Kasus belatungan atau myasis adalah luka akibat infeksi lalat, sehingga lalat berkembang biak (bertelur) dan menghasilkan larva (belatung). Belatungan muncul jika peternak tidak segera melakukan pengobatan luka pada ternak. Misalnya luka karena konstruksi kandang yang tidak benar, tersayat benda tajam, luka setelah melahirkan, pusar yang masih basah, luka gigitan caplak, maupun luka akibat scabies yang dapat menyebabkan keluarnya darah. Bau darah segar yang keluar tersebut akan menarik perhatian lalat betina untuk meletakkan telurnya ke luka tersebut. Dalam waktu 12 jam, telur akan menetas menjadi larva dan bergerak masuk ke jaringan. Penyebab belatungan di Indonesia digolongkan menjadi tiga kelompok yakni lalat primer (Chrysomya bezziana), lalat sekunder (C. megacephala, C. rufifacies, Sarcophaga sp.) dan lalat tertier (Musca spp).

Kejadian belatungan tidak hanya di peternakan yang dipelihara secara ektensif atau diumbar namun juga terjadi di peternakan yang dipelihara semi intensif. Belatungan telah tersebar secara luas di wilayah Indonesia seperti Sulawesi Selatan, Sumba, Sumbawa, Lombok, Jawa dan Bali, bahkan angka prevalensinya di daerah Minahasa mencapai 20%.

Hewan yang rentan terkena belatungan antara lain sapi, kerbau, kuda, babi, kambing dan domba. Kasus belatungan sebagian besar terjadi pada vulva induk setelah melahirkan, pada tali pusar ternak yang baru lahir dan karena luka traumatika. Gambaran klinis pada umumnya berupa kerusakan kulit dan jaringan bawah kulit dan leleran disertai bau busuk.

Kejadian belatungan tentu akan merugikan peternak seperti penurunan bobot badan ternak, penurunan produksi susu, penurunan kualitas kulit, terjadinya infeksi sekunder, bahkan hingga menyebabkan kematian. Ternak yang menderita belatungan akan mengalami rasa gatal-gatal serta rasa sakit sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman dan penurunan nafsu makan. Hal ini akan berdampak pada penurunan bobot badan ternak yang dapat menimbulkan kerugian saat ternak tersebut dijual. Penurunan nafsu makan pada sapi dan kambing perah juga akan menurunkan produksi susu yang bernilai ekonomi bagi peternak.

Apabila ternak yang terkena belatungan tidak segera diobati, luka akan semakin busuk, parah dan mengakibatkan terjadinya infeksi bakteri. Kondisi ini akan menyebabkan peningkatan biaya kesehatan atau biaya pengobatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Kejadian belatungan di peternakan dapat dikendalikan dengan menerapkan beberapa langkah pencegahan. Tindakan yang penting dilakukan peternak adalah segera melakukan pengobatan jika mengetahui ternaknya terdapat luka. Jika tidak segera diobati luka akan beresiko menjadi belatungan dan muncul infeksi sekunder akibat bakteri. Untuk mengobati luka dan mencegah belatungan peternak dapat melakukan pengobatan dengan menyemprotkan Dicodine secara merata pada luka yang telah dibersihkan. Pencegahan yang tidak kalah penting adalah dengan pengendalian populasi lalat di sekitar kandang. Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan kebersihan kandang dan lingkungannya. Peningkatan pengawasan lalu lintas ternak juga perlu diperhatikan karena ternak yang belatungan atau mengandung larva C. bezziana di sepanjang perjalanan berpotensi jatuh ke tanah dan menjadi pupa kemudian berkembang menjadi lalat dewasa. Hal ini tentu akan berpotensi untuk menularkan penyakit dari daerah endemis (daerah sudah lama terkena penyakit) ke daerah lain yang masih bebas belatungan. Pengendalian populasi lalat juga dapat dilakukan dengan menggunakan obat misalnya Flytox, Larvatox dan Delatrin.

Pada ternak yang sudah terlanjur terkena belatungan, perternak perlu segera melakukan pengobatan supaya kondisi tidak semakin parah. Larva lalat pada luka perlu segera dibersikan atau dikeluarkan dengan pinset kemudian semprotkan langsung pada luka dengan Dicodine secara merata hingga basah.

Cegah Belatungan Pada Ternak
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin