Kambing merupakan ternak yang cukup banyak dibudidaya oleh peternak di Indonesia dan setiap tahunnya populasi ternak kambing cenderung terus meningkat. Hal ini menandakan beternak kambing merupakan usaha yang cukup menjanjikan. Besarnya peluang usaha seringkali dihadapkan dengan tantangan yang terus mengintai, salah satunya adalah ancaman penyakit. Penyakit pada kambing bisa disebabkan berbagai macam faktor baik non infeksius dan infeksius. Penyakit non infeksius erat kaitannya dengan manajemen pemeliharaan dan pakan yang kurang baik, sedangkan penyakit infeksius bisa disebabkan karena virus, bakteri, jamur atau parasit.
Indonesia yang memiliki iklim tropis merupakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhan parasit. Baik itu ektoparasit dan endoparasit dengan kondisi yang mendukung sering kali menyebabkan masalah kesehatan pada ternak seperti pada kambing. Salah satu jenis ektoparasit yang sering menyerang kambing adalah tungau penyebab kudis (scabies). Kasus kudis ini menyebar dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Penularan yang cukup cepat pada satu populasi dapat menyebabkan dampak kerugian yang tidak sedikit bagi peternak apabila tidak segera ditangani.

Penyebab

Kudis (scabies) dengan nama lain gudik disebabkan oleh ektoparasit dari jenis tungau. Siklus hidup tungau ini relatif singkat, namun perkembangbiakannya sangat cepat sehingga dapat menyebar dengan mudah di antara hewan dalam satu kandang. Sama halnya dengan parasit lainnya, tungau memiliki inang yang spesifik dan bergantung pada inang tersebut untuk bertahan hidup. Berikut adalah beberapa tungau yang spesifik menyebabkan kudis pada kambing :
Sarcoptes scabiei var caprae, infestasi tungau ini biasanya ditemukan pada daerah mata dan telinga kambing, namun bisa menyebar ke seluruh tubuh. Tungau jenis ini akan membuat semacam liang/terowongan pada lapisan kulit bagian epidermis lalu akan bertelur dan berkembang di lokasi tersebut. Kudis akibat tungau ini dapat menular ke manusia atau bersifat zoonosis.
Chorioptes caprae, infestasi tungau ini spesifik pada kambing dan tidak dapat menular ke manusia. Chorioptes tidak membuat liang/terowongan di lapisan kulit, melainkan berada di permukaan kulit terutama pada bagian kaki, perut, skrotum dan ekor.
Psoroptes cuniculi, sama seperti Choriptes, tungau ini tidak membentuk liang/terowongan melainkan berada di permukaan kulit terutama bagian telinga.
Demodex caprae, infestasi tungau ini berada di lapisan kulit yang lebih dalam yaitu pada folikel rambut. Lokasi predileksinya berada pada area wajah, leher dan bahu.

Secara umum siklus hidup tungau yang menginfestasi pada kambing kurang lebih sama dan seluruh prosesnya berlangsung pada tubuh inang. Awalnya tungau betina dewasa akan bertelur pada tubuh inang dan menetas menjadi larva dalam beberapa hari. Selanjutnya larva akan berkembang dan berganti kulit menjadi nimfa. Nimfa pun berkembang dan berganti kulit menjadi tungau dewasa betina atau jantan. Tungau jantan akan membuahi tungau betina, lalu tungau betina berganti kulit kembali dan bertelur. Siklus tersebut akan terus berulang pada inang yang sama atau menular pada inang lainnya. Pada proses siklus hidup ini apabila tungau terlepas dari inang maka hanya bertahan beberapa hari di lingkungan.

Penularan dan Faktor Predisposisi

Kasus kudis dapat cepat menular pada satu populasi terlebih lagi terdapat faktor-faktor yang mendukung. Penularan kudis pada kambing utamanya terjadi secara langsung akibat kontak dengan kambing yang sudah sakit. Rute penularan ini merupakan yang paling umum terjadi dari satu kambing ke kambing lainnya saat mereka saling bersentuhan atau berkumpul dalam satu kandang. Penularan secara tidak langsung pun dapat terjadi melalui berbagai media seperti peralatan kandang, pakaian peternak atau lingkungan yang sudah terkontaminasi tungau.

