Kebutuhan nutrisi ayam idealnya tidak hanya berdasarkan perhitungan dalam formulasi pakan. Selain itu, perlu memperhatikan aspek lainnya seperti pencernaan dan penyerapan nutrisi. Salah satu faktor yang menghambat pencernaan dan penyerapan nutrisi adanya kandungan antinutrisi dalam pakan. Komposisi pakan unggas sekitar 85% merupakan bahan nabati, yang secara alami mengandung antinutrisi.
Peternak perlu memahami dan waspada terhadap dampak antinutrisi yang ditimbulkan untuk mengantisipasi terjadinya penurunan performa pada ayam.
Antinutrisi dalam Bahan Pakan Unggas
Antinutrisi merupakan istilah umum dari berbagai zat pada bahan pakan yang dapat mengganggu proses pemanfaatan nutrien di dalam saluran pencernaan ternak. Antinutrisi yang terkandung dalam bahan pakan unggas dapat bersifat toksik ataupun tidak bersifat toksik. Antinutrisi yang bersifat toksik umumnya dalam konsentrasi rendah sudah dapat bersifat toksik (beracun). Sedangkan antinutrisi yang tidak bersifat toksik hanya mempengaruhi proses pencernaan, penyerapan nutrisi dan menurunkan palatabilitas (Jayanegara et al. 2019).
Antinutrisi pada tanaman berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan patogen, hama dll. Sedangkan, pada ternak ternyata dapat berdampak negatif jika terkonsumsi melalui pakan. Hal yang menarik dari antinutrisi adalah bahwa sebagian jenis diantaranya justru dapat berdampak positif bagi ternak, khususnya pada konsentrasi rendah. Contohnya dapat bersifat antioksidan, antivirus, antibakteri, dan bahkan antikanker. Perbedaan antara efek positif atau negatif dari suatu jenis antinutrisi sangat tergantung pada sumber tanaman serta konsentrasinya.
Antinutrisi dalam bahan baku pakan terdiri dari beberapa jenis. Berikut jenis-jenis antinutrisi yang paling sering dijumpai dalam pakan ayam antara lain :
1. Asam Fitat
Bahan baku umum dalam formulasi ayam yang sering dijumpai mengandung asam fitat adalah dedak atau bekatul. Kandungan asam fitat dalam dedak atau bekatul biasanya berkorelasi dengan kandungan serat kasar (Van der Kliss dan Versteegh, 1999), yaitu semakin meningkatkan kandungan serat kasar dalam bahan baku semakin meningkat juga kandungan asam fitatnya.
Mekanisme kerja dari asam fitat yaitu mengikat nutrien yang seharusnya dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ayam. Nutrien yang diikat oleh asam fitat dapat terrilis dengan enzim fitase, namun unggas memiliki keterbatasan dalam menghasilkan enzim fitase. Contoh nutrien yang paling banyak diikat adalah mineral fosfor. Hal tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi mineral fosfor yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang, kelumpuhan, penurunan produksi dan kualitas kerabang telur seperti tipis, mudah retak dan pucat.
2. Non Starch Polysaccharides (NSP)
Bahan baku umum dalam formulasi ayam yang sering dijumpai mengandung Non Starch Polysaccharides (NSP) adalah jagung. Contoh bahan baku lainnya yaitu gandum, sorgum, dll.
NSP terletak pada endosperm dinding sel dari biji-bijian. Secara umum NSP terbagi menjadi 2 jenis yaitu fraksi terlarut dan tidak larut. NSP fraksi terlarut terdiri dari Arabinoxylans, beta-glucans, mannans, galactans, xyloglucan, fructans. Sedangkan NSP yang tidak larut seperti cellulose.
Mekanisme kerja NSP terlarut bersifat mengikat air sehingga menyebabkan viskositas cairan saluran cerna meningkat (kental). Ketika viskositas saluran cerna meningkat menyebabkan transport dan absorpsi nutrien menurun. Selain itu, juga menyebabkan menurunnya laju aliran pakan dan keseimbangan mikroflora terganggu. Biasanya juga ditandai terjadinya wet dropping (feses basah). Sedangkan NSP tidak larut menyebabkan efek enkapsulasi (mengikat nutrien) sehingga ketersediaan nutrien berkurang dan dapat mengganggu aktivitas enzim endogenous. Dampaknya kebutuhan nutrisi tidak tersedia secara optimal terutama kebutuhan energi, mengingat kebutuhan energi sangat penting baik kebutuhan pokok dan produksi sehingga menyebabkan performa yang dihasilkan tidak optimal.
3. Protease Inhibitor
Bahan baku umum dalam formulasi ayam yang sering dijumpai mengandung protease inhibitor adalah bungkil kacang kedelai. Kandungan protease inhibitor dipengaruhi oleh proses pengolahan bungkil kacang kedelai. Dampak utama yang diakibatkan dari protease inhibitor adalah menurunnya daya cerna protein terutama pada sistem pencernaan monogastrik termasuk ayam.
Terganggunya daya cerna protein mengurangi ketersediaan asam amino. Disisi lain protein dan asam amino sangat diperlukan ayam dalam mendukung performa yaitu pada ayam pedaging untuk pertumbuhan otot (daging), sedangkan pada ayam petelur untuk produksi telur.
Peran Enzim Mengatasi Antinutrisi
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh ternak. Enzim bekerja spesifik seperti kunci dan gembok sehingga harus berpasangan dengan substrat agar dapat bekerja dengan baik. Contoh enzim fitase substratnya asam fitat, enzim xilanase substratnya NSP, enzim protease substratnya protease inhibitor.
Upaya dalam mengatasi faktor anti nutrisi dapat dilakukan melalui penambahan enzim ke dalam pakan. Peran enzim dalam mengatasi antinutrisi pada bahan baku nabati dengan cara mengatalisis reaksi hidrolisis pada senyawa antinutrisi seperti asam fitat (Kosim et al. 2016). Sedangkan enzim protease mengkatalisis pemecahan protein menjadi asam amino dan enzim xilanase mengkatalisis pemecahan karbohidrat kompleks menjadi sederhana.
Kemudian nutrien yang sudah dicerna dalam bentuk sederhana seperti asam amino, karbohidrat sederhana dapat diserap dengan mudah oleh ternak. Jadi kebutuhan nutrisi ayam tidak hanya diperhitungan dari aspek target nutrisi dan konsumsi pakan saja. Namun, juga kecernaan dan penyerapan nutrisi menjadi aspek penting yang harus diperhatikan. Kombinasi multi enzim seperti Prozyme memberikan efek sinergis dalam meningkatkan pemanfaatan nutrisi pakan sehingga lebih optimal.
Prozyme mengandung kombinasi multi enzim yaitu protease, xilanase, amilase dan fitase. Selain itu, juga dilengkapi dengan kofaktor berupa mineral mangan sulfat dan zinc oxide untuk membantu mempercepat kerja enzim. Dosis penggunaan pada ayam pedaging sebanyak 1 kg/ton pakan sedangkan pada ayam petelur sebanyak 0,75 kg/ton pakan.
Upaya dalam meminimalisir dampak negatif dari antinutrisi terhadap performa ayam dapat melalui disiplin kontrol kualitas bahan baku dan bila perlu penambahan enzim untuk mengoptimalkan kecernaan dan pemanfaatan nutrisi. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita.