Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan ternak. Salah satunya adalah cuaca terutama saat peralihan musim. Kondisi curah hujan yang tinggi, suhu yang rendah disertai kelembapan tinggi menjadi salah satu predisposisi penyakit. Penyakit yang disebabkan bakteri, jamur, virus, protozoa, endoparasit serta ektoparasit berkembang biak dengan baik. Penyakit pernapasan menjadi penyakit yang paling mendominasi salah satunya coryza. Penyakit coryza atau yang familiar dikenal dengan “snot” menjadi salah satu penyakit yang menjadi primadona. Terutama di ayam layer karena kasusnya yang sering muncul dan berulang.
Hal ini tentu menjadi perhatian kita bersama mengapa kasus coryza masih tetap sulit untuk dikontrol. Lalu bagaimana pengaruh kondisi lingkungan terutama saat peralihan musim?
Kasus Coryza di Lapangan saat Peralihan Musim
Jika dilihat dari data pada Grafik 1 diketahui bahwa kasus coryza meningkat di awal musim hujan mulai di bulan Agustus maupun saat peralihan cuaca (pancaroba). Selanjutnya kejadian coryza yang fluktuatif bisa disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak menentu, bahkan terkadang berubah ekstrem. Terutama pada farm layer, terjadi peningkatan signifikan terutama saat pergantian tahun. Sehingga peternak perlu mewaspadai peningkatan kasus coryza pada musim-musim basah atau pancaroba yang menyebabkan ayam mengalami stres sehingga kondisi ayam menjadi menurun. Kondisi lingkungan kandang yang lembap juga mendukung bakteri coryza berkembang cukup pesat. Kejadian kasus coryza dipicu faktor predisposisi, seperti gangguan dari lingkungan kandang, masalah nutrisi, perlakuan vaksinasi serta berbagai penyakit yang menyebabkan imunosupresif.
Indonesia merupakan negara tropis dengan suhu lingkungan 27-30° celcius dan kelembapan berkisar 70-95%. Kondisi ini sangat cocok untuk perkembangan dari bakteri Av. Paragallinarum penyebab coryza. Prevalensi kasus coryza biasanya sangat tinggi pada rentang September hingga Februari. Hal ini karena pada peralihan cuaca tersebut kelembapan kandang menjadi lebih tinggi disertai kandungan oksigen yang rendah.
Meskipun ayam layer maupun broiler keduanya rentan terserang, namun jumlah laporan kasus pada ayam layer lebih tinggi dibanding ayam broiler. Hal ini dikarenakan masa hidup ayam layer lebih panjang sehingga risiko untuk terpapar coryza lebih tinggi dan diperparah dengan adanya masalah ventilasi dan lingkungan yang buruk.
Kejadian kasus coryza ini akan menimbulkan beberapa kerugian. Diantaranya yaitu angka kesakitan/morbiditas pada kasus coryza dapat mencapai 20-50% dan angka kematian/mortalitas hingga 5-20%. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat jika terjadi koinfeksi bakterial Mycoplasma synoviae, Mycoplasma gallisepticum, Ornithobacterium rhinotracheale, Pasteurella multocida, dan infeksi viral IB, ILT dan cacar. Selain itu pada ayam broiler akan kesulitan mengejar keterlambatan pertumbuhan bobot badan standar. Sedangkan pada ayam layer akan terjadi penurunan produksi telur hingga 10-40%.
Penyebab dan Faktor Predisposisi
Avibacterium paragalinarum (Av. Paragalinarum) merupakan bakteri penyebab coryza dengan lokasi predileksi utamanya di sinus infraorbitalis yang berlokasi di bawah hidung. Bakteri Av. paragallinarum penyebab coryza ini dibagi menjadi beberapa serovar. Berdasarkan metode page, dibagi menjadi serovar A, B, dan C. Sedangkan metode kume membagi lebih detail lagi menjadi A1, A2, A3, A4, B1, C1, C2, C3 dan C4. Diantara serovar tersebut, tidak ada proteksi silang antar serovar A, B, C namun terdapat proteksi silang yang baik diantara serotipe pada serovar A (A1, A2, A3, A4) dan proteksi silang variatif diantara serotipe pada serovar C (C1, C2, C3, C4).
Tim Research and Development Medion telah melakukan mapping bakteri penyebab coryza di Indonesia. Berdasarkan data hasil isolat yang dikumpulkan oleh Medion, saat ini bakteri Av. paragallinarum yang ditemukan di Indonesia, termasuk dalam serotipe A1, C1 dan C4. Terutama serotipe C4 yang dominan ditemukan dan sudah banyak tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Bandung, Banjarmasin, Jambi, Kendal, Samarinda, Semarang, dan Sukabumi.
Coryza dapat ditularkan secara horizontal baik secara langsung atau tidak langsung. Penularan secara langsung yaitu dari ayam sakit ke ayam sehat secara kontak langsung, sedangkan secara tidak langsung dari berbagai media. Misalnya dari pakan, air minum, atau udara yang terkontaminasi eksudat/leleran hidung ayam yang mengandung bakteri Av. Paragallinarum. Eksudat yang keluar dari hidung menjadi media paling efektif yang menularkan coryza, terutama pada kandang dengan sistem tempat minum paralon terbuka.
Bakteri Av. Paragallinarum masuk melalui hidung, kemudian akan masuk dan memperbanyak diri di sinus infraorbitalis. Masa inkubasi (waktu yang dibutuhkan sejak bakteri mulai masuk hingga menunjukkan gejala) dari coryza adalah 1-3 hari. Outbreak coryza berlangsung selama 4-12 minggu (pada ayam layer) atau 6-14 hari (pada ayam broiler) tergantung dari jumlah bakteri dalam tubuh ayam atau lingkungan kandang, dan ada tidaknya infeksi sekunder.
Faktor predisposisi yang memicu dan memperparah penyakit coryza diantaranya faktor udara, kualitas dan sirkulasi udara yang kurang baik. Hal ini akan mengakibatkan asupan O₂ yang dibutuhkan ayam berkurang. Faktor litter/sekam yang basah menyebabkan kelembapan dalam kandang meningkat dan kadar amonia yang tinggi sehingga akan terhirup oleh ayam. Ketika masuk ke dalam saluran pernapasan atas, amonia dapat menyebabkan sel-sel epitel (mukosa) mengalami iritasi dan kerontokan silia. Sel-sel epitel pada saluran tersebut merupakan mekanisme pertahanan awal karena mampu menghasilkan lendir (mukus) sedangkan silia berfungsi menghalau agen infeksi yang masuk. Apabila kedua struktur tersebut rusak, bakteri penyebab coryza akan mudah masuk dan menempel di sinus infrobitalis pada hidung kemudian menyebabkan infeksi yang lebih parah. Pada ayam layer, penerapan sistem pemeliharaan multi age (banyak umur) juga dapat menjadi faktor predisposisi penyakit coryza. Hal ini karena ketika ayam terserang coryza kemudian sudah sembuh dapat bertindak sebagai carrier (pembawa). Sehingga ayam secara klinis sudah sembuh namun masih membawa bakteri dan mengeluarkan dari sistem pernapasan. Akibatnya akan menularkan ke ayam sehat lainnya yang berada dalam satu populasi tersebut terutama pada ayam yang lebih muda. Hal ini juga yang menyebabkan kejadian coryza sering berulang.
Pola Umur Serangan Penyakit
Berdasarkan Data Tim Technical Education and Consultation (TEC) Medion selama 2019 hingga 2022 diketahui bahwa kasus coryza selalu muncul sepanjang tahun baik pada broiler maupun layer. Mengenai umur serangan, pada ayam broiler banyak terserang di umur 22-28 hari. Hal ini bisa terjadi karena pada umur tersebut produksi feses lebih tinggi sehingga risiko adanya amonia disertai dengan kepadatan yang tinggi akan meningkatkan risiko coryza menginfeksi. Sedangkan pada ayam layer paling tinggi terjadi di umur >18-35 minggu yaitu di masa awal hingga puncak produksi. Hal ini bisa disebabkan karena pada fase tersebut, ayam diharuskan mengejar target terutama produksi telur. Apabila dalam waktu tersebut kondisi lingkungan tidak mendukung dan menyebabkan ayam stres, maka hal ini memicu infeksi penyakit akan mudah bermunculan tidak terkecuali coryza.
Gejala Klinis dan Patologi Anatomi yang Nampak
Gejala klinis yang menciri pada penyakit coryza adalah radang akut pada saluran pernapasan bagian atas. Keluarnya lendir atau kotoran dari hidung yang mula-mula berwarna kuning encer kemudian lambat laun berubah menjadi kental, bernanah, dan berbau khas (bau busuk/amis). Sehingga ayam bersin-bersin, sulit bernapas dan ngorok. Sinus infraorbitalis (di bawah mata) akan membengkak dan apabila kondisi lebih parah mata akan tertutup karena adanya timbunan cairan tersebut. Selain itu, nafsu makan hilang, dan terkadang terjadi diare.
Jika dilakukan bedah untuk melihat perubahan patologi anatomi, akan ditemukan sinus hidung, laring, dan trakea mengalami peradangan disertai lendir. Terkadang, pada kondisi yang lebih parah pada bagian sinus juga ditemukan perkejuan. Apabila penyakit coryza diikuti oleh colibacillosis hingga ke area mata (panopthalmitis), maka mata akan membengkak berisi perkejuan padat berwarna kekuningan. Sifat kebengkakan pada sinus hidung bisa terjadi unilateral atau bilateral. Beberapa penyakit yang memiliki gejala klinis mirip dengan coryza yaitu SHS, colibacillosis (bentuk panopthalmitis), ILT, cacar basah (wet pox), dan ORT (ornithobacterium rhinotracheale). Untuk membedakan kasus tersebut, jika diperlukan uji laboratorium (PCR dan sequencing).
Pencegahan Coryza
Pencegahan coryza perlu dilakukan dengan melakukan vaksinasi yang tepat, aplikasi manajemen pemeliharaan yang optimal, dan penerapan biosecurity yang ketat.
- Vaksinasi
Penyakit coryza menjadi salah satu penyakit yang cukup sulit disembuhkan. Oleh karena itu, tindakan alternatif yang bisa dilakukan untuk mengendalikan coryza adalah pencegahan dengan vaksinasi. Vaksinasi dilakukan untuk membentuk kekebalan di dalam tubuh ayam, sehingga frekuensi munculnya kasus dapat ditekan. Selain itu, jika coryza menyerang, maka pada ayam yang sudah divaksin serangannya tidak akan parah dan ketika diobati akan lebih cepat sembuh. Demikian juga dengan keparahan kasus, jika terjadi akan lebih ringan.
Program vaksinasi pada ayam layer bisa diberikan pada umur 6-8 minggu menggunakan Medivac Coryza T Suspension atau Medivac Coryza T Chito kemudian diulang pada umur 15-16 minggu menggunakan Medivac Coryza T Chito, Medivac Coryza T Suspension atau Medivac Coryza T. Jika di peternakan sangat rawan terjadi coryza, maka vaksinasi ulangan dapat dilakukan 5-6 minggu setelah vaksinasi pertama. Sedangkan pada ayam broiler/pejantan dilakukan pada umur 7-14 hari dengan Medivac Coryza T Chito.
Medivac Coryza T Chito merupakan vaksin inaktif Medion yang mengandung bakteri Avibacterium paragallinarum strain W, Spross dan Modesto yang telah diinaktifkan yang dilarutkan dalam adjuvant chitosan untuk meningkatkan dan memperpanjang daya vaksin.
Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi atau pemberian vaksinasi coryza (khususnya vaksin berbentuk emulsi) yaitu :
- Proses thawing (menaikkan suhu secara bertahap dari suhu penyimpanan hingga sesuai dengan suhu lingkungan) yang tepat untuk mengurangi reaksi post injeksi. Thawing dilakukan dengan cara mengeluarkan vaksin dari kulkas lalu dibiarkan hingga embun pada dinding botol vaksin hilang.
- Lokasi penyuntikan yang benar yaitu pada ayam dewasa melalui intramuskular dada, intramuskular paha, atau subkutan leher.
- Peralatan dalam keadaan steril, dan jarum yang digunakan layak pakai (tidak boleh tumpul/bengkok/patah) dan diganti setiap 500 ekor ayam.
2. Penerapan manajemen yang optimal
Manajemen merupakan faktor terbesar yang menentukan performa ayam. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi tata laksana manajemen pemeliharaan yang diaplikasikan yaitu :
- Kosong kandang minimal 14 hari setelah kandang dalam keadaan bersih untuk memutus rantai penyakit sebelumnya. Pembersihan kandang dilakukan menyeluruh mulai dari sela-sela kandang, bagian bawah dari kandang panggung juga tidak boleh terlewatkan. Mencuci kandang dengan detergen dan disikat, kemudian disemprot air bertekanan tinggi.
- Seleksi DOC saat chick in sehingga diharapkan ayam mempunyai kemampuan hidup lebih tinggi dan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan sehat
- Manajemen masa brooding dan litter harus baik. Tempat makan dan minum cukup dan litter harus selalu kering dan bebas debu. Tambahkan litter kering apabila sudah lembap dan basah. Hal tersebut mencegah risiko terjadinya iritasi saluran pernapasan bagian atas karena tingginya kelembapan dan kadar amonia. Udara bersih di dalam kandang perlu diperhatikan dengan mengatur buka tutup tirai dengan baik serta mengatur kepadatan kandang.
- Pada pemeliharaan banyak umur pada satu lokasi (one age, one site), yang diperhatikan adalah jalur lalu lintas kandang dari ayam muda ke ayam tua. Tempatkan DOC/pullet pada kandang yang berjauhan dengan kandang layer produksi, dan minimalisir kondisi stres pada ayam terutama saat proses pindah kandang.
3. Memperketat biosecurity
Penerapan biosecurity secara menyeluruh mulai dari isolasi, pengaturan lalu lintas, dan sanitasi perlu diperhatikan diantaranya :
- Penerapan 3 zona (bersih, transisi, kotor) supaya bibit penyakit yang masuk ke dalam lingkungan kandang dapat minimalkan sehingga tantangan penyakit menjadi lebih sedikit.
- Penyemprotan kandang, pencucian, dan sanitasi tempat pakan dan tempat minum tiap 3-4 hari sekali serta celup kaki pada bak desinfektan sebelum masuk ke kandang menggunakan Medisep atau Zaldes.
- Desinfeksi air minum dengan Desinsep untuk mencegah penularan bakteri lewat air minum.
- Desinfeksi kendaraan menggunakan Sporades atau Medisep untuk mencegah kontak bibit penyakit masuk ke kandang.
Penanganan Coryza
Apabila coryza menyerang peternakan, berikut hal-hal yang perlu dilakukan:
- Seleksi dan isolasi ayam sakit
Pada satu kelompok ayam, akan ditemukan variasi keparahan penyakit yang berbeda, sehingga timbul efek pengobatan yang berbeda. Terdapat ayam yang sudah sembuh, namun juga akan ditemukan ayam yang hanya terlihat sembuh. Saat kondisi tubuh ayam dan lingkungan yang tidak memadai, ayam yang terlihat sembuh akan kambuh kembali. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi dan isolasi. Seleksi yaitu dengan cara memisahkan ayam-ayam yang sakit dan sudah terlihat parah. Selanjutnya, isolasi dengan meletakkan ayam tersebut ke dalam kandang isolasi yang berbeda untuk diberi penanganan.
- Metode pengobatan yang tepat
Pada kondisi ayam yang masih menunjukkan gejala ringan, aplikasi pemberian obat masih bisa lewat air minum. Pemilihan antibiotik ini adalah yang memiliki daya serap baik di saluran pencernaan. Hal ini bertujuan supaya obat dapat terdistribusi sampai target organ yaitu sinus infraorbitalis. Organ target sinus infraorbitalis memiliki struktur yang miskin pembuluh darah. Pilihan obatnya bisa menggunakan Neo Meditril, Tinolin,atau Remisin. Pada kondisi serangan berat dimana muka terlihat bengkak, aplikasi pemberian obat dilakukan secara injeksi. Hal ini karena pada kondisi muka bengkak, konsumsi air minum akan menurun. Contoh produk antibiotik yang dapat digunakan adalah Tinolin Injection, Gentamin, Vet Strep atau Medoxy-LA.
Dalam pemilihan antibiotik perlu memperhatikan resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah kondisi meningkatnya ketahanan bakteri terhadap daya kerja antibiotik tertentu. Akibatnya, bakteri menjadi tidak sensitif atau kebal terhadap satu jenis antibiotik. Resistensi antibiotik terutama terjadi akibat pemberian dosis yang tidak sesuai, pemilihan antibiotik yang tidak tepat, dan pengobatan yang tidak tuntas. Oleh karena itu perlu dilakukan rolling antibiotik. Penggunaannya yaitu memberikan antibiotik dari golongan berbeda setiap interval 3-4 kali periode pengobatan.
- Pemberian suplementasi dan terapi suportif
Pada kondisi sakit, nafsu makan dan kondisi tubuh ayam akan menurun. Oleh karena itu pemberian multivitamin diharapkan dapat mengembalikan stamina tubuh ayam serta merangsang nafsu makan ayam. Contoh produk yang digunakan yaitu Injeksi Vitamin B Kompleks atau Fortevit. Selain itu dapat diberikan imunostimulan untuk meningkatkan imunitas tubuh ayam menggunakan Imustim.
- Evaluasi manajemen pemeliharaan
Perbaikan kualitas dan sirkulasi udara perlu diperhatikan. Kontrol kondisi amonia di kandang untuk mengurangi iritasi terutama pada saluran pernapasan ayam. Selain itu, dapat diberikan produk herbal yaitu Ammotrol yang berfungsi untuk mengikat amonia menjadi bentuk yang tidak menguap sehingga bau amonia berkurang di kandang. Ammotrol juga bermanfaat untuk menjadikan feses yang dihasilkan oleh ayam menjadi lebih kering.
Peralihan musim dan perubahan cuaca menjadi pencetus meningkatnya kejadian coryza di lapangan. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan dengan mengombinasikan vaksinasi, peningkatan biosecurity, dan manajemen pemeliharaan optimal. Pencegahan sebagai langkah awal untuk mengendalikan kasus coryza. Semoga bermanfaat.