Infectious Bronchitis, Penyakit Pernapasan yang Memengaruhi Kualitas Produksi

Infectious Bronchitis, Penyakit Pernapasan yang Memengaruhi Kualitas Produksi

Infectious bronchitis (IB) menjadi salah satu penyakit penting yang sering menyerang ayam. Penyakit yang diakibatkan oleh virus coronavirus (genus gammacoronavirus, family Coronaviridae, ordo Nidovirales) ini selama beberapa tahun terakhir selalu muncul dan mengakibatkan kerugian yang cukup tinggi di sektor industri perunggasan.

Situasi Terkini IB

Bagaimana situasi terkini persebaran penyakit IB di Indonesia? Sebagaimana data yang dikumpulkan oleh tim Surveillance Analyst Medion sepanjang tahun 2024, kasus penyakit IB berdasarkan temuan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi saat nekropsi (bedah ayam) dilaporkan sebanyak 302 kasus. Angka tersebut naik sebanyak 19,8% dari kejadian kasus penyakit IB yang dilaporkan di tahun sebelumnya atau sekitar 252 kasus.

Kejadian penyakit IB di Indonesia berdasarkan data Surveillance Analyst Medion telah tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Dengan angka kejadian tertinggi terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur ditandai dengan warna merah di peta sebaran yang dapat dilihat pada Gambar 1 mengindikasikan tingginya kasus. Kejadian penyakit IB ini didominasi terjadi pada ayam petelur sebesar 85.43%, diikuti ayam pedaging sebesar 12,58% (Grafik 1)

peta sebaran kasus IB (Infectious Bronchitis) di tahun 2024
grafik kejadian kasus IB berdasarkan jenis ternak



Angka konfirmasi positif IB dari sampel yang diujikan di laboratorium Medion dengan uji PCR (polymerase chain reaction) dari tahun ke tahun masih ditemukan dan mengalami peningkatan kasus konfirmasi positif IB yang cukup signifikan di tahun 2024 dibandingkan dengan 3 tahun sebelumnya (Grafik 2).

Grafik konfirmasi positif IB laboratorium biologi molekuler Medion

Coronavirus utamanya merupakan patogen pada sistem pernapasan, virus ini mampu bereplikasi pada sel-sel epitel saluran pernapasan atas ayam sehingga menimbulkan gejala penyakit pernapasan seperti gasping, batuk, bersin, leleran lendir di hidung [3].

Tetapi lebih dari itu, virus IB ternyata dapat menginfeksi sistem organ lain seperti sistem urinaria, reproduksi, atau pencernaan tergantung dari strain atau genotipe virus IB yang menginfeksi [5]. Berbagai strain virus IB memiliki kemampuan menginfeksi sistem organ yang bervariasi sesuai dengan target serangannya (tissuetropism).

Misalkan strain klasik M41 (Massachuchets) utamanya menyerang sistem pernapasan, strain varian QX-like menyerang sistem pencernaan, urinaria, dan reproduksi, sedangkan 4/91 (793b) menyerang sistem pernapasan, urinari, dan otot [12].

Virus IB memiliki kemampuan untuk bermutasi atau bertukar genetik dengan mudah. Akibatnya, banyak varian strain yang teridentifikasi dan sulit dikontrol dengan vaksinasi. Selain strain klasik seperti M41-like (Massachuchets) beberapa virus IB strain varian juga sudah masuk di Indonesia seperti QX-like strain yang berasal dari China ataupun 4/91 (793b) strain asal Inggris [13].

Sejalan dengan informasi tersebut, pemetaan virus IB yang dilakukan oleh Research & Development Biology Molekuler Medion (2015-2024), menunjukkan bahwa virus IB yang dominan menginfeksi di Indonesia adalah M41-like dan IB varian yang terkarakterisik secara biologi molekuler masuk dalam satu grup dengan QX strain, yaitu grup A2 atau yang bisa disebut QX-like. (Gambar 2).

gambar peta persebaran virus IB di Indonesia

Dari pengamatan tim Technical Education and Consultation Medion serangan virus IB di lapangan saat ini selain menyerang sistem pernapasan juga mengakibatkan kerusakan pada sistem reproduksi sehingga menyebabkan terjadinya penurunan produksi berkisar antara 10-50% disertai adanya penurunan kualitas telur yang dihasilkan. Kejadian kasus IB di lapangan menimbulkan angka kematian atau mortalitas yang rendah, namun angka kematian tersebut dapat meningkat apabila terjadi infeksi sekunder bakteri seperti Escherhichia coli atau Mycoplasma sp. hingga 20-30% [4].

Diagnosa Penyakit

Penyakit IB menimbulkan gejala klinis yang dapat dikategorikan dalam tiga bentuk utama, yaitu pernapasan, renal (kerusakan di sistem urinaria), dan reproduksi. Hal ini tergantung dari organ atau sistem organ yang diinfeksi oleh virus IB dan tissuetropism dari masing-masing strain atau genotipe virus [10].

Gejala pernapasan ditunjukkan adanya leleran lendir di hidung, lakrimasi (mata berair), bersin, batuk, rales pada trakhea, dan gasping [6]. Perubahan anatomi yang teramati saat nekropsi ayam yang terinfeksi IB dengan menunjukkan gejala pernapasan diantaranya adalah adanya peradangan pada saluran pernapasan atas terutama pada trakhea dan bronkus.

Selain itu juga dapat dijumpai adanya eksudat serousa, kataralis, hingga kaseousa pada trakhea. Eksudat tersebut dapat ditemukan menimbulkan sumbatan pada bifurcatio trachealis (percabangan trakhea menjadi bronkhus) mengakibatkan ayam susah bernapas dan kondisi kekurangan oksigen (asfiksia) sehingga dapat menimbulkan kematian pada ayam. Jika diikuti infeksi sekunder bakteri dapat ditemukan adanya perikarditis, perihepatitis, dan air sakulitis [4].

gambar ayam yang terinfeksi IB
gambar trakheitis
gambar peradangan pada trakea
Timbunan eksudat kaseosa membentuk sumbatan

Ayam yang terinfeksi penyakit IB dengan bentuk renal diakibatkan oleh strain virus IB yang bersifat nefropatogenik (merusak ginjal), seperti 4/91 (793b), QX-like, B1648, Aus T, dan TW. Ayam menunjukkan gejala seperti depresi, bulu kusam, banyak minum, dan fesesnya cenderung basah, keputihan dengan banyak mengandung asam urat. Saat melakukan nekropsi dapat dijumpai adanya warna ginjal pucat, membatik, dan adanya kebengkakan pada ginjal dengan timbunan asam urat pada ureter [1].

gambar ginjal normal, pucat, bengkak dan membatik

Bentuk penyakit IB yang menyerang sistem reproduksi pada ayam petelur ditandai dengan adanya penurunan produksi disertai penurunan kualitas telur seperti kerabang pucat, kerabang tipis, kerabang kasar, tidak berkerabang, telur berukuran kecil, dan bentuk telur asimetris.

Apabila telur dipecahkan, maka kita dapat menjumpai adanya penurunan kualitas internal telur seperti albumin (putih telur) lebih encer dan tidak adanya batas yang jelas antara albumin kental dengan albumin cair [15]. Penurunan produksi telur dilaporkan bervariasi tergantung dari tingkat keparahan infeksi, strain virus yang menginfeksi, dan status kekebalan ayam [7].

bentuk telur asimetris
albumin encer

Strain IB variant seperti QX-like bersifat lebih patogen dibandingkan Mass-type dalam kemampuannya merusak oviduk [16]. Ketika virus IB menginfeksi ayam muda, kerusakan yang ditimbulkan di oviduk akan bersifat permanen. Akhirnya saat memasuki fase layer ayam tidak bertelur. Kejadian ini sering dikenal dengan sindrom petelur palsu (false layers syndrome) [6].

Pada kasus IB yang disebabkan oleh QX strain menunjukkan perubahan patologi anatomi berupa pelebaran oviduk yang berisi cairan bening (cystic oviduct). Hal ini bisa diketahui secara klinis apabila kejadian sudah berlangsung lama (kronis) dengan gejala perut ayam tampak membesar dan berjalan dengan mendongak seperti pinguin.

Pada kejadian awal bisa terjadi akumulasi cairan bening di dalam oviduk, akan tetapi belum terlihat secara klinis. Egg peritonitis seringkali juga ditemukan diakibatkan karena pemendekan dan penyempitan oviduk sehingga kuning telur dilepaskan di rongga perut [15]. Adanya kuning telur pada rongga perut menjadi media pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan radang peritoneum (peritonitis) [12].

ayam yang mengalami penguin syndrome
contoh gambar peleburan pembuluh darah difolikel
gambar cystic oviduct

Peneguhan diagnosis dapat dilakukan dengan pengujian laboratorium didasarkan pada deteksi virus atau adanya serokonversi. Namun, dikarenakan vaksinasi rutin terhadap IB baik menggunakan vaksin aktif maupun inaktif dapat mempersulit peneguhan diagnosis dengan metode uji serologis dikarenakan antibodi terhadap vaksinasi dan infeksi dari lapangan tidak selalu dapat dibedakan [14].

Strategi Pengendalian IB

Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1930 hingga kini penyakit IB masih ditemukan. Keberagaman serotipe IB saat ini utamanya dikarenakan keberagaman dari protein S (spike). Protein S pada struktur permukaan coronavirus terbagi menjadi 2 subunit yaitu S1 dan S2.

Dimana subunit S1 menunjukkan adanya perbedaan variasi asam amino antar strain virus IB sebesar 20% hingga 50%. Hal ini karena virus IB seperti kebanyakan virus RNA lainnya mudah mengalami mutasi dan rekombinasi genetik. Mutasi yang terjadi selama proses replikasi virus tidak terdeteksi karena virus IB tidak memiliki mekanisme proof-reading pada RNA polymerase virus [11].

Saat ini, terdapat 3 jenis virus IB yang masih bersirkulasi secara global yaitu IB klasik (contoh: Massachusetts (M41); Connecticut), IB variant (contoh : 4/91 (793b); A2 (QX-like), CA1737/04) dan IB Nefrotropik (contoh : Gray; Holte; Australian T). Diantara ketiga jenis virus tersebut, IB variant strain QX-like menjadi penyebab utama kasus IB pada ayam petelur, pedaging dan pembibit di Indonesia.

Pengendalian penyakit IB paling efektif adalah melalui vaksinasi dan biosekuriti yang tepat. Vaksinasi IB dengan vaksin IB Klasik strain Massachusetts umum digunakan di seluruh dunia. Namun vaksin IB strain Massachusetts saja tidak dapat memberikan protektivitas yang cukup terhadap strain 4/91 (793b) dan QX-like karena perlindungan silang yang rendah [13].

Medion berkomitmen membantu peternak dalam upaya pencegahan IB dengan menyediakan berbagai vaksin mengandung IB klasik dan variant, dalam bentuk vaksin aktif dan inaktif. Vaksinasi dengan vaksin IB klasik dan variant secara simultan memberikan perlindungan silang yang luas terhadap berbagai tantangan di lapangan, termasuk memberikan perlindungan dari gejala klinis yang parah [8].

Medivac IB variant merupakan vaksin IB Variant aktif mengandung strain M02 (793b) dan Medivac ND G7-IB Variant Emulsion mengandung kombinasi virus IB klasik strain Massachusetts 41 sekaligus IB variant mengandung virus yang homolog dengan isolat lapangan terkini yaitu strain M02 (793b) dan strain M01 (QX-like) dapat dikombinasikan selama periode pemeliharaan untuk memberikan perlindungan lebih baik terhadap tantang virus IB di lapangan.

program vaksinasi terhadap IB

Tidak ada pengobatan khusus apabila ayam telah terinfeksi IB, meskipun pengobatan suportif dengan pemberian antibiotik untuk mengendalikan infeksi sekunder bakteri akan sangat membantu. Adanya infeksi sekunder yang terjadi akibat IB umumnya akan menimbulkan masalah yang lebih besar dibandingkan IB tunggal [9].

Pemberian suportif dengan herbal Reduvir dapat diupayakan untuk membantu mengurangi replikasi virus di jaringan. Reduvir merupakan sediaan cair suspensi yang mengandung ekstrak Rhizoma coptidis dan Andrographis paniculata.

Ekstrak Rhizoma coptidis memiliki metabolit aktif berberine sedangkan Andrographis paniculata memiliki komponen aktif berupa andrographolide yang keduanya memiliki aktivitas antivirus herbal serta mampu bekerja meningkatkan kekebalan tubuh. Pemberian Reduvir efektif dalam membantu meningkatkan kesehatan unggas serta mengurangi kematian pada unggas yang terinfeksi virus IB.

