Usaha budidaya ayam memang tidak terlepas dari berbagai tantangan yang ada. Salah satunya adalah adanya agen infeksi yang ada di lingkungan kandang. Faktor predisposisi seperti kondisi lingkungan yang tidak menentu menyebabkan ayam mudah stres, yang mana stres ini bersifat immunosupresant. Akibatnya ayam menjadi rentan sakit.

Salah satu penyakit yang mulai ramai muncul akhir-akhir ini adalah SHS (Swollen Head Syndrome). Pada awalnya infeksi SHS di peternakan sering dikelirukan dengan Infectious Coryza, dikarenakan gejalanya yang hampir mirip.

Apabila ayam layer terserang SHS, penurunan produksi yang terjadi bisa mencapai 5-40%, dengan angka mortalitas bisa mencapai 2%. Secara kualitas akan berdampak pada kerabang telur menjadi tipis dan tidak dapat mencapai puncak produksi. Pada ayam broiler infeksi SHS menyebabkan feed intake dan berat badan tidak optimal serta peningkatan FCR.

Penyebab Swollen Head Syndrome (SHS)

Swollen head syndrome disebabkan oleh virus Avian Metapneumovirus (aMPV) dari famili Pneumoviridae, subfamili Pneumovirus, dan genus Metapneumovirus. Virus ini merupakan virus Single stranded – RNA (80-200 nm) yang memiliki amplop. Karakter dari virus ini dapat diinaktivasi pada suhu 56°C selama 30 menit dan sensitif terhadap semua jenis desinfektan antara lain Oxidating Agent seperti Antisep dan Neo Antisep, QUAT seperti Medisep dan Zaldes maupun Formaldehide seperti Sporades dan Formades).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim Technical Education and Consultation Medion, virus ini dapat menyerang semua jenis unggas di semua umur. Berdasarkan data tersebut, kejadian penyakit SHS paling sering pada ayam broiler di umur 3 minggu dan pada ayam layer di umur 27-55 minggu.

Kasus SHS sudah ditemukan di berbagai negara dan teridentifikasi sebanyak 6 subtype yaitu aMPV subtype A, B, C, D, New Subtype 1 & 2 (Kaboudi & Lachheb,2021). Sedangkan menurut David E, Swayne, 2020, Virus aMPV dibagi menjadi 4 subtype yaitu A, B, C dan D. Sedangkan berdasarkan pemantauan tim Surveilance Analyst Medion, aMPV yang bersirkulasi di Indonesia saat ini masuk ke dalam subtype B. Penularan penyakit ini bersifat horizontal, baik langsung maupun tidak langsung melalui personal, peralatan dan kendaraan serta pakan dan air minum yang tercemar virus dengan masa inkubasi 3-5 hari.

Patogenesa Swollen Head Syndrome (SHS)

Swollen head syndrome secara umum menyerang 2 sistem utama di dalam tubuh ayam, yakni pernapasan dan reproduksi, oleh karena itu serangan dari virus ini mengakibatkan gangguan pernapasan dan reproduksi.

1. Sistem pernapasan
Virus aMPV masuk melalui mukosa saluran pernapasan, berikutnya akan terjadi akumulasi lendir yang berlebih sebagai reaksi adanya peradangan. Selanjutnya akan timbul gejala pernapasan dan deposit eksudat ke jaringan subkutan (area kepala dan mandibula) (Robles J.C.G, 2020)

2. Sistem reproduksi
Seperti halnya infeksi di saluran pernapasan, virus aMPV pertama masuk melalui mukosa saluran pernapasan, berikutnya virus mengalami viremia atau beredar mengikuti aliran darah, lebih lanjut virus akan mencapai organ target di reproduksi yakni ovarium dan oviduk, sehingga terjadi penurunan produksi telur baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Kejadian Swollen Head Syndrome (SHS) di Peternakan

Indonesia dilewati jalur migrasi burung rute multi-directional yang berpotensi membawa dan menyebarkan aMPV. Burung liar dianggap sebagai reservoir alami dari virus ini (Disease of poultry 14th edition). Berdasarkan data yang dihimpun dari tim Surveillance Analys Medion, berikut sebaran kasus SHS di Indonesia. Dengan proporsi kasus pada ayam broiler sebanyak 55,88%, layer 39,71%, breeder 2,94% dan ayam pejantan 1,47%.

Selain infeksi tunggal terhadap SHS, tidak jarang kejadian infeksi penyakit ini yang berkombinasi dengan penyakit lain. Berikut angka kejadian SHS baik tunggal maupun kombinasi. Beberapa penyakit yang sering menyertai dan memperberat infeksi dari SHS antara lain Coryza, colibacillosis CRD, CRD kompleks dan dibersamai juga dengan kasus heat stress di lapangan.

Penyakit ini tidak mengenal musim, dan seringnya didahului dengan predisposisi penyakit kondisi imunosupresan seperti adanya kontaminasi mikotoksikosis, kondisi stres seperti stres panas atau infeksi penyakit lain yang menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh ayam. Berikut pergerakan penyakit SHS per bulan.

Beberapa hal lain yang berkaitan dengan munculnya penyakit ini jika kita telaah lebih dalam lagi, faktor pemicunya erat kaitannya dengan manajemen pemeliharaan yang kurang optimal. Semakin tinggi kepadatan ayam, feses menumpuk, dan daya serap litter menjadi terbatas. Akibatnya kadar amoniak menjadi lebih tinggi serta berkaitan langsung dengan kualitas udara di peternakan sehingga menjadi pintu gerbang penyakit pernapasan salah satunya Swollen Head Syndrome.

Diagnosa Swollen Head Syndrome

Dalam melakukan diagnosa terhadap suatu penyakit, kita perlu mengumpulkan segala informasi mulai dari data recording, untuk mengetahui apakah feed intake ada masalah, peningkatan mortalitas serta data penurunan Hen Day produksi.

Selain itu penting untuk mengamati gejala klinis yang muncul pada ayam. Untuk penyakit Swollen Head Syndrome gejala yang kita temui antara lain diawali dengan adanya gangguan pernapasan berupa ngorok yang jika diobati antibiotik tidak kunjung sembuh. Ayam menjadi lemah, sering bersin, konjunctivitis berbusa dan kesulitan bernapas (dyspnea). Berikutnya diikuti pembengkakan pada area kepala dan mandibula (rahang bawah) yang mulai terlihat jelas. Kondisi seperti ini berisiko diikuti oleh infeksi sekunder seperti colibacillosis. Pada kasus yang parah, dapat juga disertai dengan opisthotonus dan tortikolis (kejang otot dan leher terpuntir). Sedangkan dampak pada kualitas telur adalah penurunan produksi telur dan warna kerabang menjadi pucat.

Selain pengamatan gejala klinis dari penampakan luar tubuh ayam, perlu dilakukan nekropsi (bedah bangkai) untuk melengkapi data diagnosa ke arah infeksi Swollen Head Syndrome. Beberapa patologi anatomi yang muncul antara lain, jika dilakukan pembedahan, kemudian area kepala diperiksa akan muncul akumulasi cairan (eksudat) di bawah kulit kepala.

Selain itu ditemukan juga akumulasi eksudat di bagian rahang bawah (mandibula). Jika infeksi ini berlanjut, maka akan timbul infeksi sekunder yang menyertai, salah satu infeksi sekunder yang paling sering muncul adalah colibacillosis. Akibatnya muncul perkejuan pada lokasi subkutan di kepala ayam. Hal ini akan memperparah dan memperlama kesembuhan dari infeksi Swollen Head Syndrome.

Untuk membantu mengarahkan diagnosa dapat dilakukan pengujian ELISA terhadap aMPV, jika ayam belum pernah divaksin namun titer antibodi aMPV terdeteksi tinggi, hal ini menjadi salah satu arahan yang mendukung diagnosa terhadap aMPV. Selain itu untuk memastikan diagnosa dapat dilakukan peneguhan dengan uji lab PCR dan Sequencing dari sampel swab maupun organ.

Differential diagnosa Swollen Head Syndrome

Sepertinya halnya penyakit pernapasan yang lain, Swollen Head Syndrome juga menyebabkan gejala yang hampir mirip dengan penyakit CRD, CRD kompleks, coryza, AI, ND, dan IB karena memunculkan gejala awal berupa gangguan pernapasan dan ngorok. Namun seringkali penyakit ini dikelirukan dengan Infectious Coryza yang disebabkan oleh Avibacterium paragallinarum dengan gejala awal yang sama bahkan sama-sama mengalami pembengkakan pada muka. Khusus untuk coryza kebengkakan yang muncul yakni di bagian bawah mata. Hal ini berkaitan dengan predileksi dari agen infeksi penyebabnya yang letaknya di sinus infraorbitalis.

Namun, coryza merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, oleh karena itu jika dilakukan pengobatan dengan antibiotik yang sesuai, maka dapat teratasi. Lain halnya dengan Swollen Head Syndrome, dikarenakan agen penyebabnya adalah virus, maka dengan pemberian antibiotik, tidak kunjung mengalami kesembuhan.

Berikut panduan singkat untuk membedakan infeksi antara coryza dan Swollen Head Syndrome tertera pada tabel 1.

Upaya Pengendalian Swollen Head Syndrome

Dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus kita perlu mengkombinasikan beberapa aspek diantaranya, penerapan manajemen dan biosecurity yang baik serta kombinasi dengan support peralatan peternakan (tempat ransum, tempat minum, dll.)

Penerapan Biosecuriti yang ketat

Penerapan biosekuriti bertujuan untuk mengurangi jumlah bibit penyakit di kandang. Penerapan biosecurity 3 zona (bersih, transisi, kotor) dapat diterapkan sebagai upaya menjaga peternakan dari bibit penyakit dari luar. Program desinfeksi ketat dan disiplin di lingkungan farm/kandang.

Pembatasan lalu-lintas bagi transportasi ataupun personel dan hewan liar yang akan masuk ke area peternakan juga penting untuk menghindari masuknya agen infeksi dari tempat lain yang rawan. yang bisa membawa bibit penyakit.

Batasi kontak antara unggas komersial dengan ayam kampung, unggas air atau hewan liar. Berikutnya, lakukan kosong kandang minimal 2 minggu dihitung saat kandang siap isi supaya memutus rantai penyakit. Melakukan sanitasi kandang dan peralatan (kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot) dengan Neo Antisep atau Medisep. Apabila sedang terjadi outbreak maka penyemprotan dilakukan setiap hari. Hal yang tidak kalah penting adalah lakukan sanitasi air minum dengan memberikan antiseptik seperti Desinsep atau Neo Antisep guna menekan penularan penyakit melalui lendir yang mengontaminasi air minum.

  Menekan Imunosupresan dan Pemberian Suplemen

Pada dasarnya menciptakan kondisi yang nyaman untuk ayam membantu agar ayam tidak mudah terserang penyakit. Untuk itu perlunya penerapan manajemen yang optimal seperti sirkulasi udara, suhu, dan kelembapan yang sesuai. Upayakan kondisi litter tetap kering dan konsentrasi amonia rendah. Kadar amonia yang tinggi menyebabkan iritasi saluran pernapasan atas yang dapat memicu infeksi penyakit pernapasan. Manajemen ventilasi yang kurang baik dapat meningkatkan terjadinya penyakit saluran pernapasan. Terlebih lagi pada peternakan dengan sistem kandang terbuka yang sangat bergantung pada kondisi eksternal, peternak harus menyesuaikan dengan lingkungan supaya ayam tetap dalam kondisi yang nyaman dan terhindar dari penyakit. Selain itu perlunya menekan kondisi imunosupresan seperti, adanya kontaminasi mikotoksin, stres dan penyakit imunosupresan lainnya perlu dilakukan karena kondisi ini dapat memengaruhi antibodi yang terbentuk di dalam tubuh ayam menjadi tidak optimal sehingga rentan terhadap infeksi penyakit. Pemberian multivitamin (Solvit, Aminovit, atau Fortevit), imunostimulan (Imustim) dan premiks (Mix Plus) sebagai suplemen ransum akan meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Dengan suplementasi vitamin, kondisi selaput lendir unggas akan semakin baik sehingga virus aMPV penyebab SHS yang akan masuk ke selaput lendir bisa optimal dihalau. Selain vitamin, penambahan premiks juga penting untuk melengkapi kebutuhan nutrisi ransum, sehingga proses metabolisme pertahanan tubuh unggas bisa berjalan maksimal.

  Untuk upaya pencegahan dapat dilakukan vaksinasi 1x untuk broiler dan 2x untuk layer dapat disesuaikan dengan kondisi farm atau sesuai rekomendasi dari produsen vaksin.

  Penanganan pada ayam yang sudah terkena SHS dapat diberikan supportive seperti multivitamin (Solvit, Aminovit, atau Fortevit), imunostimulan (Imustim), dan Respitoran yang dapat mengencerkan lendir dan meredakan peradangan pada kasus gangguan saluran pernapasan.

Dengan beberapa informasi diatas diharapkan peternak dapat mengenal penyakit Swollen Head Syndrome serta dapat menerapkan langkah-langkah pengendalian guna mencegah masuknya infeksi Swollen Head Syndrome di peternakan.

Waspada Swollen Head Syndrome Kian Mengusik
Subscribe To Our Newsletter
We respect your privacy. Your information is safe and will never be shared.
Don't miss out. Subscribe today.
×
×
WordPress Popup Plugin