Industri perunggasan menjadi salah satu alternatif solusi untuk menjembatani kesenjangan nutrisi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Daging ayam ras seperti ayam broiler merupakan sumber nutrisi yang kaya akan protein hewani dan ekonomis. Namun demikian, tantangan penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius maupun non infeksius masih terus mengancam dunia peternakan unggas. Menurut data yang dihimpun oleh Tim Technical Education and Consultation Medion pada Grafik 1, patogen penyebab penyakit yang paling sering ditemukan pada ayam broiler adalah bakteri. Kejadian penyakit yang disebabkan oleh bakteri ditemukan sebanyak 75.12% selama tahun 2022 hingga Juni 2024. Patogen tersebut dapat menyerang ke sistem pernapasan, pencernaan ataupun organ tubuh lainnya.
Yehia et al (2023) menyebutkan bahwa sistem pernapasan merupakan organ yang paling krusial. Saluran pernapasan tidak pernah terlepas dari ancaman patogen penyebab penyakit. Dari berbagai macam tantangan penyakit, penyakit pernapasan yang menimbulkan ancaman paling nyata terhadap kesehatan global karena tingkat prevalensi, mortalitas dan morbiditas yang tinggi, kebutuhan akan pengobatan yang mahal, dan dampaknya terhadap penurunan performa ayam broiler.
Saluran pernapasan ayam terdiri dari hidung, sinus infraorbitalis, laring, trakea, bifurcatio trachealis, bronkus, bronkiolus, paru-paru hingga air sac. Sistem pernapasan ayam juga dilengkapi dengan organ kekebalan fisik seperti cilia yang berfungsi untuk menghalau semua benda asing yang masuk. Secara alami, organ pernapasan akan terus menerus terpapar oleh kondisi lingkungan yang tidak menentu. Sehingga berisiko terjadi kerusakan pada sistem pertahanan yang ada di dalam saluran pernapasan. Kondisi tersebut memungkinkan organ pernapasan sebagai gerbang utama masuknya bibit penyakit seperti virus, bakteri, maupun jamur. Meskipun demikian, penyakit pernapasan menjadi tantangan utama yang sulit dalam penentuan diagnosa yang tepat. Karena sebagian besar penyebab penyakit pernapasan sangat kompleks dan terkadang kombinasi dengan lebih dari satu patogen yang meningkatkan keparahan penyakit.
Hingga kini penyakit pernapasan masih merupakan sumber utama kerugian finansial dalam bisnis perunggasan. Infeksi saluran pernapasan merupakan masalah serius yang dihadapi sektor perunggasan dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Berdasarkan data dari Medion Disease Incidence, penyakit pernapasan yang sering menyerang pada ayam broiler disebabkan oleh bakteri seperti Mycoplasma gallisepticum, Eschericia coli, dan Avibacterium paragallinarum. Sedangkan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus diantaranya Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI) dan Infectious Bronchitis (IB). Selain itu, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur seperti Aspergillosis juga masih ditemukan pada peternakan ayam broiler. Hal ini tentu menjadi kewaspadaan bagi para peternak untuk meningkatkan penerapan biosecurity dan program pengendalian penyakit di farm supaya kejadian kasus penyakit pernapasan dapat diminimalkan.
Chronic Respiratory Desease (CRD) dan Colibacillosis masih menjadi tantangan penyakit paling sering ditemukan pada peternakan ayam broiler. Terlihat pada Grafik 2 yang menunjukkan bahwa penyakit CRD masuk ranking penyakit nomor 1 di Indonesia. Kemudian diikuti oleh penyakit pernapasan lainnya seperti Colibacillosis, CRD Kompleks, Coryza dan lainnya. Penyakit CRD juga mengalami peningkatan persentase kejadian kasus penyakit dari tahun 2022 hingga Juni 2024. Selain itu kasus penyakit pernapasan lain baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur perlu diwaspadai juga. Karena penyakit-penyakit tersebut dapat berdampak pada kerugian ekonomi bagi para peternak unggas di Indonesia. Berikut ini beberapa contoh faktor yang dapat menjadi predisposisi penyakit pernapasan antara lain:
• Sistem ventilasi yang buruk
Sebagian besar pemicu munculnya penyakit pernapasan adalah masalah ventilasi. Sistem ventilasi atau tata kelola udara yang kurang baik dapat berpengaruh terhadap suhu dan kelembapan di dalam kandang. Apabila suhu, kelembapan dan kebutuhan udara di dalam kandang tidak memadai maka dapat memicu terjadinya stress dan menurunkan tingkat kenyamanan ayam. Akibatnya ayam akan mudah terserang penyakit serta performa pemeliharaan tidak tercapai dengan optimal.
• Kepadatan tinggi
Kepadatan populasi yang tinggi berkorelasi dengan jumlah feses yang dihasilkan oleh ayam. Hal ini tentu dapat berisiko meningkatkan level amonia dan karbondioksida di dalam kandang. Gas amonia terbentuk akibat penguapan feses bersama bakteri ureolitik yang ada di lingkungan, serta didukung oleh kondisi lingkungan yang lembap dan basah. Level amonia yang tinggi (>5 ppm) dapat memicu kerusakan dari cilia pernapasan. Disamping itu perlu diketahui juga bahwa karbondioksida merupakan produk hasil respirasi yang sangat beracun dalam konsentrasi yang tinggi.
• Kebersihan kandang yang buruk
Kondisi kandang yang kotor dan berdebu serta level amonia yang tinggi juga dapat berdampak langsung terhadap kesehatan ayam. Semua faktor tersebut ditambah dengan adanya patogen lingkungan serta adanya immunosupressant merupakan predisposisi utama munculnya iritasi, peradangan atau kerusakan dan lesi pada mukosa saluran pernapasan. Selain itu, akibat adanya stress dan sistem ventilasi yang buruk dapat berdampak pada kerusakan organ kekebalan fisik seperti cilia yang terdapat pada saluran pernapasan bagian atas. Hal ini tentu akan memudahkan masuknya beragam patogen penyebab penyakit.
Beberapa Contoh Penyakit Pernapasan pada Broiler
Banyak patogen penyebab penyakit pada unggas memanfaatkan saluran pernapasan sebagai jalur utama masuknya agen penyakit. Hal ini juga dapat memudahkan penularan atau penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Menurut Yehia et al (2023), jenis patogen yang paling sering menyebabkan masalah penyakit pernapasan yaitu berupa virus dan bakteri. Penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus diantaranya adalah Infectious Bronchitis (IB), Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), dan Avian Metapneumovirus. Sedangkan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh bakteri antara lain CRD, Colibacillosis, Coryza, dan Ornithobacteriosis. Berikut ini penjelasan singkat mengenai beberapa penyakit pernapasan pada ayam broiler yang baru-baru ini dilaporkan :
1. Infectious Bronchitis (IB)
Infectious Bronchitis (IB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Gammacoronavirus yang termasuk jenis virus beramplop. Virus penyebab IB relatif tidak stabil di lingkungan. Dapat diinaktivasi pada suhu 56°C selama 15 menit dan 45°C selama 90 menit. Virus penyebab IB juga sensitif terhadap semua jenis desinfektan seperti Medisep, Neo Antisep atau Formades. Penyakit IB dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak ayam broiler. Pada ayam broiler, penyakit IB dapat menyerang ke sistem pernapasan dan urinari. Target utama organ yang diserang oleh virus penyebab IB adalah bifurcatio trachealis, bronkus dan ginjal. Gejala pernapasan yang disebabkan oleh penyakit ini dapat berdampak pada penurunan feed intake, Feed Conversion Ratio (FCR) yang tinggi, serta pencapaian bobot panen yang tidak optimal. Penyakit IB dapat ditularkan secara horizontal baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui perantara personal dan peralatan yang terkontaminasi virus. Masa inkubasi penyakit IB dapat berlangsung sangat cepat, yaitu sekitar 18-36 jam dan dapat menyebar dalam suatu populasi.
Infectious Bronchitis (IB) dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yang sering ditemukan pada ayam boiler, yaitu IB classic dan IB variant. Berdasarkan data hasil uji Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequencing Medion, akhir-akhir ini pada tahun 2024 sering ditemukan kasus IB variant pada ayam broiler yang belum mendapatkan vaksinasi IB variant. Penyakit IB masuk ke dalam 3 besar ranking penyakit untuk kategori penyakit yang disebabkan oleh virus pada ayam broiler yang menyerang ke sistem pernapasan (Grafik 2). Penyakit ini dapat menyerang pada semua umur baik muda ataupun menjelang panen. Pada ayam broiler, kejadian penyakit IB sering ditemukan antara umur 3-5 minggu (Neuman et al, 2011). Hal tersebut juga didukung dari data lapangan yang dihimpun oleh Tim Technical Education and Consultation Medion selama tahun 2022 hingga Juni 2024, menunjukkan bahwa umur serangan kasus IB di broiler paling sering terjadi pada umur 15-21 hari dan 22-28 hari (Grafik 3).
Umur serangan penyakit IB pada ayam broiler sangat bervariasi. Contohnya berdasarkan hasil uji PCR dan Sequencing Medion pada Juli 2024, laporan kasus positif (+) IB variant pada broiler berumur 25 hari. Riwayat vaksinasi IB dilakukan di hatchery menggunakan vaksin IB classic. Mungkin vaksinasi menggunakan vaksin IB classic saja belum cukup mampu melindungi ternak dari serangan virus IB variant. Sehingga program vaksinasi IB variant pada ayam broiler perlu menjadi pertimbangan. Pada kasus ini, laporan total mortalitas (angka kematian) mencapai 5-7%. Menurut keterangan bahwa mortalitas yang tinggi pada kasus IB biasanya disertai dengan infeksi sekunder oleh bakterial contohnya Colibacillosis. Gejala klinis yang dilaporkan yaitu ngorok, nafsu makan menurun, slow growth dan bobot tidak mencapai standar. Sedangkan perubahan patologi anatomi yang teramati yaitu sinusitis, laringitis, trakheitis, airsacculitis, peradangan pada bifurcatio trachealis, pericarditis dan ginjal bengkak.
2. Avian Influenza
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Orthomyxovirus dari genus Influenzavirus A yang termasuk jenis virus beramplop. Virus AI memiliki 8 segmen genetik/protein, diantaranya 2 protein paling penting yang dapat menentukan subtipe dan keganasan virus AI yaitu protein HA (Hemagglutinin) dan NA (Neuraminidase). Seperti halnya di Indonesia, subtipe virus AI yang ditemukan adalah H5N1 dan H9N2. Berdasarkan keganasannya, H5N1 merupakan subtipe virus AI yang memiliki keganasan tinggi atau sering dikenal sebagai High Pathogenic Avian Infuenza (HPAI). AI H5N1 yang ditemukan di Indonesia dominan berasal dari clade 2.3.2.1c, meskipun juga ditemukan clade 2.3.4.4b. Sedangkan H9N2 merupakan subtipe virus AI yang memiliki keganasan rendah atau dikenal sebagai Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). AI H9N2 hanya ditemukan satu clade yaitu h9.4.2.5 (Y280). Virus AI relatif tidak stabil di lingkungan, tetapi dapat bertahan dengan baik pada kondisi sejuk dan lembab. Selain itu virus AI juga mudah mengalami mutasi atau perubahan genetik/protein utamanya pada protein HA dan NA.
Protein HA sangat penting untuk perlekatan virus ke dalam sel inang selama proses infeksi. Sedangkan protein NA berperan saat pelepasan virion (hasil multiplikasi virus) dari sel inang yang sudah terinfeksi. Masa inkubasi penyakit AI berlangsung sangat cepat yaitu beberapa jam sampai 3 hari. Penyakit LPAI dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal. Sedangkan penyakit HPAI hanya ditularkan secara horizontal secara langsung dari ayam sakit menular ke ayam sehat ataupun melalui udara, pakan, air minum, personal dan peralatan yang terkontaminasi virus. Meskipun demikian, virus AI dapat dibasmi dengan semua jenis desinfektan seperti Medisep, Neo Antisep, Sporades atau Formades.
Sejak tahun 2003, Avian Influenza (AI) masih menjadi masalah dan mewabah di Indonesia. Penyakit AI merupakan tantangan dalam peternakan broiler karena menempati 3 besar ranking penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang ke sistem pernapasan (Grafik 2). Umur serangan penyakit AI cukup bervariasi mulai dari minggu pertama pemeliharaan hingga menjelang masa panen. Laporan kasus terbaru yang dihimpun oleh Tim Technical Education and Consultation Medion pada awal Agustus 2024 dilaporkan pada ayam broiler umur 30 hari. Hasil uji PCR menunjukkan positif (+) AI H5N1. Pada kasus ini tidak dilakukan vaksinasi AI sejak di hatchery, sehingga tidak ada perlindungan terhadap serangan virus AI menjelang masa panen. Kerugian yang disebabkan oleh penyakit AI tidak bisa dianggap remeh bagi peternak ayam broiler. Sitohy et al (2022) mencatat bahwa angka mortalitas yang disebabkan oleh penyakit AI terutama H5N1 dapat mencapai 100% setelah 3-5 hari pasca infeksi. Berdasarkan data lapangan yang dihimpun oleh Tim Technical Education and Consultation Medion selama tahun 2022 hingga Juni 2024, menunjukkan bahwa umur serangan kasus AI di broiler paling sering terjadi pada umur 22-28 hari (Grafik 4).
Hingga kini Avian Influenza (AI) masih menjadi tantangan global karena penyebarannya yang luas dan angka mortalitas yang tinggi. Surveilans terhadap penyakit AI pada unggas sangat penting untuk memantau perkembangan virus AI di Indonesia. Hal ini juga membantu menganalisa dan memastikan virus vaksin yang digunakan benar-benar sesuai dengan varian virus yang beredar di lapangan. Yang lebih penting lagi, hal ini dapat membantu menelusuri dan mengidentifikasi kemungkinan adanya mutasi virus, mengingat virus AI terus berubah dari waktu ke waktu. Berdasarkan keterangan kasus AI H5N1 yang terjadi pada broiler bulan Agustus 2024, mortalitas atau angka kematian total yang dilaporkan mencapai 66%. Kejadian ini berlangsung selama 2-3 hari. Gejala klinis yang dilaporkan meliputi kematian mendadak, ngorok, tubuh demam, jengger dan kaki kebiruan serta diare putih kehijauan. Sedangkan perubahan patologi anatomi yang ditemukan yaitu dilatasi pembuluh darah otak, ptechie lemak otot jantung, trakheitis, peradangan proventrikulus, ptechie di lemak perut, hati pucat, enteritis, limpa bengkak dan ginjal bengkak.
3. Infectious Coryza
Infectious Coryza merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum. Bakteri penyebab Coryza termasuk jenis bakteri gram negatif (-), berbentuk batang pendek berkapsul dan tidak membentuk spora. Avibacterium paragallinarum juga bersifat fakultatif anaerob, yang berarti bahwa bakteri tersebut bisa hidup pada media/tempat yang terdapat oksigen maupun tidak ada oksigen. Sinus infraorbitalis merupakan target organ utama yang diserang oleh bakteri ini. Penularan penyakit Coryza terjadi secara horizontal dari ayam sakit ke ayam sehat ataupun melalui perantara personal, peralatan, udara, pakan dan air minum yang terkontaminasi lendir yang mengandung bakteri. Masa inkubasi penyakit Coryza berlangsung sekitar 1-3 hari. Pada ayam broiler, penyakit Coryza dapat menyebabkan penurunan feed intake, pertumbuhan lambat, pencapaian bobot badan tidak optimal serta angka culling yang tinggi.
Avibacterium paragallinarum menyebar melalui kontak dengan ayam yang terinfeksi atau lendir yang mengandung bakteri. Ayam yang sembuh akan menjadi carrier (pembawa) dari bakteri tersebut dalam jangka waktu yang lama. Setelah satu populasi ayam terinfeksi, maka semua ayam dianggap sebagai carrier. Ayam lebih rentan terserang Coryza jika sebelumnya pernah terpapar virus atau bakteri pernapasan lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Tim Technical Education and Consultation Medion selama tahun 2022 hingga Juni 2024, menunjukkan bahwa umur serangan kasus Coryza di broiler paling sering terjadi pada umur 15-21 hari dan 22-28 hari (Grafik 5). Meskipun demikian, Avibacterium paragallinarum sensitif terhadap sinar matahari, panas dan dapat dibasmi dengan semua jenis desinfektan seperti Medisep, Neo Antisep atau Formades.
Di Indonesia, kasus Coryza menempati 5 besar ranking penyakit pada ayam broiler selama tahun 2022 hingga Juni 2024 (Grafik 2). Strain bakteri penyebab Coryza diklasifikasikan menjadi tiga serogrup (A, B, dan C), yang memiliki sembilan serovar hemagglutinin (HA) yaitu A-1 hingga A-4, B-1, dan C-1 hingga C-4 (El-Naenaeey et al, 2021). Berdasarkan data hasil uji PCR dan Sequencing Medion, secara global Avibacterium paragallinarum yang ditemukan di Indonesia berasal dari serovar A1, B1, C1 dan C4.
El-Naenaeey et al (2021) menyebutkan bahwa penyakit Coryza biasanya bersifat akut dan menyebar dengan cepat. Umumnya angka kesakitan (morbiditas) sangat tinggi mencapai 60-80%. Sedangkan angka kematian (mortalitas) dapat berkisar antara 1 hingga 15% dan cenderung dapat meningkat bila disertai dengan patogen lainnya. Tanda-tanda klinisnya antara lain pembengkakan di sekitar wajah terutama sinus infraorbitalis, pembengkakan wajah dapat terjadi pada satu atau kedua sisi, keluarnya cairan kental atau seperti nanah dari lubang hidung, mata berair, kesulitan bernapas, bersin dan penurunan nafsumakan. Perubahan patologi anatomi yang teramati yaitu peradangan pada saluran pernapasan bagian atas terutama sinus infraorbitalis.
4. Ornithobacteriosis
Ornithobacteriosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Ornithobacterium rhinotracheale (ORT). Bakteri ORT termasuk Gram negatif (-), berbentuk batang, non motil, bersifat pleomorphic dan sensitif terhadap semua jenis desinfektan. Masa inkubasi penyakit ORT cukup bervariasi tergantung keparahan infeksi, rata-rata berkisar 4 hari pasca infeksi. Sejak awal bakteri ini memiliki karakteristik sebagai bakteri non hemolytic. Namun pada tahun 2011 ditemukan strain hemolytic yang diisolasi dari paru-paru dan trakea ayam yang mengalami pneumonia. Strain hemolytic ini perlu diwaspadai karena dapat menghasilkan toksin hemolysin-like protein yang dapat berdampak pada kesehatan ayam (Barbosa et al, 2020). Penularan penyakit ORT dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Infeksi bakteri Ornithobacterium rhinotracheale yang bersamaan dengan patogen lain dapat memicu keparahan penyakit.
Beberapa faktor lainnya yang dapat menentukan keparahan penyakit ORT yaitu level amonia yang tinggi di dalam kandang, sistem ventilasi yang buruk, kepadatan populasi yang tinggi, serta suhu dan kelembaban yang ekstrem. Menurut Kursa et al (2022), gangguan pernapasan akibat ORT menyebabkan penurunan feed intake sehingga berdampak pada gangguan pertumbuhan, keseragaman rendah, peningkatan FCR dan mortalitas. Pada ayam broiler, gejala klinis umumnya terlihat pada umur 3-5 minggu. Mulai dari gejala pernapasan ringan seperti bersin, keluarnya lendir dari hidung hingga kematian sedikit meningkat. Sedangkan perubahan patologi anatomi meliputi trakheitis, airsacculitis, pneumonia, ditemukan eksudat di bronkus dan air sac, bahkan ditemukan akumulasi eksudat berbentuk creamy like yogurt di rongga thoraks dan abdomen.
Strategi Pengendalian Penyakit Pernapasan pada Broiler
Strategi pengendalian penyakit dapat diklasifikasikan menjadi dua hal yaitu pencegahan dan penanganan saat terjadi kasus penyakit. Upaya pencegahan penyakit melalui tindakan strategis dan berkesinambungan dari beberapa aspek yaitu penerapan manajemen dan biosecurity yang baik, program vaksinasi yang tepat dan pemberian suportif untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Sedangkan penanganan penyakit dapat diberikan obat atau treatment sesuai jenis penyakit yang menyerang. Selain itu perlu diperhatikan juga sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang keberhasilan dari manajemen pemeliharaan dan kesehatan ayam. Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi penyakit pernapasan pada broiler :
• Penerapan manajemen ventilasi yang baik
Manajemen ventilasi yang baik harus diterapkan sejak chick in atau pada masa brooding. Aspek suhu, kelembapan dan kecepatan udara di dalam kandang harus selalu diperhatikan dan dipastikan sesuai dengan standar. Penting juga untuk mengamati aktivitas atau perilaku ayam di kandang sebagai tolak ukur kenyamanan ayam. Seiring bertambahnya umur dan bobot badan maka kepadatan populasi harus diperhatikan. Lakukan seleksi dan penjarangan terutama pada minggu ketiga pada ayam yang sudah memiliki bobot badan >1 kg dan siap dijual. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan populasi sehingga meminimalkan kejadian heat stress. Selain itu, perhatikan juga manajemen litter dan pastikan kondisinya tidak basah dan lembap yang dapat berisiko meningkatkan level amonia di kandang. Lakukan pergantian, penambahan dan bolak-balik litter secara berkala supaya kondisi litter tetap kering. Berikan Ammotrol via air minum untuk menjaga supaya feses ayam tetap kering dan mengontrol level amonia di dalam kandang.
• Penerapan biosecurity yang ketat
Biosecurity merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh peternak broiler saat ini. Biosecurity adalah pondasi utama dalam mencegah masuknya bibit penyakit ke dalam kandang, serta mencegah penyebaran penyakit dari dan ke luar farm. Penerapan biosecurity meliputi 3 hal penting yaitu isolasi atau memisahkan ayam (berdasarkan umur, ataupun jenis unggas lainnya), pengendalian lalu lintas (setiap personal, barang, kendaraan ataupun hewan lainnya dapat membawa bibit penyakit, sehingga penting untuk melakukan pembatasan lalu lintas untuk meminimalisir agen penyakit yang kemungkinan dibawa masuk ke dalam farm), lalu sanitasi dan desinfeksi kandang, peralatan dan kendaraan menggunakan Medisep/Neo Antisep/Formades. Sebelum melakukan desinfeksi, lakukan dulu pencucian atau pembersihan menggunakan larutan detergen untuk membersihkan sisa material organik (feses, lendir, darah) yang menempel pada kandang dan peralatannya. Selain itu, lakukan sanitasi pada personal yang akan masuk ke dalam lingkungan farm menggunakan Medisep/Neo Antisep. Penting juga untuk rutin melakukan sanitas air minum menggunakan Desinsep untuk meminimalisir penularan penyakit via air minum dan lakukan flushing menggunakan Bioflush untuk menghilangkan biofilm pada pipa air minum. Setelah itu, lakukan istirahat kandang minimal 14 hari dihitung setelah proses desinfeksi selesai untuk memutus rantai penularan penyakit.
• Program vaksinasi yang tepat
Vaksinasi perlu dilakukan untuk mencegah penyakit dengan cara membentuk antibodi dan melindungi ternak dari penyakit sesuai vaksin yang diberikan. Pertimbangan dalam membuat program vaksinasi pada ayam broiler harus memperhatikan beberapa hal penting diantaranya riwayat kasus, umur serangan penyakit, jenis penyakit yang sering menyerang dan update kondisi penyakit di sekitar farm. Berdasarkan uraian dari beberapa jenis penyakit di atas, untuk mencegah penyakit IB variant dapat dipertimbangkan vaksinasi menggunakan Medivac IB Variant/Medivac ND G7 IB Variant Emulsion. Pencegahan terhadap penyakit AI dapat dipertimbangkan vaksinasi menggunakan Medivac ND AI. Kemudian pencegahan terhadap penyakit Coryza pada broiler dapat dipertimbangkan vaksinasi menggunakan Medivac ND Coryza. Jadwal vaksinasi tersebut dapat dilakukan di hatchery melalui Program Vaksinasi DOC (PVD) Medion.
• Pemberian suportif rutin
Pemberian multivitamin (Vita Stress/Neobro/Fortevit) dan imunostimulan (Imustim) untuk menjaga daya tahan tubuh ternak tetap optimal. Selain itu, pemberian suportif lainnya seperti Respitoran untuk membantu meringankan gangguan pernapasan yang disebabkan oleh penyakit pernapasan.
• Penanganan penyakit pernapasan
Penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus belum ditemukan obatnya sehingga penanganannya lebih ditekankan pada aspek perbaikan manajemen dan biosecurity, serta pemberian supportif (Respitoran) untuk meringankan gejalanya. Sedangkan penanganan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan antibiotik (Rofotyl/Erydoxcy) dan kombinasi dengan suportif (Respitoran) untuk mempercepat kesembuhan.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit pernapasan pada sektor perunggasan terutama broiler tidak bisa dianggap remeh. Sehingga strategi pengendalian sangat penting diperhatikan untuk menekan kerugian dan mendorong kemajuan investasi pada sektor peternakan ayam broiler di Indonesia.