Lingkungan, manajemen pemeliharaan dan daya tahan tubuh kambing merupakan faktor predisposisi yang berperan dalam menentukan risiko kejadian kudis pada kambing. Lingkungan kandang yang kotor karena tidak rutin dibersihkan, lembap dan kurang mendapat sinar matahari dapat menjadi kondisi yang mendukung untuk infestasi tungau. Begitu juga dengan manajemen pemeliharaan yang kurang baik seperti tidak adanya kandang isolasi ternak sakit dan populasi yang terlalu padat dalam satu kandang akan meningkatkan risiko penularan. Kondisi daya tahan tubuh kambing yang sedang turun akibat stres atau kekurangan nutrisi juga bisa menyebabkan rentan terserang penyakit seperti kudis. Faktor predisposisi lainnya pada inang yang dapat memperparah gejala klinis dari kudis adalah kambing yang mengalami kekurangan vitamin A dan protein atau sedang terserang penyakit lainnya.

 

Gejala Klinis dan Dampaknya

Umumnya gejala klinis pada ternak yang mengalami kudis adalah kulit kemerahan, kemudian terbentuk seperti lepuhan dan terjadi peradangan, terkadang hingga keluar cairan karena adanya iritasi. Pada permukaan kulit tersebut selanjutnya akan terbentuk keropeng atau kerak dan terjadi alopecia (kebotakan). Ternak akan merasakan gatal sehingga sering menggaruk atau menggesekkan tubuhnya pada sisi-sisi kandang. Hal tersebut akan membuat perlukaan dan rentan terjadi infeksi. Infestasi tungau yang sudah lama atau kronis dapat menyebabkan ternak mengalami anemia.

Kasus kudis pada kambing tentu dapat memengaruhi produktivitasnya. Nafsu makan kambing akan menurun diikuti dengan penurunan berat badan, produksi susu dan performa reproduksi. Rasa gelisah dan tidak nyaman akibat gatal yang dirasakan dapat menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Ternak pun akan mengalami stres dan daya tahan tubuhnya menurun sehingga rentan terserang penyakit lainnya.

Penanganan dan Pencegahan

Penanganan kudis pada kambing yang pertama perlu dilakukan adalah sama seperti menangani kasus penyakit infeksius lainnya, yaitu memisahkan dengan ternak sehat. Selanjutnya upaya pengobatan kudis dapat dilakukan dengan :

• Pemberian antiektoparasit Wormectin Plus Bolus oleh petugas kesehatan hewan untuk mengobati kudis. Pengulangan pemberian Wormectin Plus Bolus dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan dan saran dari petugas kesehatan hewan, dapat dua minggu sekali atau satu minggu sekali.
• Pemberian terapi suportif dengan multivitamin Vita B Plex Bolus Extra Flavor.
• Memandikan ternak dengan lime sulfur.
• Hal yang tak kalah penting adalah semprot kandang dengan antiektoparasit seperti Delatrin untuk membunuh tungau di sekitar kandang. Hal ini juga bertujuan agar infeksi scabies tidak berulang kembali.

Penularan kudis yang bisa meluas dan dampaknya yang tidak sedikit perlu dicegah dengan berbagai macam upaya. Berikut adalah beberapa pencegahan yang dapat dilakukan :

• Tidak memperjual belikan ternak menderita kudis agar tidak menularkan penyakit tersebut ke ternak lain atau wilayah lain
• Karantina atau pisahkan ternak yang baru datang (menghindari penularan ternak yang menderita namun masih dalam masa inkubasi) dan amati kesehatannya. Kasus kudis pada kambing seringkali berawal dari mendatangkan ternak baru ke kandang.
• Semprot antiektoparasit di kandang dan sekitarnya dengan Delatrin untuk membunuh tungau penyebab kudis karena tungau dapat bertahan hidup di luar tubuh inang/di lingkungan beberapa hari.
• Jaga kebersihan kandang dan semprot kandang secara rutin dengan desinfektan (Medisep/Antisep/Zaldes).
• Pastikan sirkulasi dan pencahayaan di dalam kandang cukup supaya tidak lembap
• Jaga kesehatan dan daya tahan tubuh ternak dengan multivitamin Vita B-Plex Bolus Extra Flavor.

Penyakit kudis pada ternak yang kejadiannya dapat ditemukan di seluruh Indonesia terus mengancam kesehatan dan produktivitas ternak. Setelah lebih memahami penyebab kudis dengan gejala klinis dan dampaknya, maka upaya penanganan dan terutama pencegahan dapat dilakukan sebaik mungkin. Dengan demikian kesehatan ternak dapat terjaga dan produktivitasnya maksimal.

Atasi Kudis (Scabies) pada Kambing dengan Tepat
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin