Tentu kita sudah tidak asing dengan penyakit coryza atau yang familiar dikenal dengan “snot”. Penyakit coryza masih masuk ke dalam 10 besar peringkat penyakit yang menyerang ayam, baik pada ayam layer maupun broiler selama 3 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa mengatasi coryza tidak mudah dilakukan.
Mengapa kasus coryza masih tetap membandel dan seperti sulit untuk dikontrol? Bagaimana dengan pengalaman Anda sendiri? Betulkah demikian?
Kasus Coryza Saat Ini
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragalinarum (Av. Paragalinarum) ini lokasi predileksi utamanya di sinus infraorbitalis. Bakteri Av. paragallinarum penyebab coryza ini dibagi menjadi beberapa serovar. Berdasarkan metode page, dibagi menjadi serovar A, B, dan C. Sedangkan metode kume membagi lebih detail lagi menjadi A1, A2, A3, A4, B1, C1, C2, C3 dan C4. Diantara serovar tersebut, tidak ada proteksi silang antar serovar A, B, C namun terdapat proteksi silang yang baik diantara serotipe pada serovar A (A1, A2, A3, A4) dan proteksi silang variatif diantara serotipe pada serovar C (C1, C2, C3, C4).
Tim Research and Development Medion telah melakukan mapping bakteri penyebab coryza di Indonesia. Berdasarkan data hasil isolat yang dikumpulkan oleh Medion, saat ini bakteri Av. paragallinarum yang ditemukan di Indonesia, termasuk dalam serotipe A1, C1 dan C4. Terutama serotipe C4 yang dominan ditemukan dan sudah banyak tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Bandung, Banjarmasin, Jambi, Kendal, Samarinda, Semarang, dan Sukabumi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan tim Technical Education and Consultation (TEC) Medion, kasus pada ayam broiler, penyakit ini berada di peringkat 6 dalam periode Januari-Juni 2021. Sedangkan untuk kejadian kasus coryza pada ayam layer menempati urutan ke-1 dalam artian kejadiannya patut untuk diwaspadai.
Jika dilihat dari data pada Grafik 1 diketahui bahwa kasus coryza trennya meningkat di musim hujan maupun peralihan cuaca (pancaroba). Terutama pada farm layer, bulan Oktober 2020 mengalami peningkatan hingga pergantian tahun 2021 memasuki bulan ketiga menjadi puncak tertinggi kejadian kasus. Sehingga peternak perlu mewaspadai peningkatan kasus coryza pada musim-musim basah atau pancaroba yang menyebabkan ayam mengalami stres sehingga kondisi ayam menjadi menurun. Kondisi lingkungan kandang yang lembap juga mendukung bakteri coryza berkembang cukup pesat. Kejadian kasus coryza dipicu faktor predisposisi, seperti gangguan dari lingkungan kandang, masalah nutrisi, perlakuan vaksinasi serta berbagai penyakit yang menyebabkan imunosupresif.
Ayam layer maupun broiler keduanya rentan terserang, namun di tahun 2021 jumlah laporan kasus pada ayam layer lebih tinggi dibanding ayam broiler. Hal ini dikarenakan masa hidup ayam layer lebih panjang sehingga risiko untuk terpapar penyakit tersebut lebih tinggi dan diperparah dengan adanya masalah ventilasi dan lingkungan yang buruk. Faktor predisposisi yang dapat memicu dan memperparah penyakit pernapasan seperti coryza antara lain kualitas udara yang kurang baik, kurangnya ventilasi dan sirkulasi udara yang buruk mengakibatkan asupan O₂ yang dibutuhkan ayam berkurang. Kondisi cuaca yang tidak menentu akan menyebabkan ayam menjadi stres sehingga kondisi dan daya tahan tubuh ayam menjadi menurun. Pada saat kondisi tubuh ayam menurun ini penyakit akan lebih mudah masuk dan menyerang tubuh ayam termasuk coryza. Karena itu, ayam layer membutuhkan perlindungan dengan durasi imunitas yang panjang. Kejadiannya infeksi coryza bisa berulang dan selalu muncul sepanjang tahun, karena itu coryza mengancam hampir di semua umur ayam broiler dan layer. Terutama dikarenakan ayam layer banyak menerapkan sistem pemeliharaan multi age farming (banyak umur), dimana jika terdapat ayam yang sudah sembuh dari serangan coryza akan bertindak sebagai carrier (pembawa) dan dapat menginfeksi ayam sehat lainnya yang berada dalam satu populasi atau satu kandang dengan ayam carrier tersebut.
Faktor litter/sekam yang basah mengakibatkan kondisi kelembapan dalam kandang meningkat serta kadar amonia tinggi bisa terhirup oleh ayam. Hal itu mengakibatkan sel-sel epitel (mukosa) pada saluran pernapasan bagian atas mengalami iritasi. Sel-sel tersebut merupakan mekanisme pertahanan awal karena mampu menghasilkan lendir (mukus) dan terdiri dari silia untuk menghalau agen infeksi yang masuk. Iritasi yang tidak ditangani dengan baik akan membuat bakteri coryza berhasil masuk dan menempel di sinus hidung, kemudian menyebabkan infeksi lebih parah lagi.
Rute Penularan Coryza Perlu Diperhatikan
Coryza menyerang ayam melalui media pakan, air minum, dan udara yang terkontaminasi eksudat/leleran hidung ayam yang mengandung bakteri Av. paragallinarum, atau kontak langsung dengan ayam yang lebih dahulu terserang coryza. Eksudat yang keluar dari hidung adalah media penularan coryza yang sangat efektif antar ayam, terutama untuk kandang dengan tempat minum paralon. Seringkali ditemukan di lapangan, kasus coryza ini menjadi berulang dan terus-menerus, terlebih lagi jika tidak ada seleksi. Faktor lain peluang tingginya kasus coryza terutama di musim hujan karena selain bakteri E. coli yang umum ditularkan lewat air, bakteri coryza juga bisa cepat menyebar lewat media air yang melimpah di musim hujan.
Bakteri Av. Paragalinarum masuk melalui mulut atau hidung, kemudian akan masuk dan memperbanyak diri di sinus hidung (sinus infraorbitalis) dengan masa inkubasi antara 1-3 hari yang selanjutnya diikuti munculnya gejala klinis yang cepat. Outbreak coryza berlangsung selama 4-12 minggu (pada ayam layer) atau 6-14 hari (pada ayam broiler) tergantung dari jenis serovar, jumlah bakteri dalam tubuh ayam atau lingkungan kandang, dan ada tidaknya infeksi sekunder.
Seperti yang kita ketahui kejadian kasus coryza ini akan menimbulkan beberapa kerugian sebagai berikut :
- Angka kesakitan/morbiditas pada kasus coryza dapat mencapai 20-50%
- Angka kematian/mortalitas hingga 5-20%
- Pada ayam broiler akan menghambat pertumbuhan sehingga sulit mencapai bobot badan standar
- FCR meningkat dan biaya pakan membengkak
- Pada ayam layer terjadi penurunan produksi telur hingga 10-40%
- Peningkatan jumlah ayam afkir
- Peningkatan biaya kesehatan /pengobatan (broiler 44% dan layer 10%)
Poin-poin Penting Pengendalian Coryza Agar Kasus tidak Berulang
1. Teknik pengobatan yang tepat
Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam pengobatan coryza adalah teknik pemberian obat. Pengobatan akan optimal jika obat mampu mencapai target organ atau lokasi penyakit. Sehingga pemilihan obat perlu mempertimbangkan tingkat keparahan gejala klinis yang ditunjukkan. Kasus ringan dengan kondisi ayam masih bisa minum maka pemberian obat dapat dilakukan melalui air minum menggunakan antibiotik yang tepat. Efek stres yang ditimbulkan pun lebih rendah. Sebaiknya pilih antibiotik yang memiliki daya serap baik di saluran pencernaan sehingga dapat terdistribusi sampai ke target organ yakni sinus infraorbitalis dengan optimal. Penyebabnya terkait sinus hidung yang relatif memiliki sedikit pembuluh darah. Jika teknik pengobatan coryza kurang tepat, maka kadar obat yang mencapai lokasi ini menjadi berkurang dan kerja obat pun akan kurang optimal. Antibiotik yang bisa digunakan adalah golongan fluoroquinolon, tetracycline maupun penisilin. Contoh produknya adalah Erydoxcy, Tinolin, atau Neo Meditril.
Selain menggunakan antibiotik-antibiotik tersebut, upaya pengobatan coryza dapat menggunakan Fithera yang merupakan produk herbal Medion. Produk ini berasal dan ekstrak herbal sehingga aman digunakan dan memiliki efektivitas yang baik dalam membunuh bakteri Avibacterium paragallinarum penyebab coryza.
Sedangkan ayam yang mengalami gejala lebih parah seperti kebengkakan pada area sinus infraorbitalis (bagian muka) sehingga menyebabkan matanya menutup dan tidak mampu lagi untuk minum. Jika kondisinya sudah demikian, berikan obat secara injeksi dari golongan aminoglikosida, tetracycline maupun fluoroquinolon. Contohnya seperti Vet Strep, Gentamin atau Tinolin Injection. Dalam prinsip pengobatan yang benar lakukan juga rolling antibiotik untuk menghindari terjadinya resistensi.
2. Kendalikan amonia
Jika litter atau sekam sudah sedikit basah, dapat segera diganti atau ditambahkan litter yang baru di atasnya. Hal tersebut mencegah risiko terjadinya iritasi saluran pernapasan bagian atas dikarenakan tingginya kelembapan dan kadar amonia. Dukung dengan pemberian Ammotrol yang bekerja mengikat amonia menjadi bentuk yang tidak menguap sehingga bau amonia berkurang. Ammotrol juga dapat menjadikan feses yang dihasilkan oleh ayam menjadi lebih kering.
3. Seleksi dan isolasi ayam yang sakit
Adanya variasi tingkat keparahan namun tidak ada seleksi dan pemisahan sehingga timbul efek pengobatan yang tidak merata (ada ayam yang sudah sembuh, tapi ada juga ayam yang hanya “kelihatan” sembuh atau belum sembuh total). Saat kondisi tidak optimal, ayam yang “kelihatan” sembuh akan kambuh lagi. Di sinilah pentingnya dilakukan seleksi dan isolasi. Selain itu isolasi perlu dilakukan untuk menghindari penularan bakteri coryza yang bisa cepat menyebar lewat media air misalnya melalui satu jalur paralon. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah seleksi pada ayam-ayam yang ditemukan nampak lesu, mengantuk, terlihat tidak nafsu makan, mulai adanya gangguan pernapasan (gasping, leleran hidung), muka ayam mulai bengap, serta mulai tidak berproduksi. Kemudian pisahkan ke dalam kandang isolasi yang berbeda untuk diberikan penanganan.
4. Perketat biosecurity
- Lakukan penerapan biosekuriti model 3 zona (bersih, transisi, kotor) untuk membatasi lalu lintas agar tidak terjadinya penyebaran penyakit.
- Lakukan desinfeksi air minum dan semprot kandang secara rutin untuk menurunkan tingkat infeksi dan durasi infeksi (Sumber: Bragg, “Limitation of the spread and impact of infectious coryza through the use of a continuous disinfection programme”). Saat ada wabah desinfeksi dilakukan setiap hari untuk membunuh agen penyakit. Contohnya dengan menggunakan desinfektan golongan ammonium quartener (QUATS) seperti Medisep dan Zaldes.
- Desinfeksi kendaraan dan orang yang keluar masuk kandang untuk mencegah kontak bibit penyakit masuk ke kandang.
5. Titik Kritis Manajemen
Evaluasi kembali mengenai titik kritis manajemen perkandangan dan tata laksana pemeliharaan yang kita aplikasikan.
- Proses kosong kandang yang optimal dilakukan paling sedikit 14 hari setelah kandang dalam keadaan bersih untuk memutus rantai penyakit sebelumnya.
- Saat kosong kandang, pembersihan harus dilakukan menyeluruh ke setiap bagian kandang. Sela-sela kandang, dan bagian bawah dari kandang panggung juga tidak boleh lepas dari pembersihan. Setelah semua peralatan dikeluarkan, kandang dibersihkan dengan detergen dan disikat, kemudian disemprot air bertekanan tinggi.
- Saat chick in, lakukan seleksi DOC berkualitas. Sehingga diharapkan akan mempunyai kemampuan hidup yang tinggi dan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan sekitar.
- Manajemen masa brooding dan litter harus baik
- Menyediakan udara bersih di dalam kandang dengan mengatur buka tutup tirai (fase starter dan grower atau pada kandang postal) dengan baik serta mengatur kepadatan ayam. Ventilasi yang cukup, sirkulasi udara yang baik, sangat berpengaruh terhadap kecukupan gas O₂ dalam kandang.
- Jika memungkinkan bisa menerapkan penggunaan kandang closed house. Penggunaan kandang tertutup atau closed house menjadi sebuah solusi bagi peternak untuk memaksimalkan kemampuan produksi ayam dengan membantu mengoptimalkan kondisi lingkungan kandang yang ideal meliputi aspek ventilasi, suhu dan kelembapan.
- Jika memungkinkan untuk tidak memelihara ayam dengan sistem banyak umur pada satu lokasi (one age one site). Namun apabila farm menerapkan beragam umur (multiage), perlu diperhatikan beberapa hal seperti mengatur jalur lalu lintas kandang dari ayam muda ke ayam tua, tempatkan DOC/pullet pada kandang yang berjauhan dengan kandang layer produksi, dan minimalisir kondisi stres pada ayam terutama saat proses pindah kandang.
6. Dukung dengan Suplementasi
Berikan multivitamin secara rutin, misalnya Fortevit, Vita Stress, Imustim untuk menjaga stamina ayam tetap optimal, mengatasi stres, mencegah penyakit akibat kekurangan vitamin serta mempercepat pertumbuhan dan produktivitas.
7. Vaksinasi Coryza
Seiring dengan kejadian kasus coryza yang berulang di sepanjang tahun, penyakit ini juga merupakan salah satu yang susah untuk diobati. Menyadari sulitnya pengobatan pada kasus ini, pencegahan dengan vaksinasi merupakan hal yang sangat penting. Vaksinasi mampu menekan frekuensi munculnya kasus dan kejadiannya tidak akan terlalu parah, dibandingkan jika ayam tidak divaksin coryza.
Rekomendasi program vaksinasi bisa dengan memberikan kombinasi vaksin Medivac Coryza T Chito dengan Medivac Coryza T Suspension atau Medivac Coryza T sehingga mampu memberikan perlindungan yang optimal.
Program vaksinasi dapat disesuaikan dengan kondisi peternakan setempat dan isolat bakteri yang menyerang. Penentuan jadwal vaksinasi juga bisa ditentukan berdasarkan sejarah kasus serangan pada pemeliharaan sebelumnya yaitu paling lambat 3-4 minggu sebelum umur serangan coryza.
Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi atau pemberian vaksinasi coryza (khususnya vaksin bentuk emulsi) diantaranya:
- Proses thawing, yaitu menaikkan suhu secara bertahap dari suhu penyimpanan sehingga sesuai dengan suhu lingkungan. Karena vaksin yang masih dingin ketika diinjeksikan akan memperparah reaksi post injeksi.
- Indonesia memiliki iklim tropis, maka untuk melakukan thawing bisa cukup mengeluarkan vaksin inaktif dari kulkas lalu dibiarkan beberapa saat pada suhu ruang hingga embun pada dinding botol vaksin hilang sebelum diinjeksikan pada ayam. Cara mempercepat thawing vaksin bisa dengan botol vaksin dikocok dan genggam dengan tangan hingga vaksin sudah tidak berembun.
- Lokasi penyuntikan pada ayam dewasa bisa melalui intramuskular dada, intramuskular paha, atau subkutan leher.
- Peralatan dalam keadaan steril, jarum yang digunakan harus layak pakai (tidak boleh tumpul/bengkok/patah) dan jarum suntik diganti setiap 500 ekor ayam.
- Hindari melakukan vaksinasi pada kondisi suhu panas seperti siang hari karena akan menyebabkan heat stroke dan mengakibatkan ayam menjadi stres. Disarankan dilakukan pada pagi atau sore hari.
Inovasi Chitosan Sebagai Adjuvant pada Vaksin Coryza
Vaksin inaktif seperti vaksin coryza berisi mikroorganisme yang telah dimatikan, namun masih bersifat imunogenik atau mampu menggertak pembentukan antibodi. Vaksin inaktif diformulasikan dengan adjuvant, senyawa yang ditambahkan ke dalam vaksin yang berfungsi untuk meningkatkan kerja vaksin dengan efek depo. Efek depo artinya penyerapan sedikit demi sedikit ke dalam sirkulasi darah. Setelah masuk ke dalam tubuh, vaksin inaktif tidak perlu bereplikasi atau multiplikasi tetapi langsung menggertak jaringan limfoid untuk membentuk antibodi.
Saat ini diperlukan adjuvant yang mampu memberikan kekebalan secara seluler dan humoral yang akan bekerja secara sinergis jika dikombinasikan dengan vaksin sehingga dapat menghasilkan protektivitas yang optimal serta lebih aman terhadap reaksi post injeksi. Jenis-jenis adjuvant contohnya seperti saponin, minyak mineral, alumunium hidroksida, alumunium fosfat, chitosan, dll.
Chitosan, salah satu pilihan adjuvant baru. Hal ini dikarenakan chitosan memiliki beberapa sifat ideal sebagai polimer pembawa, seperti biodegradable (mudah terurai), tidak bersifat toksik, biocompatible (tidak menyebabkan reaksi penolakan), mudah larut air dan harganya kompetitif.
Chitosan telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembawa untuk penghantaran obat antikanker, gen, maupun vaksin. Selain itu, chitosan telah digunakan dalam industri farmasi obat seperti untuk tablet salut, kapsul, gel dan sebagainya.
Chitosan mampu memberikan kekebalan secara seluler dan humoral yang bekerja secara sinergis jika dikombinasikan dengan vaksin sehingga memberikan protektivitas optimal dan tidak menimbulkan reaksi post injeksi. Mekanisme kerjanya yaitu membuat vaksin cepat dikenali sehingga terjadi pengaktifan sel T yang menghasilkan kekebalan seluler dan humoral pada ayam.
Medivac Coryza T Chito merupakan vaksin inaktif Medion yang mengandung bakteri Avibacterium paragallinarum strain W, Spross dan Modesto serta telah diinaktifkan yang dilarutkan dalam adjuvant chitosan untuk meningkatkan dan memperpanjang daya kerja vaksin.
Hasil uji tantang pada ayam SPF ditunjukkan pada Grafik 2. Program vaksinasi coryza dengan mengkombinasikan Medivac Coryza T Chito dengan Medivac Coryza T Suspension atau Medivac Coryza T mampu memberikan perlindungan yang optimal. Selama periode trial juga tidak menunjukkan adanya reaksi post injeksi yang disebabkan oleh Medivac Coryza T Chito.
Mengingat kerugian yang ditimbulkan akibat coryza baik di farm layer maupun broiler, memasukan vaksin coryza dalam program kesehatan ayam dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan keberhasilan penanganan kasus penyakit dan tentu akan menghemat biaya yang dikeluarkan untuk penanganan kasus tersebut. Semoga bermanfaat.