Salah satu penyakit yang terus mengancam kesehatan ternak ruminansia adalah penyakit parasit seperti cacingan. Penyakit ini dapat terjadi karena berbagai macam faktor seperti manajemen pemeliharaan yang kurang baik atau sanitasi kandang yang tidak terjaga. Sistem pemeliharaan yang diterapkan peternak pun dapat memengaruhi tingkat kejadian cacingan. Peternak yang menggembalakan ternaknya di ladang rumput terbuka akan lebih berisiko mengalami cacingan dibandingkan ternak yang dikandangkan.
Dampak dari penyakit cacingan memang tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menurunkan kualitas hidup dari ternak. Adanya kerugian seperti penurunan berat badan, pertumbuhan yang terhambat, penurunan kualitas daging dan produksi susu menjadi dampak negatif lainnya dari penyakit cacingan. Selain itu perlu diperhatikan juga bahwa cacingan dapat menjadi masalah kesehatan manusia karena dapat menular ke manusia (zoonosis). Contohnya manusia dapat tertular cacing Taenia sp. yang berdampak terhadap kesehatan seperti menyebabkan sakit perut, mual, muntah dan berat badan yang menurun.
Jenis-Jenis Cacing
Terdapat berbagai macam cacing yang dapat mengancam kesehatan ternak ruminansia. Berikut beberapa yang sering ditemukan di lapangan:
- Fasciola sp. (cacing hati)
Cacing jenis ini menyerang organ hati dan akan menetap di saluran empedu sapi atau pun domba. Pada siklus hidupnya, cacing Fasciola sp. berkembang pada lingkungan yang basah dan membutuhkan inang perantara berupa siput. Ternak dapat tertular cacing ini saat memakan rerumputan yang terdapat larva cacing Fasciola sp. Ternak yang terinfeksi cacing ini akan mengalami kerusakan jaringan hati disertai gejala anemia, penurunan nafsu makan, tubuh kurus, serta penimbunan cairan (edema) di rahang bawah.
- Paramphistomuum sp.
Cacing jenis ini sama seperti Fasciola sp. yang membutuhkan inang perantara berupa siput untuk melanjutkan siklus hidupnya. Larva cacing ini berada di usus duodemum yang selanjutnya ketika saat dewasa akan tinggal pada lambung bagian rumen atau retikulum dari sapi, kambing dan domba. Gejala yang terlihat dapat berupa penurunan nafsu makan dan berat badan, lemah serta diare.
- Toxocara vitulorum
Cacing ini menyerang sistem pencernaan pada bagian usus ruminansia. Umumnya penularan Toxocara vitulorum terjadi pada ternak muda melalui transmamari/susu dari induk yang sudah terinfeksi. Gejala klinis akibat cacing ini biasanya lebih berat pada ternak muda seperti diare, pertumbuhan terhambat, serta peradangan di saluran usus.
- Haemonchus sp.
Cacing jenis ini merupakan cacing penghisap darah yang sering ditemukan pada lambung bagian abomasum ternak ruminansia. Cacing dewasa akan merusak lapisan mukosa abomasum dan mulai menghisap darah. Berbeda dengan kasus cacingan yang lain, diare bukanlah gejala yang khas ketika terinfeksi cacing ini. Gejala yang dapat terjadi akibat cacing ini adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak yang berujung anemia, lemah, penurunan berat badan, edema hingga kematian.
- Taenia sp.
Sebenarnya inang utama dari cacing ini adalah manusia, sedangkan ternak ruminansia berperan sebagai inang perantara. Pada ternak ruminansia cacing ini ditemukan dalam bentuk larva (cysticercus) yang tinggal pada jaringan otot seperti jantung, otot wajah atau lidah. Selanjutnya manusia akan tertular cacing ini akibat memakan daging yang mengandung cysticercus dari cacing ini. Oleh karena itu, adanya cacing ini pada ternak ruminansia menjadi masalah kesehatan juga bagi manusia.
Pengendalian Cacingan
Dampak dari cacingan yang cukup signifikan terhadap produktivitas perludiperhatikan. Salah satunya dengan pengendalian supaya dapat memutus siklus hidup dari cacing dan ternak tetap sehat terhindar dari cacingan. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan:
- Terapkan program kesehatan dengan memberikan obat cacing seperti Wormzol Suspensi secara rutin 3-4 bulan sekali. Wormzol Suspensi merupakan obat cacing dalam bentuk sediaan cair dengan spektrum luas yang efektif untuk mengatasi cacing gilig, cacing pita, cacing hati dan cacing paru-paru pada ternak.
- Perhatikan sanitasi kandang dan lingkungan supaya tetap bersih dan tidak lembap dengan tidak membiarkan feses sapi menumpuk, membersihkan saluran air serta mencegah adanya kubangan air.
- Hindari waktu penggembalaan yang terlalu pagi karena pada waktu tersebut larva atau telur cacing biasanya dominan berada di pucuk rumput yang masih berembun atau basah. Selain itu, tempat penggembalaan perlu dilakukan secara bergilir dan tidak terus menerus di tempat yang sama.
- Kegiatan memotong rumput/hijauan dilakukan setelah ada sinar matahari atau saat rumput sudah tidak berembun. Selanjutnya rumput perlu dilayukan terlebih dulu sebelum diberikan untuk ternak. Pelayuan rumput ini selain meminimalkan risiko cacingan dapat juga mencegah kembung pada ternak.
- Eliminasi inang antara seperti siput di ladang gembala menggunakan molukisida atau secara biologik dengan memelihara bebek/itik sebagai predator alami siput.
Risiko ternak tertular cacingan dapat diminimalkan dengan manajemen pemeliharaan yang baik. Oleh karena itu, upaya pengendalian tersebut perlu dilakukan supaya ternak terhindar dari cacingan dan produktivitasnya pun optimal.