Hewan ternak seperti sapi, kambing, domba mudah terluka terlebih jika pemeliharaan atau perlakuan tidak dilakukan dengan baik. Misalnya terluka saat berada di kandang, di lahan penggembalaan maupun di pengangkutan. Kadang kala peternak baru menyadari ternaknya terdapat luka saat sudah parah. Luka pada ternak yang dibiarkan saja dan tidak segera diobati tentu akan menimbulkan kerugian, seperti:
- Luka semakin parah dan menjadi infeksi atau menjadi sarang belatung
- Sulit disembuhkan
- Luka pada kaki dapat menyebabkan ternak menjadi pincang
- Penurunan kualitas ternak (ternak cacat)
- Pada kasus yang parah ternak dapat menjadi kurus
- Kulit ternak rusak sehingga harga ternak menurun
Penanganan Luka pada Ternak
Tindakan yang perlu segera dilakukan peternak jika mengetahui ternaknya mengalami luka antara lain:
- Bersihkan luka dengan air bersih agar terhindar dari infeksi. Jika perlu campurkan antiseptik seperti Antisep untuk membersihkan luka tersebut.
- Amati luka tersebut apakah terdapat belatung atau tidak. Jika terdapat belatung, segera keluarkan belatung menggunakan pinset hingga bersih.
- Semprotkan Dicodine pada permukaan luka tersebut untuk mempercepat penyembuhan luka dan mencegah lalat menempel pada luka yang dapat menyebabkan berkembangnya belatung atau disebut myasis. Lakukan langkah-langkah tersebut secara rutin setiap hari hingga luka kering.
Kejadian Belatungan di Indonesia
Salah satu efek jika luka pada ternak dibiarkan adalah dapat menjadi sarang belatung atau larva lalat yang sering disebut dengan myasis. Penyakit ini sering ditemukan pada negara tropis termasuk Indonesia. Kasus myasis di Indonesia masih cukup tinggi. Sampai saat ini, kasus myasis masih menjadi ancaman yang serius pada daerah-daerah populasi ternak yang cukup tinggi seperti di Sulawesi Selatan dan Sumba Timur. Kasus lainnya juga dilaporkan di Sumbawa, Pulau Lombok, Kediri, Yogyakarta dan Bali bahkan angka prevalensinya di daerah Minahasa mencapai 20% (Balitvet, 2005). Lee (2002) mencatat kejadian myasis di daerah endemik mencapai 95%. Kondisi ini berkaitan erat dengan jumlah populasi lalat penyebab myasis. Daerah yang banyak pepohonan dan semak-semak atau daerah yang dekat dengan sungai merupakan tempat strategis untuk kelangsungan hidup lalat penyebab myasis. Kasus myasis yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh infestasi larva Chrysomya bezziana atau bercampur dengan Sarcophaga sp. Kasus myasis sering terjadi pada induk setelah melahirkan (40,70%) dan myasis pusar pada anaknya (27,64%). myasis akibat luka di leher (6,53%), kaki (6,03%), teracak (5,03%), moncong (5,03%), ekor (3,02) dan tanduk (2,01%) serta luka di bagian mata, ambing, paha dan testis (0,5%) (Balitvet, 2005).
Pengendalian Belatungan
Kejadian belatungan di peternakan dapat dikendalikan dengan menerapkan beberapa langkah, seperti:
- Pengendalian lalat di sekitar kandang dengan memperhatikan kebersihan kandang dan lingkungannya. Jika ditemukan banyak lalat dewasa di sekitar kandang, peternak dapat memberikan obat anti lalat Flytox dan Delatrin.
- Pengawasan lalu lintas ternak juga perlu diperhatikan karena akan berpotensi menularkan penyakit. Terutama dari daerah-daerah yang sudah lama dan banyak kejadian belatungan.
- Segera lakukan pengobatan jika diketahui terdapat luka pada ternak. Misalnya dengan obat semprot luka dan pencegah myasis Dicodine.