Referensi:

  1. Abozeid, H. H. “Global Emergence of Infectious Bronchitis Virus Variants: Evolution, Immunity, and Vaccination Challenges”. Transboundary and Emerging Diseases. Vol. 2023, Issue 1. https://doi.org/10.1155/2023/1144924
  2. Ali, et al. 2024. “Comparative pathogenicity of CA1737/04 and Mass infectious bronchitis virus genotypes in laying chickens”. Front. Vet. Sci. 11:1338563. doi :10.3389/fvets.2024.1338563
  3. Cavanagh D. “Coronavirus avian infectious bronchitis virus”, Vet Res. (2007) 38:281-97.doi :10.1051/vetres:2006055
  4. Cavanagh D., et al. “Infectious bronchitis”. Disease of Poultry. 2008. Iowa, Blackwell Publishing, 117-135.
  5. Cook JK, et al. “The long view: 40 years of infectious bronvhitis reseach”. Avian Pathol. (2012) 41:239-500. doi:10.1080/03079457.2012.680432
  6. Crinion R. A. P., “Egg quality and production following infectious bronchitis virus exposure at one day old”, Poultry Science. (1972) 51, no. 2, 582–585, https://doi.org/10.3382/ps.0510582, 2-s2.0-0015301719.
  7. Dolz R., Vergara-Alert J., Pérez M., Pujols J., and Majó N., “New insights on infectious bronchitis virus pathogenesis: characterization of Italy 02 serotype in chicks and adult hesn”, Veterinary Microbiology. (2012) 156, no. 3-4, 256–264, https://doi.org/10.1016/j.vetmic.2011.11.001, 2-s2.0-84858746649.
  8. Eid, A.A.M; et al. ”The efficacy of simultaneous successive classic and variant infectious bronchitis virus vaccines versus circulating variant II Egyptian field virus”. Open Veterinary Journal (2024), Vol. 14(1):90-107. doi: 10.5455/OVJ.2024.vI4iI.9.
  9. Farm Health Online 2018 : https://www.farmhealthonline.com/disease-management/poultry-diseases/infectious-bronchitis/
  10. Jackwood M. W. and de Wit S., E. D. Swayne, “Infectious bronchitis”, Diseases of Poultry, 2020, Wiley-Blackwell, 167–188.
  11. Jenkins G. M., Rambaut A., Pybus O. G., and Holmes E. C., “Rates of molecular evolution in RNA viruses: a quantitative phylogenetic analysis”, Journal of Molecular Evolution. (2002) 54, no. 2, 156–165, https://doi.org/10.1007/s00239-001-0064-3, 2-s2.0-0036147047.
  12. M. Najimudeen, S., H. Hassan, M. S., C. Cork, S., & Abdul-Careem, M. F. (2020). “Infectious Bronchitis Coronavirus Infection in Chickens: Multiple System Disease with Immune Suppression”. Pathogens, 9(10), 779. https://doi.org/10.3390/pathogens9100779
  13. Wibowo, MH., et al. “Molecular characterization of pathogenic 4/91-like and QX-like infectius bronchitis virus infectiong commercial poultry farms in Indonesia”. Vet World. 2019 Feb 20;12(2):277-287. doi: 10.14202/vetworld.2019.277-287.
  14. WOAH Terertiral Manual. 2008. Chapter 3.3.2 – Avian infectious bronchitis.
  15. Zhang X., Liao K., Chen S., Yan K., Du X., Zhang C., Guo M., and Wu Y., “Evaluation of the reproductive system development and egg-laying performance of hens infected with TW I-type infectious bronchitis virus”, Veterinary Research. (2020) 51, no. 1, https://doi.org/10.1186/s13567-020-00819-4, 95.
  16. Zhang X., Yan K., Zhang C., Guo M., Chen S., Liao K., Bo Z., Cao Y., and Wu Y., “Pathogenicity comparison between QX-type and Mass-type infectious bronchitis virus to different segments of the oviducts in laying phase”, Virology Journal. (2022) 19, no. 1, https://doi.org/10.1186/s12985-022-01788-0, 62.
Berlangganan sekarang

Update informasi terkini seputar peternakan dan hewan kesayangan.

Artikel Terkait

Berita yang anda cari tidak di temukan

Silakan coba kata kunci lain atau jelajahi beranda kami untuk menemukan apa yang Anda butuhkan

Cari Informasi yang Anda Butuhkan