untuk mengurangi sumber penularan penyakit

    Untuk mencegah penularan yang lebih luas, lakukan sanitasi air minum tiap 3-4 hari sekali dan semprot kandang setiap hari dengan desinfektan golongan QUATS (Medisep/Zaldes) agar populasi agen penyebab coryza berkurang. Perlu diketahui bahwa kontaminasi air, pakan, kandang, dan peralatan oleh leleran cairan hidung ayam penderita coryza sangat potensial menjadi sumber penular penyakit.

Jika tidak melakukan pengendalian dan penanganan yang optimal dari segala aspek maka coryza akan selalu berulang dan sulit untuk diberantas. Mengingat hal tersebut peternak harus selalu menerapkan slogan mencegah lebih baik daripada pengobatan agar coryza tidak kembali lagi. Salam.

Kejadian Coryza yang Selalu Berulang
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin